“Banyak pertimbangan lain yang membuatku yakin bahwa kita secara
keseluruhan benar di dalam pengaturan Negara kita, terutama di dalam
persoalan puisi.”
“Apa yang kamu lebih pilih?”
“Penolakan puisi peniruan, yang tentu saja harus tidak diterima,
sebagaimana aku melihat secara lebih jelas sekarang saat bagian-bagian jiwa telah diketahui.”
“Berbicara di antara diri kita sendiri, karena aku tidak suka
kata-kataku diulangi kepada para penulis tragedi dan keseluruhan suku peniru,
tetapi aku tidak keberatan mengatakan kepadamu, bahwa semua peniruan puitis
adalah bersifat meruntuhkan pemahaman para pendengarnya. Pengetahuan terhadap alamiah
mereka, hanyalah sebagai penangkalnya.”
“Jelaskanlah makna dari kata-katamu.”
“Baik, aku akan memberitahukan kepadamu, walaupun aku telah selalu dari
sejak masa mudaku memiliki kekaguman dan cinta kepada Homer, yang bahkan
sekarang membuat kata-kata
terhuyung-huyung di bibirku, karena ia guru pertama dan pemula dari
keseluruhan pasukan tragedi yang memesona. Tetapi seorang manusia harus tidak
lebih diutamakan daripada kebenaran, sehingga aku akan berbicara.”
“Sangat baik,” katanya.
“Dengarkanlah aku kemudian, atau lebih, jawablah aku.”
“Ajukanlah pertanyaanmu.”
“Bisakah kamu memberitahukan kepadaku apakah peniruan? karena aku
benar-benar tidak mengetahui.”
“Seolah-olah aku bisa.”
“Mengapa tidak? Sering terjadi mata yang lebih buram melihat sebuah hal
lebih segera daripada yang tajam.”
“Sangat benar,” ia berkata, “tetapi saat kamu ada, bahkan jika aku
memiliki pemahaman yang samar apapun, aku tidak bisa mengumpulkan keberanian
untuk mengucapkannya. Pertimbangkanlah sendiri.”
“Baiklah kemudian, haruskah kita memulai pencarian tersebut di dalam
cara kita yang biasa? Kita menyebutkan sejumlah ide atau bentuk tunggal di
dalam kejamakan, dengan nama yang umum. Apakah kamu memahamiku?”
“Aku memahamimu.”
“Sekarang biarkan kita mengambil kejamakan apapun yang kamu suka. Misalnya,
ada ranjang-ranjang dan meja-meja di dunia, banyak dari mereka bukankah ada?”
“Ya.”
“Tetapi hanya ada dua ide dan bentuk dari mereka, satu ide sebuah
ranjang, yang lainnya sebuah meja.”
“Benar.”
“Dan pembuat dari masing-masing membuat sebuah ranjang atau ia membuat
sebuah meja untuk kita gunakan, dengan menatapkan matanya kepada ide atau
bentuk tersebut. Itu adalah jalan dari kita berbicara dan contoh-contoh
langsung, tetapi tidak ada pembuat barang yang membuat ide-ide itu sendiri. Bagaimana
mereka bisa?”
“Mustahil.”
“Dan ada seniman yang lain, aku ingin mengetahui apa yang kamu akan
katakan tentang ia.”
“Siapa?”
“Seorang yang membuat semua hal yamg dihasilkan oleh semua pekerja yang
lain.”
“Orang yang sangat luar biasa.”
“Tunggulah sebentar, dan akan ada lebih banyak alasan untuk kamu
mengatakan demikian. Ia bukan hanya mampu membuat setiap macam barang, tetapi
tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dan dirinya sendiri dan semua hal yang
lain. Bumi dan langit, dan hal-hal yang di dalam langit ataupun di bawah bumi,
ia membuat para dewa juga.”
“Sofis yang paling luar biasa,” ia berkata.
“Wah, kamu tidak percaya? Maksudmu, tidak ada pembuat atau pencipta
semacam demikian, atau bahwa di dalam satu rasa mungkin ada seorang pembuat
dari semua hal ini tetapi di dalam yang lainnya tidak? Apakah kamu melihat
bahwa ada sebuah jalan yang di dalamnya kamu sendirian bisa membuat semua hal
ini?”
“Di dalam jalan apa?”
“Sebuah jalan yang cukup mudah. Bahkan, ada banyak jalan yang di
dalamnya pekerjaan tersebut mungkin secara cepat dan secara mudah diselesaikan.
Tidak ada yang lebih cepat daripada memutar-mutarkan sebuah cermin, kamu akan
cukup segera membuat matahari dan langit, dan bumi dan dirimu sendiri, dan yang
lainnya binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan semua hal lain yang baru
saja kita bicarakan, di dalam cermin.”
“Ya,”
ia berkata, “tetapi penampilan-penampilan mereka saja.”
“Sangat baik,” aku berkata, “kamu datang membantu argumen sekarang. Pelukis
juga, sebagaimana aku memahami, seperti yang lain, seorang pencipta dari
penampilan-penampilan, bukankah ia demikian?”
“Tentu
saja.”
“Tetapi menurutku kamu akan mengatakan bahwa yang ia ciptakan tidaklah nyata.
Tetapi, ada sebuah rasa yang di dalamnya pelukis juga menciptakan sebuah
ranjang?”
“Ya,”
ia berkata, “tetapi bukan sebuah ranjang yang nyata.”
“Bagaimana dengan pembuat ranjang? Bukankah kamu baru saja mengatakan
bahwa ia tidak membuat ide, yang berdasarkan pemahaman kita, adalah esensi dari
rannjang, tetapi hanya sebuah ranjang biasa?”
“Ya,
aku melakukannya.”
“Kemudian jika ia tidak membuat hal yang ada, ia tidak bisa membuat
keberadaan yang sejati, tetapi hanya suatu perwakilan dari keberadaan. Jika
siapapun hendak mengatakan bahwa pekerjaan dari pembuat ranjang, atau apapun
pekerja yang lain, memiliki keberadaan yang nyata, tampak bahwa ia tidak membicarakan
kebenaran.”
“Para
filsuf akan mengatakan bahwa ia tidak membicarakan kebenaran.”
“Tidak mengherankan, kemudian, bahwa pekerjaannya adalah sebuah
pengungkapan yang buram, dibandingkan dengan kebenaran.”
“Tidak
mengherankan.”
“Bisakah sekarang kita menggunakan contoh-contoh yang baru saja
dihadirkan, untuk mencari alamiah peniru ini?”
“Jika kamu suka.”
“Baiklah kemudian, di sini ada tiga ranjang: satu ada di dalam alam,
yang dibuat oleh dewa, sebagaimana aku pikir kita mungkin mengatakan, karena
tidak ada satupun yang lain yang bisa menjadi pembuatnya?”
“Tidak
ada.”
“Ada sebuah yang lain yang dibuat oleh tukang kayu?”
“Ya.”
“Dan pekerjaan dari pelukis adalah yang ke tiga?”
“Ya.”
“Ranjang-ranjang, kemudian, adalah tiga macam, dan ada tiga seniman yang
memimpin mereka: dewa, pembuat ranjang, dan pelukis?”
“Ya,
mereka ada tiga.”
“Dewa, dari pilihan ataupun keperluan, membuat satu ranjang di alam, dan
hanya satu, tidak ada dua atau lebih ranjang ideal yang demikian, juga tidak
akan pernah dibuat oleh dewa.”
“Mengapa
itu?”
“Karena bahkan jika ia membuat dua, sebuah yang ke tiga akan tetap
tampak di belakang mereka yang kedua-duanya dari mereka akan miliki untuk ide
mereka, dan itu akan menjadi ranjang yang ideal, dan bukan dua yang lainnya.”
“Sangat
benar,” ia berkata.
“Dewa mengetahui ini, dan ia berkehendak sebagai pembuat sejati dari
sebuah ranjang yang nyata, bukan pembuat biasa pembuat dari ranjang biasa, dan
karena itu ia menciptakan sebuah ranjang yang secara esensi dan hanya satu di
alam.”
“Demikianlah
kita percaya.”
“Haruskah kita kemudian menyebutnya sebagai penulis atau pembuat
ranjang?”
“Ya,” ia menjawab; “sejak oleh di alam ia adalah penulis dari ini dan
dari semua hal lain.”
“Bagaimana dengan tukang kayu, bukankah ia juga pembuat ranjang?”
“Ya.”
“Tetapi apakah kamu akan menyebut pelukis sebagai pencipta dan pembuat?”
“Tentu
saja tidak.”
“Jika ia bukan pembuat, apa hubungannya kepada ranjang?”
“Menurutku,” ia berkata, “kita mungkin secara adil menyebutnya sebagai
peniru dari hal yang dibuat oleh yang lain.”
“Baik,”
aku berkata; “kemudian kamu menyebut ia yang ketiga dari urutan dari alam
sebagai peniru?”
“Tentu saja,” katanya.
“Dan penyair tragedi adalah seorang peniru, dan karena itu, seperti
semua peniru yang lain, ia tiga kali dipindahkan dari raja dan dari kebenaran?”
“Tampak demikian.”
“Kemudian tentang peniru kita telah bersetuju. Dan apa dengan pelukis?
Aku akan suka untuk mengetahui jika ia mungkin dianggap meniru hal yang ada
secara asli di alam, ataukah hanya ciptaan dari para seniman?”
“Yang
akhir.”
“Sebagaimana mereka adanya atau sebagaimana mereka tampaknya? Kamu masih
harus menentukan ini.”
“Apa
maksudmu?”
“Maksudku, kamu mungkin melihat sebuah ranjang dari titik-titik pandang
yang berbeda, secara miring atau lurus atau dari titik pandang yang lain, dan
ranjang tersebut akan tampak berbeda, tetapi tidak ada perbedaan di dalam
kenyataan. Demikian juga semua hal lain?”
“Ya,”
ia berkata, “tampak berbeda tetapi sebenarnya sama.”
“Biarkan aku mengajukan sebuah pertanyaan yang lain. Termasuk yang
manakah seni melukis, sebuah peniruan dari hal-hal sebagaimana mereka adanya,
atau sebagaimana mereka tampaknya? dari penampilan ataukah dari kenyataan?
“Dari
penampilan.”
“Kemudian peniru,” aku berkata, “adalah jauh dari kenyataan, dan hanya
bisa melakukan hal-hal karena ia menyentuh sebagian kecil dari mereka, sebuah penampilan.
Misalnya: Seorang pelukis akan melukis seorang pembuat sepatu, tukang kayu,
atau apapun seniman yang lain, walaupun ia tidak mengetahui apa-apa dari
seni-seni mereka; dan, jika ia adalah seniman yang baik, ia mungkin menipu
anak-anak atau orang-orang yang sederhana, ketika ia menunjukkan kepada mereka
gambarnya dari seorang tukang kayu dari kejauhan, dan mereka akan meyakini
bahwa mereka memandang seorang tukang kayu yang asli.”
“Tentu
saja.”
“Dan ketika siapapun melaporkan tentang seseorang yang mengetahui semua
seni, dan semua hal lain yang diketahui oleh siapapun, dan semua hal sederhana
dengan sebuah derajat ketepatan yang lebih tinggi daripada siapapun, siapapun
yang memberitahukan kepada kita hal ini, menurutku kita bisa hanya
membayangkannya sebagai makhluk sederhana yang telah tertipu oleh penyihir atau
aktor yang ia temui, yang ia sangka mengetahui segala hal, karena ia sendiri
tidak mampu menyelidiki alamiah dari pengetahuan dan kejahilan dan peniruan.”
“Benar.”
“Sehingga, ketika kita mendengar orang-orang mengatakan bahwa para
penyair tragedi, dan Homer, pimpinan mereka, mengetahui semua seni dan semua
hal manusia, kebaikan dan keburukan, dan hal-hal ilahiah juga, untuk bahwa
penyair yang baik tidak bisa menggubah secara baik kecuali ia mengetahui hal
yang ia tulis, dan bahwa ia yang tidak memiliki pengetahuan ini tidak pernah
bisa menjadi penyair. Kita harus mempertimbangkan jika di sini juga mungkin tipuan
yang serupa; mungkin mereka mendatangi para peniru dan tertipu oleh mereka. Ketika
mereka melihat pekerjaan-pekerjaan mereka, mereka mungkin tidak mengingat, bahwa
semua ini hanyalah tiruan-tiruan tiga kali dipindahkan dari kebenaran, dan
mungkin secara mudah dibuat tanpa apapun pengetahuan dari kebenaran, karena
mereka hanya penampilan dan bukan kenyataan? Ataukah, mereka mungkin benar, dan
para penyair benar-benar mengetahui hal-hal yang tentangnya mereka banyak
berbicara secara baik?”
“Pertanyaan
tersebut,” ia berkata, “harus benar-benar dipertimbangkan.”
“Jika seseorang mampu untuk membuat kedua-duanya, yang asli dan gambaran,
apakah ia akan secara bersungguh-sungguh mempersembahkan dirinya sendiri kepada
cabang pembuatan-gambar? Apakah ia akan membiarkan peniruan menjadi ajaran yang
memimpin hidupnya, seolah-olah ia tidak memiliki apapun yang lebih tinggi di
dalam dirinya?”
“Aku
harus berkata tidak.”
“Seniman yang sebenarnya, yang mengetahui hal yang ia tiru, akan
tertarik kepada kenyataan-kenyataan dan bukan tiruan-tiruan. Ia akan ingin melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang banyak dan indah, sebagai peringatan dari dirinya
sendiri. Bukan menjadi penulis enkomium-enkomium, tetapi lebih memilih menjadi
sebagai pokok pembahasan mereka.”
“Ya,”
ia berkata, “itu akan kepadanya menjadi sebuah sumber penghormatan dan
keuntungan yang jauh lebih besar.”
“Kemudian,” aku berkata, “kita harus meminta pembalasan dari Homer, atau
dari siapapun penyair yang lain; dengan menanyai mereka: siapa dari mereka yang
dokter dan bukan hanya peniru perkataan dokter, siapa penyair lama ataupun
baru, yang pernah menyembuhkan seperti Ascleipus orang-orang yang sakit, atau
meninggalkan di belakangnya sebuah sekolah perobatan sebagaimana Ascleipads. Tetapi
hal-hal yang paling utama dan paling terhormat yang Homer pernah bicarakan, tentang
peperangan dan taktik-taktik ketentaraan, politik, pendidikan, kita mungkin
secara adil menanyainya tentang mereka. ‘Teman Homer,' kemudian kita mengatakan
kepadanya, ‘jika kamu hanya di tangan ke dua dipindahkan dari kebenaran di
dalam apa yang kamu katakan tentang kebaikan, dan bukan di dalam yang ke tiga, bukan
seorang pembuat gambaran atau peniru, dan jika kamu mampu melihat
pengejaran-pengejaran yang membuat orang-orang lebih baik atau lebih buruk di
dalam kehidupan pribadi ataupun umum, beritahukanlah kepada kami Negara apa
yang pernah lebih baik diperintah oleh pertolonganmu? Pengaturan baik dari
Lacadaemon ditujukan kepada Lycurgus, dan banyak kota lain, besar ataupun kecil,
yang telah secara sama teruntungkan oleh orang-orang yang lain; tetapi siapa
yang mengatakan bahwa kamu adalah pelegislasi yang baik kepada mereka dan telah
melakukan apapun kebaikan kepada mereka? Italia dan Siciliy membangga-banggakan
Charondas, dan ada Solon yang masyhur di antara kita, tetapi kota apa yang
memiliki sesuatu untuk dikatakan tentang kamu?’ Apakah ada satupun kota yang ia
mungkin sebutkan?”
“Aku
pikir tidak,” kata Glaucon; “bahkan para pengikut Homer sendiri akan tidak
menyebutkan walaupun satu.”
“Baik, kemudian, adakah riwayat tentang perang yang dijalani secara
berhasil olehnya, atau dibantu oleh nasihat-nasihatnya, ketika ia hidup?”
“Tidak ada.”
“Atau, adakah penemuan Homer yang bisa diterapkan kepada seni-seni atau
kepada kehidupan manusia, semacam dari Thales orang Milesia atau dari
Anacharchis orang Scythia, dan orang-orang lain yang berbakat?”
“Sama
sekali tidak ada yang semacam itu.”
“Tetapi,
jika Homer tidak pernah melakukan pelayanan umum apapun, apakah ia pernah
secara pribadi sebagai penuntun atau guru dari siapapun? Apakah ia memiliki di
dalam masa kehidupannya teman-teman yang suka bersamanya, dan yang menurunkan
kepada generasi pelanjut sebuah jalan hidup Homeris, semacam yang didirikan
oleh pengikut Pythagoras yang sangat secara besar dicintai untuk
kebijaksanaannya, dan yang pengikut-pengikutnya sampai kepada hari ini
peringati untuk aturan yang dinamai mengikutinya?”
“Tidak
ada dari semacam demikian yang terekam darinya. Untuk secara yakin, Socrates, Creophylus,
teman Homer, anak dari daging itu, yang namanya selalu membuat kita tertawa,
mungkin akan menjadi lebih konyol daripada namanya, sebagai sebuah perwakilan
kepada budaya dan pendidikan Homeris, jika apa yang dikatakan tentang Homer
adalah benar. Karena riwayat mengatakan bahwa Homer benar-benar diabaikan di
masa kehidupannya sendiri oleh teman dari daging itu.”
“Ya,” aku menjawab, “itu adalah riwayat tersebut. Tetapi bisakah kamu
membayangkan, Glaucon, bahwa jika Homer benar-benar mampu mendidik dan
meningkatkan manusia, jika ia memiliki pengetahuan dan bukan hanya seorang
peniru, bisakah kamu membayangkan, aku berkata, bahwa ia akan tidak memiliki
banyak pengikut, dan dihormati dan dicintai oleh mereka? Protagoras dari Abdera
dan Prodicus dari Ceos, dan serumah yang lain, hanya harus berbisik kepada
orang-orang di zamannya: ‘Kalian akan tidak pernah mampu mengatur rumah milik
kalian ataupun Negara kalian sampai kalian menunjuk kami sebagai
pengatur-pengatur pendidikanmu.’ Peralatan cerdas dari mereka ini memiliki
sebuah pengaruh di dalam membuat mereka mencintai mereka sehingga
teman-temannya semuanya membawa mereka di pundak-pundak mereka. Dan apakah
mungkin bahwa pengikut-pengikut dari Homer, atau lagi dari Hesiod, akan
membiarkan manapun dari mereka untuk berkeliling sebagai pelantun rapsodi, jika
mereka benar-benar mampu untuk membaikkan manusia? Bukankah mereka akan menjadi
tidak berkeinginan berpisah dengan mereka sebagaimana dengan emas, dan memaksa
mereka untuk tinggal di rumah bersama mereka? Atau, jika sang guru tidak ingin
tinggal, murid-murid akan mengikutinya di manapun, sampai mereka mendapatkan
pendidikan yang cukup?”
“Ya,
Socrates, itu menurutku cukup benar.”
“Kemudian bukankah kita harus menyimpulkan bahwa semua suku puitis ini,
dimulai dengan Homer, hanyalah para peniru. Mereka menyalin gambar-gambar
kebaikan dan sebagainya, tetapi kebenaran mereka tidak pernah capai? Tetapi,
sebagaimana kita baru saja katakan, pelukis akan menggambar, walau ia tidak
mengetahui apa-apa tentang seni pembuatan sepatu, seorang yang tampak sebagai
pembuat sepatu kepadanya dan kepada yang tidak mengetahui apapun kecuali menilai
hanya dengan warna-warna dan bentuk-bentuk.”
“Cukup demikian.”
“Di dalam cara yang serupa, penyair dengan kata-kata dan frasa-frasanya
mungkin dikatakan bersandar kepada warna-warna dari beberapa seni, dirinya
sendiri hanya memahami alamiah yang ia mampu menirunya; dan orang-orang yang
lain, yang sejahil dirinya, yang hanya menilai dari kata-kata, akan menganggap
kata-katanya paling baik, jika ia berbicara di dalam ritme, matra dan harmoni
tentang pembuatan sepatu, atau taktik-taktik ketentaraan, atau apapun yang lain.
Sangat berkuasa mantera yang dimiliki oleh perhiasan-perhiasan ini secara alamiah.
Dan aku berpikir bahwa kamu telah mengamati, sangat miskin penampilan
dongeng-dongeng dari para penyair ketika dilucuti dari warna-warna yang musik
letakkan kepada mereka, dan diucapkan di dalam prosa sederhana.”
“Ya,” katanya.
“Mereka seperti wajah-wajah yang tidak pernah benar-benar indah, tetapi
hanya mekar; dan sekarang kemekaran masa muda telah mengabaikan mereka?”
“Secara tepat.”
“Pertimbangkan ini. Peniru atau pembuat gambar tidak mengetahui apa-apa
dari keberadaan yang benar, ia hanya mengetahui penampilan-penampilan. Bukankah
aku benar?”
“Ya.”
“Kemudian biarkan kita memiliki sebuah pemahaman yang jelas, dan tidak
menjadi puas dengan separuh penjelasan.”
“Lanjutkanlah.”
“Kita mengatakan bahwa pelukis akan melukis kekang, dan akan melukis
gurdi?”
“Ya.”
“Dan pekerja kulit dan tembaga akan membuat mereka?”
“Tentu saja.”
“Tetapi apakah pelukis mengetahui bentuk sejati dari kekang dan gurdi? Bahkan
juga tidak para pekerja tembaga dan kulit yang membuat mereka; hanya penunggang
kuda yang mengetahui bagaimana untuk menggunakan mereka, ia mengetahui bentuk
sejati mereka.”
“Benar.”
“Dan bukankah kita mungkin mengatakan hal yang sama dari semua hal?”
“Apa?”
“Bahwa ada tiga seni yang mempertimbangkan dengan semua hal. Satu yang
menggunakan, sebuah yang lain yang membuat, sebuah yang ke tiga yang meniru
mereka?”
“Ya.”
“Kebaikan, keindahan, dan kebenaran dari setiap penerapan, hal hidup
ataupun mati, dan tindakan hanya menunjukkan kegunaan yang untuknya
masing-masing dibuat atau diberikan oleh alam?”
“Ya.”
“Sehingga, pengguna dari setiap hal adalah yang paling mengetahuinya
dengan pengalaman, dan ia melaporkan pengaruh-pengaruh baik dan buruk di dalam
penggunaan hal-hal yang ia gunakan. Misalnya, pemain flute akan memberitahukan kepada pembuat flute yang mana dari flute-nya
memuaskan kepada penampil, ia akan memberitahukan kepadanya bagaimana ia harus
membuat mereka, dan yang lain akan mengikuti petunjuk-petunjuknya?”
“Tentu saja.”
“Yang satu mengetahui dan karena itu berbicara dengan kewenangan tentang
kebaikan dan keburukan dari flute-flute,
sementara yang lain, percaya kepadanya, akan melakukan hal yang diberitahukan
olehnya?”
“Benar.”
“Peralatan adalah sama, tetapi tentang kebaikan atau keburukan darinya
pembuat akan hanya mengikuti kepercayaan yang benar. Ini ia peroleh dari yang
mengetahui, dengan berbicara kepadanya dan terpaksa mendengar hal yang
dikatakannya, sementara pengguna akan memiliki pengetahuan?”
“Benar.”
“Tetapi apakah peniru memiliki salah satunya? Akankah ia mengetahui dari
pengalaman atau dari penggunaan jika hal-hal yang ia gambar benar ataupun
indah? Atau akan memiliki pendapat yang benar dari terpaksa berteman dengan
orang lain yang mengetahui dan memberikannya petunjuk-petunjuk tentang apa yang
ia harus gambar?”
“Tidak ada.”
“Kemudian ia akan tidak memiliki pendapat yang lebih benar juga tidak
memilki pengetahuan tentang kebaikan atau keburukan dari peniruannya?”
“Aku menyangka tidak.”
“Seniman peniru akan berada di dalam pengetahuan yang sangat baik
tentang ciptaan-ciptaannya?”
“Tidak, kebalikannya.”
“Dan tetap ia akan melanjutkan meniru tanpa mengetahui apa yang membuat
sebuah hal baik atau buruk, sehingga ia akan meniru hal yang tampak baik kepada
khalayak yang jahil?”
“Tepat demikian.”
“Sejauh demikian kemudian kita cukup baik bersetuju bahwa peniru tidak memiliki
pengetahuan yang bernilai untuk disebutkan dari hal yang ia tiru. Peniruan
hanya semacam permainan, tidak perlu ditanggapi secara bersungguh-sungguh, dan
para penyair tragedi, mereka menulis di dalam ayat iambik ataupun di dalam heroik,
adalah para peniru di dalam derajat tertinggi?”
“Sangat benar.”
“Demi langit, apakah peniruan telah dipertunjukkan oleh kita sebagai memperhatikan
hal yang tiga kali dipindahkan dari kebenaran?”
“Tentu saja.”
“Dan apa kecakapan di dalam manusia yang kepadanya peniruan ditujukan?”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan menjelaskan. Badan yang besar ketika dilihat dekat, tampak
kecil ketika dilihat jauh?”
“Benar.”
“Dan benda yang sama tampak lurus ketika di luar air, dan bengkok ketika
di dalam air; dan yang cekung menjadi cembung, oleh kekeliruan pandangan
tentang warna-warna. Demikianlah setiap macam kebingungan diungkapkan di dalam diri kita, dan
pelukisan memanfaatkan kelemahan alamiah ini seperti barang sihir, dan demikian
juga lempar-tangkap dan banyak tipuan yang lain.”
“Benar.”
“Dan seni-seni mengukur dan membilang dan menimbang adalah keberkatan
yang paling membantu pemahaman manusia tentang hal-hal yang tampak lebih besar
atau lebih kecil, lebih ringan atau lebih berat, memberikan pengendalian kepada
penghitungan dan pengukuran dan penimbangan?”
“Benar.”
“Dan ini, secara yakin, haruslah pekerjaan dari bagian di dalam jiwa
yang menghitung dan beralasan.”
“Untuk yakin.”
“Dan ketika ini mengukur dan menetapkan beberapa hal sebagai setara atau
lebih besar atau lebih kecil daripada yang lain, di saat yang sama, ada penampilam
dari pertentangan?”
“Benar.”
“Tetapi bukankah kita mengatakan bahwa mustahil untuk hal yang sama di
saat yang sama memiliki pendapat-pendapat yang berbeda tentang hal yang sama?”
“Benar.”
“Kemudian, bagian jiwa yang memiliki pendapat yang bertentangan dengan
pengukuran adalah tidak sama dengan yang memiliki pendapat yang bersesuaian
dengan pengukuran?”
“Benar.”
“Bagian yang lebih baik dari jiwa sepertinya adalah yang dipercayakan
untuk pengukuran dan penghitungan?”
“Tentu saja.”
“Dan yang berlawanan kepada mereka adalah satu dari bagian-bagian yang
lebih rendah dari jiwa?”
“Tidak
ragu.”
“Inilah kesimpulan yang aku berusaha tiba kepadanya ketika aku
mengatakan bahwa melukis atau menggambar, dan peniruan di dalam umum, jauh
dipindahkan dari kebenaran ketika melakukan pekerjaan mereka; dan berhubungan
dengan bagian di dalam diri kita yang jauh dari kecerdasan, dan murid dan teman
untuk bukan tujuan yang waras atau benar.”
“Secara
tepat.”
“Seni-seni peniruan adalah sebuah hal yang lebih rendah yang menikahi
yang lebih rendah, dan memiliki keturunan yang lebih rendah.”
“Sangat
benar.”
“Dan apakah ini ditujukan kepada pandangan saja, atau apakah ia juga memanjang
kepada pendengaran, dan kepada hal yang kita sebut sebagai puisi?”
“Mungkin
hal yang sama kepada puisi.”
“Biarkan kita tidak bersandar kepada sebuah kemungkinan yang diambil
dari perumpamaan lukisan. Biarkan kita lebih jauh menjelaskan bagian dari
pikiran yang kepadanya puisi bekerja, dan melihat jika ia adalah bagian yang
lebih rendah ataukah bagian yang lebih terhormat.”
“Dengan
senang hati.”
“Kita mungkin meletakkan pertanyaan tersebut demikian: Puisi peniruan, kita
katakan, meniru tindakan-tindakan orang-orang, secara suka-rela ataupun tidak
suka-rela, yang kepadanya, sebagaimana mereka membayangkan, dan sebagai sebuah
hasil dari tindakan-tindakan mereka, mereka menyangka sesuatu yang baik atau
buruk terjadi, dan mereka bergembira atau bersedih menurutnya. Adakah yang lain?”
“Tidak,
tidak ada yang lain.”
“Tetapi, di dalam semua ini bersatu dengan dirinya sendiri, atau
sebagaimana di dalam contoh pandangan, ada kebingungan dan perlawanan di dalam
pendapat-pendapatnya tentang hal yang sama, sehingga di sini juga apakah tidak
ada perselisihan dan ketidaktetapan di dalam kehidupannya? Walaupun aku secara
sukar perlu membangkitkan lagi pertanyaan tersebut, karena aku mengingat bahwa
semua ini telah diterima. Jiwa telah diterima oleh kita sebagai penuh oleh
hal-hal ini dan sepuluh ribu perlawanan yang serupa terjadi di saat yang sama?”
“Dan
kita benar,” katanya.
“Ya,” aku berkata, “benar, tetapi ada sebuah pengabaian yang sekarang
harus disediakan.”
“Pengabaian
apa?”
“Seorang baik, yang mengalami kemalangan kehilangan anak laki-lakinya
atau apapun yang lain yang tersayang kepadanya, akan memikul kehilangan
tersebut dengan lebih tenang daripada yang lain?”
“Ya.”
“Tetapi akan tidak memiliki kesedihan, atau haruskah kita mengatakan
bahwa walaupun ia tidak berdaya bersedih, ia akan bersahaja di dalam
kesedihannya?”
“Yang
akhir,” ia berkata, “adalah pernyataan yang lebih benar.”
“Beritahukanlah kepadaku, akankah ia lebih berjuang dan bertahan dari
kesedihannya ketika ia terlihat oleh sebayanya, ataukah ketika ia sendirian?”
“Akan membuat sebuah perbedaan besar jika ia terlihat atau tidak.”
“Ketika ia sendirian ia akan tidak keberatan mengatakan atau melakukan
banyak hal yang akan membuatnya malu kepada siapapun yang mendengar atau
melihat hal yang ia kerjakan?”
“Benar.”
“Bukankah hukum dan alasan yang memintanya melawan, sementara yang
mendorongnya untuk menurutkan kesedihannya adalah perasaan?”
“Benar.”
“Ketika seseorang diseret di dalam dua arah yang berlawanan, kepada dan
dari hal yang sama ini, kita mengatakan, memperlihatkan dua hal di dalam
dirinya?”
“Tentu saja.”
“Satu dari mereka bersedia mengikuti tuntunan dari hukum?”
“Bagaimana
maksudmu?”
“Hukum akan mengatakan bahwa bersabar di bawah penderitaan adalah yang
terbaik, dan bahwa ia harus tidak membiarkan ketidaksabaran, karena kita tidak
bisa mengetahui apa yang benar-benar baik atau buruk di dalam hal-hal semacam
demikian; dan tidak ada yang diperoleh dari ketidaksabaran. Juga, karena tidak
ada hal di kehidupan fana yang bernilai untuk kepentingan yang besar, dan
kesedihan menghalangi hal yang paling diperlukan di saat itu.”
“Apa
yang paling diperlukan?” ia bertanya.
“Bahwa kita harus merundingkan tentang hal yang telah terjadi, seperti ketika
dadu telah dilemparkan, mengatur hubungan-hubungan di dalam jalan alasan sesuai
angka yang naik, di dalam jalan yang alasan anggap sebagai yang terbaik. Bukan
seperti kanak-kanak yang terjatuh, memegang bagian yang terantuk dan membuang
waktu dengan menangis, tetapi selalu mengatur jiwa ke depan untuk menerapkan
perobatan, membangkitkan hal yang sakit dan jatuh itu, menghalau teriakan
kesedihan dengan seni penyembuhan.”
“Ya,”
ia berkata, “itu jalan yang benar dari bertemu dengan serangan keberuntungan.”
“Ya,” aku berkata; “bagian yang terbaik dari kita bersedia mengikuti
saran dari alasan.”
“Secara
jelas.”
“Dan bagian yang lain, yang mendorong kita untuk mengingat-ingat
permasalahan-permasalahan kita dan kepada ratapan, dan tidak bisa pernah
tercukupi, kita mungkin sebut sebagai tidak beralasan, tidak berguna, dan
pengecut?”
“Memang,
kita mungkin.”
“Dan bukankah yang akhir, maksudku ajaran yang bersifat memberontak, bertabur
sejumlah besar bahan untuk peniruan? Sementara yang bijaksana dan bersifat
tenang, selalu hampir tidak berubah, tidak mudah meniru atau menghargai ketika
ditiru, terutama di perayaan umum ketika sebuah kerumunan yang bercampur
berkumpul di dalam sebuah teater. Karena perasaan yang dihadirkan adalah satu yang asing kepada mereka?”
“Tentu
saja.”
“Kemudian penyair peniru yang dianggap terkenal, tidak berhubungan
dengan bagian yang lebih baik dari jiwa, juga bukan yang seninya tuju; tetapi
akan lebih memilih sifat bergairah dan galau, yang secara mudah ditiru?”
“Secara
jelas.”
“Dan sekarang kita mungkin secara adil mengambilnya dan menempatkannya
di sisi pelukis, untuk ia seperti ia di dalam dua jalan: pertama, di dalam
sebanyak ciptaan-ciptaannya memiliki sebuah derajat yang lebih rendah daripada
kebenaran. Di dalam ini, aku berkata, ia seperti ia, dan ia juga seperti ia di
dalam memperhatikan bagian yang lebih rendah di dalam jiwa. Dan karena itu kita haruslah benar di dalam
menolak untuk menerimanya ke dalam sebuah Negara yang diatur baik, karena ia
membangunkan dan memberi makan dan menguatkan perasaan-perasaan dan menghalangi
alasan. Sebagaimana di dalam sebuah kota ketika seorang yang buruk diizinkan
untuk memiliki kewenangan dan yang baik disingkirkan, demikianlah di dalam jiwa
manusia, sebagaimana kita menerima, penyair peniru menanamkan konstitusi yang
buruk, untuk ia menurutkan alamiah yang tidak beralasan yang tidak bisa
membedakan yang lebih besar dan yang lebih kecil, tetapi berpikir di suatu saat
besar dan di lain waktu kecil. Ia adalah pembuat dari gambar-gambar dan sangat
jauh dipindahkan dari kebenaran.”
“Secara
tepat.”
“Tetapi kita belum mengajukan perhitungan yang terutama di dalam tuduhan
kita: kekuatannya untuk menyakiti bahkan yang baik, dan ada sangat sedikit yang
tidak disakiti, adalah sebuah hal yang menyedihkan?”
“Ya,
tentu saja, jika pengaruh tersebut adalah hal yang kamu katakan.”
“Dengarkan dan nilailah. Yang terbaik dari kita, sebagaimana aku
perhatikan, ketika kita mendengar kepada sebuah baris dari Homer, atau satu
dari para penulis tragedi, yang di dalamnya ia menghadirkan pahlawan yang bersedih
yang mengeluhkan kesedihannya di dalam sebuah pidato yang panjang, atau
menangis, dan memukuli dadanya, yang terbaik dari kita, kamu mengetahui senang
di dalam menyerah kepada simpati, dan terpesona kepada kecemerlangan dari
penyair yang paling menggugah perasaan di dalam jalan ini.”
“Ya,
tentu saja aku mengetahuinya.”
“Tetapi
ketika kesedihan apapun menimpa kita, kemudian kamu mungkin mengamati bahwa
kita bangga terhadap diri kita di mutu yang berlawanan. Kita akan berusaha
tenang dan sabar; memercayai ini sebagai bagian yang bersifat laki-laki, dan
yang lainnya yang membuat kita senang di dalam pengucapannya adalah sekarang menjadi
sebagai bagian dari perempuan.”
“Benar,” katanya.
“Sekarang bisakah kita benar di dalam memuji dan mengagumi orang lain
yang melakukan hal yang siapapun dari kita akan hindari dan malu?”
“Tidak,” ia berkata, “itu tentu saja tidak beralasan.”
“Cukup beralasan dari satu titik pandang.”
“Titik
pandang apa?”
“Jika kamu mempertimbangkan keadaan yang sebelumnya,” aku berkata, “di
dalam kemalangan kita sendiri, bagian jiwa yang dipaksa tertahan, dan yang
lapar air mata dan tangisan yang baik dan kepuasan, karena alamiahnya
mengharapkan hal-hal ini, dan ia adalah yang dipuaskan dan dibuat senang oleh
para penyair. Alamiah yang lebih baik di dalam masing-masing kita tidak secara
cukup dilatih oleh alasan atau bahkan kebiasaan, membiarkan unsur yang bersimpati
untuk lepas karena kesedihan tersebut adalah milik orang lain, dan penonton
meyakini bahwa tidak bisa ada rasa tidak terhormat kepada dirinya sendiri di
dalam memuji dan mengasihani siapapun yang datang memberitahukannya betapa ia
seorang yang baik, dan membuat sebuah pertengkaran yang tidak perlu tentang
permasalahan-permasalahannya, ia berpikir bahwa kenikmatan tersebut adalah
perolehan, dan mengapa ia harus sombong dan melewatkan ini dan puisi tersebut
juga? Sedikit orang pernah menyadari, sebagaimana aku harus membayangkan, bahwa
dari keburukan orang-orang lain suatu keburukan dihubungkan kepada dirinya
sendiri. Dan sehingga perasaan dari kesedihan yang telah mengumpulkan kekuatan
di memandang kemalangan-kemalangan milik orang-orang yang lain adalah secara
sukar ditekan di dalam milik kita sendiri.”
“Sangat
benar.”
“Dan bukankah hal yang sama juga untuk yang konyol? Ada gurauan-gurauan
yang kamu akan malu menjadikannya dirimu sendiri, walaupun di panggung komik,
atau di dalam pribadi, ketika kamu mendengar mereka, kamu secara besar terhibur
oleh mereka, dan sama sekali tidak malu terhadap ketidaklayakan mereka. Kejadian
dari iba diulangi, ada sebuah ajaran di dalam alamiah manusia yang cenderung
membangkitkan sebuah tawa, dan ini yang pernah kamu tahan dengan alasan, karena
kamu khawatir dianggap sebagai badut, sekarang dilepaskan kembali. Dan setelah
merangsang rasa yang bisa dibangkitkan di teater, kamu mengkhianati secara
tidak sadar dirimu sendiri di dalam berperan sebagai komik di rumah.”
“Cukup benar,” katanya.
“Dan hal yang sama mungkin dikatakan kepada gairah kelamin dan amarah
dan semua perasaan yang lain, kepada gairah dan rasa sakit dan kenikmatan, yang
dianggap tidak bisa dipisahkan dari setiap tindakan. Di dalam mereka semua,
puisi memberi makan dan minum gairah-gairah, bukan mengeringkan mereka. Ia
membiarkan mereka memerintah, walaupun mereka seharusnya dikendalikan, jika
manusia hendak meningkat di dalam kebahagiaan dan kebaikan.”
“Aku tidak bisa menyangkalnya.”
“Karena itu, Glaucon,” aku berkata, “kapanpun kamu bertemu dengan para
pemuji Homer yang menyatakan bahwa penyair ini adalah pendidik orang-orang
Yunani, dan bahwa ia menguntungkan untuk pendidikan dan untuk mengatur hal-hal
manusia, dan bahwa kamu harus mengambilnya dan berusaha mengatur kehidupanmu
berdasarkan kepadanya. Kita mungkin mencintai dan menghormati orang-orang yang
mengatakan hal-hal ini sebagai melakukan yang paling baik yang mereka bisa, dan
kita bersedia untuk menerima bahwa Homer adalah yang terbesar dari para penyair
dan pertama dari para penulis tragedi, tetapi kita harus tetap kukuh di dalam
keyakinan kita bahwa hanya himne-himne kepada para dewa dan puji-pujian kepada
orang-orang terkenal adalah yang akan kita terima ke dalam Negara kita. Karena
jika kamu melampaui ini dan membiarkan masuk Muse yang bermadu, di dalam epik
ataupun syair liris, kenikmatan dan rasa sakit akan menjadi para pemimpin di
dalam Negara kita, bukan hukum dan alasan dari manusia, yang terbukti sebagai
yang terbaik.”
“Benar,” katanya.
“Dan sekarang sejak kita telah meninjau ulang pokok bahasan puisi,
biarkan ini pertahanan kita untuk menunjukkan tidak beralasan penilaian kita
yang terdahulu di dalam mengusir dari Negara kita sebuah seni yang memiliki
kecenderungan-kecenderungan yang kita telah gambarkan, karena alasan memaksa
kita. Tetapi bahwa ia mungkin menghubungkan kepada kita apapun kekasaran atau kekurangkesopanan,
biarkan kita memberitahukan kepadanya bahwa ada perseteruan kuno antara
filsafat dan puisi, ada banyak buktinya, semacam peribahasa ‘anjing yang bersemangat menggonggong kepada
tuannya dan lantang di dalam omong kosong’ ‘dari
orang-orang bodoh,’
dan ‘publik yang membudakkan ia yang
terlalu bijaksana untuk kebaikan mereka sendiri,’ dan ‘para pemikir cerdik yang menganggap bahwa mereka hanya para pengemis;’
dan ada tidak terhitung pertanda-pertanda lain dari perseteruan kuno di antara
mereka. Sehingga, biarkan kita membuat yakin teman manis kita dan perempuan
saudara-saudara seni peniruan bahwa jika ia akan membuktikan judulnya untuk ada
di dalam sebuah Negara yang teratur baik kita harus senang untuk menerimanya. Kita
sangat meyakini pesona-pesonanya, tetapi kita tidak mungkin mengkhianati
kebenaran. Aku berani berkata, Glaucon, bahwa kamu terpesona olehnya sebagaimana
sebanyak diriku, terutama ketika ia tampil di dalam Homer?”
“Ya, memang, aku secara besar terpesona.”
“Haruskah aku mengajukan, kemudian, bahwa ia akan dibiarkan kembali dari
pengasingan, tetapi dengan persyaratan ini saja. Bahwa ia membuat sebuah pembelaan
dari dirinya sendiri di dalam liris atau suatu matra yang lain?”
“Tentu saja.”
“Dan kita mungkin lebih jauh memberikan kepada para pembelanya yang
adalah para pecinta puisi dan yang bahkan bukan penyair, hak untuk berbicara di
dalam prosa untuk kebaikannya: biarkan mereka mempertunjukkan bahwa ia bukan
hanya menyenangkan tetapi juga berguna kepada Negara-negara dan kepada
kehidupan manusia, dan kita akan mendengarkan dengan semangat yang baik. Karena akan kembali jelas kepada kita jika bisa
mempertunjukkan bahwa ia memberikan bukan hanya kenikmatan tetapi kegunaan.”
“Tentu saja,” ia berkata, “kita haruslah menjadi yang memerolehnya.”
“Jika
pembelaannya gagal, temanku yang baik, seperti orang-orang lain yang mencintai,
tetapi meletakkan sebuah keengganan pada diri mereka sendiri ketika mereka
berpikir cinta tersebut berlawanan kepada keperluan-keperluan mereka, demikian
juga kita harus mengikuti cara dari para pecinta menyerahkannya, walaupun bukan
tanpa sebuah perjuangan. Kita juga terilhami oleh cinta kepada puisi yang
pendidikan dari Negara-negara yang terhormat telah tanamkan di dalam kita, dan
karena itu kita akan membiarkannya tampil sebagai yang terbaik dan yang paling
benar; tetapi sepanjang ia tidak mampu membuat baik pertahanannya, argumen milik
kita ini harus menjadi sebuah mantera pelindung kita, yang kita akan ucapkan
kepada diri-diri kita sendiri semetara kita mendengarkan nada-nadanya; supaya
kita tidak terjatuh ke dalam cinta yang kekanak-kanakan kepadanya yang memikat
banyak orang. Di semua kejadian kita adalah menyadari bahwa puisi sebagai yang
telah kita gambarkan tidaklah untuk dianggap secara bersungguh-sungguh bersandar
kepada kebenaran; dan ia yang mendengarkannya, harus menjaga jiwanya dan menjadikan
kata-kata kita tentang puisi sebagai pengawalnya.”
“Ya,” ia berkata, “aku cukup setuju denganmu.”
“Ya, perjuangan
besar,” aku berkata, “Glaucon yang baik, jauh lebih besar daripada yang kita
pikirkan, jika seseorang akan menjadi baik atau buruk. Dan keuntungan apa untuk
siapapun, jika di bawah pengaruh dari kehormatan atau uang atau kekuatan, ah,
atau di bawah ketakjuban dari puisi, ia mengabaikan keadilan dan kebaikan?”
“Ya,”
ia berkata; “aku telah teryakinkan oleh argumen tersebut, sebagaimana aku
percaya bahwa siapapun yang lain juga demikian.”
“Dan bahkan belum disebutkan hadiah-hadiah dan penghargaan-penghargaan
yang paling besar yang menanti kebaikan.”
“Apa,
adakah yang lebih besar dari yang kita telah bicarakan? jika ada, mereka
haruslah dari sebuah kebesaran yang tidak terkira. Benar-benar rentang dari
masa muda hingga tua akan kecil dibandingkan dengan keseluruhan waktu. Katakanlah
lebih ‘bukan apa-apa,’” ia menjawab.
“Mengapa, aku berkata, apakah kamu menganggap sebuah hal abadi harus
secara bersungguh-sungguh dipertimbangkan untuk sebuah waktu yang kecil demikian,
dan bukan di keseluruhan waktu? Dan haruskah seorang yang fana secara
bersungguh-sungguh memikirkan rentang kecil ini lebih daripada yang
keseluruhan?”
“Keseluruhan, tentu saja. Tetapi mengapa kamu bertanya?”
“Apakah kamu tidak menyadari,” aku berkata, “bahwa jiwa manusia tidaklah
mati dan tidak bisa hancur?”
Ia memandangku heran, dan berkata, “Tidak, demi Zeus. Apakah kamu
benar-benar mampu menyatakan ini?”
“Ya,”
aku berkata, “aku harus, dan kamu juga. Tidak ada kesukaran di dalam
membuktikannya.”
“Aku melihat sebuah kesukaran yang besar; tetapi aku harus suka untuk
mendengarmu mengungkapkan argumen yang tidak berat ini.”
“Dengarkanlah kemudian.”
“Bicaralah,”
ia menjawab.
“Adakah hal yang kamu sebut sebagai baik dan yang lain yang kamu sebut
sebagai buruk?”
“Ya,”
ia menjawab.
“Apakah
sama dengan pemahamanku?”
“Apa?”
“Bahwa yang memburukkan dan menghancurkan adalah yang buruk, dan yang
menyelamatkan dan meningkatkan adalah yang baik?”
“Ya.”
“Dan
kamu menerima bahwa setiap hal memiliki sebuah kebaikan dan juga sebuah
keburukan; misalnya ophtalmia
adalah keburukan dari mata dan penyakit dari keseluruhan badan; sebagaimana
lapuk dari jagung, dan busuk dari kayu, atau karat dari perunggu dan besi. Di
dalam setiap hal, atau di dalam hampir semua hal, ada sebuah keburukan dan
penyakit yang lekat?”
“Ya,” ia berkata.
“Dan apapun yang terkena oleh apapun dari keburukan-keburukan ini adalah
dibuat buruk, dan akhirnya keseluruhan terurai dan mati?”
“Benar.”
“Kejahatan dan keburukan yang lekat di dalam masing-masing adalah
kehancuran dari masing-masing; dan jika ini tidak menghancurkan mereka tidak
ada hal lain tersisa untuk melakukannya; kebaikan tentu saja akan tidak
menghanncurkan mereka, juga tidak lagi, hal yang tidak baik yang juga tidak
buruk.”
“Tentu
saja tidak.”
“Jika, kemudian, kita menemukan apapun yang memiliki pemburukan yang
lekat ini tidak bisa terurai atau hancur, bukankah kita mungkin mengatakan
bahwa hal semacam demikian tidak bisa hancur?”
“Itu
mungkin dianggap demikian.”
“Baik,” aku berkata, “dan apakah tidak ada keburukan yang memburukkan
jiwa?”
“Ya,”
ia berkata, “ada semua keburukan yang kita baru saja lewati di dalam
perbincangan: ketidakterhormatan, ketidakbersahajaan, kepengecutan,
kejahilan.”
“Adakah apapun dari hal-hal ini yang menguraikan atau menghancurkannya?
dan di sini jangan biarkan kita terjatuh di dalam kesalahan dari menganggap
bahwa yang tidak adil dan yang bodoh, binasa melalui ketidakadilannya sendiri,
yang adalah sebuah keburukan dari jiwa. Ambil pemisalan dari badan: Keburukan
dari badan adalah sebuah penyakit yang membuang dan menurunkan dan
menghancurkan badan; dan semua hal yang kita baru saja bicarakan datang kepada
penghancuran melalui pemburukan yang, mengena kepada mereka dan melekat di
dalam mereka dan sehingga menghancurkan mereka. Bukankah ini benar?”
“Ya.”
“Pertimbangkan jiwa di dalam jalan yang serupa. Apakah ketidakadilan
atau keburukan lain yang ada di dalam jiwa, mengena kepada jiwa dan melekat di
dalamnya akhirnya membawannya kepada kematian, dan sehingga memisahkannya dari
badan?”
“Tentu
saja tidak.”
“Dan bahkan,” aku berkata, “tidaklah beralasan untuk menganggap bahwa
apapun bisa binasa melalui pengaruh dari keburukan luar, sementara tidak bisa
dihancurkan dari dalam oleh pemburukan dari miliknya sendiri?”
“Ya, tidak
beralasan,” ia menjawab.
“Pertimbangkanlah,” aku berkata, “Glaucon, kataku, bahwa bahkan keburukan dari makanan,
basi, penguraian, atau apapun mutu buruk yang lain, ketika dicampurkan kepada
makanan yang sebenarnya, tidaklah dianggap menghancurkan badan; walaupun, jika
keburukan dari makanan berhubungan dengan pemburukan badan, kita harus
mengatakan bahwa badan dihancurkan oleh sebuah pemburukan dari dirinya sendiri,
yang adalah penyakit, dibawa oleh ini. Tetapi bahwa badan, sebagai satu hal,
bisa dihancurkan oleh keburukan dari makanan, yang adalah hal yang lain, yaitu
keburukan asing yang tidak menghasilkan yang lekat kepadanya. Ini kita harus
benar-benar sangkal?”
“Benar.”
“Dan, di ajaran yang sama, kecuali suatu keburukan badaniah bisa
menghasilkan sebuah keburukan jiwa, kita harus tidak menganggap bahwa jiwa,
yang adalah satu hal, bisa diurai oleh apapun keburukan yang hanya bersifat
luar yang tertuju kepada yang lain?”
“Ya,”
ia berkata, “ada alasan di dalam itu.”
“Salah satu kemudian, biarkan kita menyangkal ini dan menunjukkan bahwa
ia salah, atau, sementara ia tetap tidak tersangkal, biarkan kita tidak pernah
mengatakan bahwa demam, atau apapun penyakit yang lain, atau pisau yang
diletakkan kepada tenggorokan, atau bahkan pemotongan keseluruhan badan menjadi
potongan-potongan terkecil, bisa menghancurkan jiwa, sampai ia sendiri terbukti
menjadi tidak suci dan tidak terhormat akibat hal-hal ini dilakukan kepada
badan; tetapi sebuah keburukan yang dari luar, yang tidak bisa memberikan keburukan
dari dalam, kita harus tidak membiarkannya dikatakan bahwa jiwa atau apapun
yang lain bisa dihancurkan di dalam jalan ini.”
“Tidak
seorangpun akan pernah bisa membuktikan bahwa jiwa-jiwa manusia
menjadi lebih tidak adil akibat kematian.”
“Tetapi
jika seseorang tidak menerima keabadian dari jiwa, dan secara lantang
mengatakan bahwa yang mati benar-benar menjadi lebih buruk dan tidak terhormat,
kemudian, jika pembicara tersebut benar, aku menganggap bahwa ketidakadilan,
harus dianggap berbahaya kepada yang tidak adil, seperti penyakit, dan bahwa
mereka yang mengambil kekacauan ini mati oleh kekuatan penghancuran yang dimiliki
oleh keburukan, dan yang membunuh mereka segera atau nanti, dan bukan seperti
saat ini, penjahat menerima kematian di tangan-tangan dari orang-orang yang
lain sebagai hukuman perbuatan-perbuatan mereka?”
“Tidak, demi Zeus,” ia berkata, “jika ketidakadilan berbahaya kepada
yang tidak adil, kita akan tidak terlalu gentar untuknya, karena ia akan
dihantarkan dari keburukan. Tetapi aku lebih menduga sebaliknya. Sesuatu
yang membunuh yang lain jika ia bisa, tetapi sang pembunuh tetap hidup, ah, dan bukan hanya hidup
tetapi baik juga; sejauh ia tinggal dari kematian.”
“Benar,” aku berkata; “jika keburukan alamiah yang lekat atau keburukan
dari jiwa tidak mampu membunuh atau menghancurkannya; secara sukar hal yang
ditunjuk sebagai kehancuran dari badan lain, menghancurkan sebuah jiwa atau
apapun yang lain, kecuali hal yang untuknya ia ditujukan.”
“Ya,
itu sukar demikian.”
“Tetapi jiwa yang tidak bisa dihancurkan oleh sebuah keburukan, miliknya
ataupun asing, harus ada untuk selama-lamanya, dan jika ada selama-lamanya,
haruslah abadi?”
“Tentu
saja.”
“Itulah kesimpulannya,” aku berkata; “dan, jika sebuah kesimpulan yang
benar, kemudian jiwa-jiwa harus selalu sama, untuk jika tidak ada yang
dihancurkan mereka akan tidak berkurang di dalam bilangan. Juga tidak mereka
bertambah, karena penambahan alamiah-alamiah yang abadi harus datang dari
sesuatu yang fana, dan semua hal akan dengan demikian berujung di dalam
keabadian.”
“Benar.”
“Tetapi ini kita tidak bisa memercayai, alasan akan tidak membiarkan
kita, apapun lebih daripada kita bisa memercayai bahwa jiwa, di dalam
alamiahnya yang paling benar, penuh oleh keragaman dan perbedaan dan
ketidaksamaan.”
“Apa
maksudmu?” katanya.
“Tidaklah mudah,” kataku, “untuk sebuah hal menjadi abadi, yang disusun
dari banyak bagian tidak diletakkan bersama-sama di dalam jalan yang terbaik, sebagaimana
sekarang tampak kepada kita dengan kejadian jiwa.”
“Tentu
saja tidak.”
“Keabadiannya ditunjukkan oleh argumen sebelumnya, dan ada banyak bukti
yang lain; tetapi untuk melihat ia sebagaimana sebenarnya, bukan sebagaimana
kita memandangnya, terkotori oleh pertemuannya dengan badan dan kemalangan-kemalangan
yang lain, kamu harus melihatnya dengan mata alasan, di dalam kemurniannya yang
asli; dan kemudian keindahannya akan terungkap, dan keadilan dan ketidakadilan
dan semua hal yang kita telah jelaskan akan dihadirkan lebih secara jelas. Sedemikian
jauh, kita telah membicarakan kebenaran tentang ia sebagaimana ia tampak
sekarang, tetapi kita harus mengingat juga bahwa kita melihatnya hanya di dalam
sebuah keadaan yang mungkin dibandingkan kepada dewa laut Glaucus, yang bentuk
aslinya sukar diperhatikan karena anggota-anggota alamiahnya terpecah dan
terhancurkan dan terhantam oleh gelombang-gelombang di dalam semua macam jalan,
dan lapisan-lapisan telah tumbuh menyelimuti mereka dari rumput laut dan tiram
dan batu-batu, sehingga ia seperti monster daripada bentuk alamiahnya. Dan jiwa
yang kita pandangi adalah di dalam keadaan yang serupa, terselubungi bentuknya
oleh sepuluh ribu penyakit. Tetapi bukan di sana kita harus melihat, Glaucon.”
“Di
mana kemudian?”
“Di cintanya kepada kebijaksanaan. Biarkan kita melihat hal yang ia
pengaruhi, dan masyarakat dan percakapan apa yang ia cari, karena dirinya
sendiri berkerabat dengan yang tidak mati dan abadi dan ilahiah; juga betapa
berbeda ia jika secara keseluruhan mengikuti ajaran yang lebih tinggi ini, dan
dibawa oleh dorongan ilahiah keluar dari lautan yang ia sekarang karam di
dalamnya, terbersihkan dari batu-batu dan tiram-tiram dan hal-hal dari bumi dan
batu karang yang, di dalam keragaman yang liar tumbuh mengitarinya karena ia
makan di bumi, dan terbalut oleh hal-hal yang disangka baik dari kehidupan ini.
Kemudian kamu akan melihat ia sebagaimana adanya, dan mengetahui jika ia
memiliki satu bentuk ataukah banyak, atau alamiahnya. Dari pengaruh-pengaruhnya
dan bentuk-bentuk yang ia ambil di dalam kehidupan yang sekarang ini aku
berpikir bahwa kita telah sekarang cukup mengatakan.”
“Benar,” ia menjawab.
“Demikianlah,” aku berkata, “kita telah memenuhi persyaratan-persyaratan
argumen tersebut; kita tidak memperkenalkan hadiah-hadiah dan
kemenangan-kemenangan dari keadilan, yang, sebagaimana kamu telah katakan, bisa
ditemukan di dalam Homer dan Hesiod; tetapi keadilan di dalam alamiahnya
sendiri telah diperlihatkan sebagai yang terbaik untuk jiwa di dalam alamiahnya
sendiri. Seseorang haruslah melakukan keadilan, memiliki cincin Gyges ataupun
tidak, dan bahkan jika ditambahkan dengan memasang helm Hades.”
“Benar.”
“Dan sekarang, Glaucon, tidak bisa lagi ada penolakan, bisakah ada,
kepada penunjukan kita terhadap keadilan dan kebaikan-kebaikan yang lain, semua
hadiah dan pembayaran yang diberikan kepada jiwa dari para dewa dan manusia,
kedua-duanya di dalam kehidupan dan setelah kematian.”
“Tentu saja tidak,” katanya.
“Akankah kamu membayar kepadaku, kemudian, hal yang kamu pinjam di dalam
argumen?”
“Apa yang aku pinjam?”
“Anggapan bahwa orang adil harus tampak tidak adil dan orang yang tidak
adil adil: untuk kamu dahulu berpendapat bahwa jika Negara yang benar dari
kejadian tersebut tidak bisa secara munngkin lepas dari mata para dewa dan
manusia, tetap perizinan ini harus dibuat demi argumen, supaya keputusan bisa
dibuat antara keadilan yang mutlak dan ketidakadilan yang mutlak. Apakah kamu
ingat?”
“Aku harus sangat disalahkan jika aku melupakannya.”
“Kemudian, sebagaimana sekarang mereka telah dibandingkan dan dinilai,
aku meminta demi keadilan bahwa perkiraan yang di dalamnya ia dipegang oleh
para dewa dan manusia dan yang kita terima sebagai miliknya harus sekarang
dikembalikan kepadanya oleh kita; sejak ia telah diperlihatkan menganugerahkan
kenyataan, dan bukan menipu mereka yang benar-benar memilikinya, biarkan hal
yang telah diambil darinya diberikan kembali, supaya ia mungkin memenangi palm penampilan yang adalah miliknya
juga, dan yang ia berikan kepada miliknya sendiri.”
“Permintaan tersebut,” ia berkata, “adalah adil.”
“Di dalam tempat pertama,” aku berkata, “dan ini adalah hal pertama yang
akan dikembalikan, alamiah kedua-duanya dari yang adil dan yang tidak adil
adalah benar-benar terketahui kepada para dewa.”
“Kita akan mengembalikan itu.”
“Dan jika mereka kedua-duanya terketahui kepada mereka, satu haruslah
menjadi teman dan yang lain adalah musuh dari para dewa, sebagaimana kita
terima dari permulaan?”
“Benar.”
“Dan kita harus setuju bahwa semua hal yang datang dari para dewa bekerja
bersama-sama untuk yang paling baik untuk ia yang tersayang kepada para dewa, kecuali
keburukan yang disebabkan oleh dosa-dosa dari kehidupan yang terdahulu?”
“Tentu saja.”
“Kemudian ini harus menjadi pemahaman kita tentang orang yang adil, bahwa
bahkan ketika ia di dalam kemiskinan atau sakit, atau apapun yang lain yang
tampak sebagai kemalangan, untuknya semua hal ini di ujung akhirnya akan baik,
di dalam kehidupan dan kematian: untuk para dewa menjaga siapapun yang
keinginannya adalah menjadi adil dan menjadi seperti dewa, meraih keserupaan
ilahiah oleh pengejaran kebaikan, sejauh yang manusia bisa?”
“Ya,” ia berkata; “jika ia seperti dewa ia akan secara yakin tidak
diabaikan oleh dewa.”
“Dan yang tidak adil, sebaliknya?”
“Tentu saja.”
“Semacam demikian, kemudian, palm-palm kemenangan yang para dewa berikan
kepada yang adil?”
“Itulah keyakinanku.”
“Dan apa yang mereka terima dari manusia? Pandanglah hal-hal sebagaimana
adanya, dan kamu akan melihat bahwa orang tidak adil yang cerdas adalah di
dalam kejadian dari para pelari, yang berlari baik dari tempat memulai kepada
tujuan tetapi tidak kembali lagi dari tujuan tersebut: mereka memulai secara
tegap, tetapi hanya tampak konyol di ujung, menyelinap dengan telinga-telinga
mereka di bahu mereka, dan tanpa mahkota; tetapi pelari sejati mendatangi akhir
dan menerima hadiah dan dimahkotai. Inilah jalan dengan yang adil; ia yang
menjalani sampai ujung setiap tindakan dan keadaan dari keseluruhan
kehidupannya memiliki sebuah laporan yang baik dan membawa hadiah yang manusia
harus berikan.”
“Benar.”
“Dan sekarang kamu harus membiarkanku jika aku mengatakan dari mereka
semua yang dulu kamu katakan dari yang tidak adil? Aku akan mengatakan bahwa
saat tumbuh lebih tua, mereka menjadi para pemimpin di dalam kota mereka
sendiri jika mereka peduli; mereka menikahi orang yang mereka suka dan
menikahkan yang mereka ingini. Semua yang dulu kamu katakan dari yang lain aku
sekarang katakan dari mereka ini. Dan, di lain pihak, dari yang tidak adil aku
katakan bahwa sejumlah yang lebih besar, walaupun mereka lolos di masa muda
mereka, akhirnya ditemukan dan tampak konyol di ujung perjalanan mereka, dan
ketika mereka tua dan menyedihkan dan sama-sama dicemooh oleh orang asing dan
warga. Mereka dipukuli dan kemudian datanglah hal-hal yang tidak pantas untuk telinga
yang baik, sebagaimana kamu benar-benar menyebut mereka, mereka akan
dikerangkeng dan mata mereka dibakar keluar, sebagaimana kamu telah katakan.
Dan kamu mungkin menganggap bahwa aku telah mengulangi sisa dari kisah
kengerian darimu. Tetapi akankah kamu membiarkanku menganggap, tanpa
mengucapkan mereka, bahwa hal-hal ini adalah benar?”
“Tentu saja,” ia berkata, “kamu mengatakan benar.”
“Inilah hadiah-hadiah dan penghargaan-penghargaan dan berkat-berkat yang
dianugerahkan kepada yang adil oleh para dewa dan manusia di dalam kehidupan
yang kini, beserta hal-hal baik yang lain yang keadilan sediakan dari dirinya
sendiri.”
“Ya,” ia berkata; “dan mereka indah dan bertahan lama.”
“Namun,” aku berkata, “semua hal ini bukanlah apa-apa, di dalam bilangan
ataupun besaran di dalam perbandingan dengan pembalasan-pembalasan lain yang
menanti kedua-duanya yang adil dan yang tidak adil setelah kematian. Dan kamu
harus mendengarkan mereka, dan kemudian kedua-duanya yang adil dan yang tidak
adil akan menerima dari kita sebuah pembayaran penuh dari hutang yang argumen pinjam
dari mereka.”
“Beritahukanlah kepadaku,” katanya, “tidak banyak hal yang aku akan lebih secara senang
mendengarnya.”
“Baik, aku berkata, aku akan memberitahukan kepadamu sebuah kisah. Bukan
satu dari kisah-kisah yang Odysseus ceritakan kepada pahlawan Alcinous, walaupun
demikian, ini juga adalah sebuah kisah seorang pahlawan. Er anak laki-laki dari
Armenius, yang lahir sebagai orang Pamphylia. Ia dibunuh di dalam sebuah
perang, dan sepuluh hari kemudian, ketika mayat-mayat diambil saat telah membusuk,
mayatnya ditemukan tidak membusuk, dan dibawa pulang untuk dikuburkan. Di hari
yang ke dua belas, saat ia berbaring di kayu pemakaman, ia kembali hidup dan
menceritakan kepada mereka hal-hal yang ia lihat di dunia lain. Ia mengatakan
bahwa ketika jiwanya meninggalkan badan dan melakukan perjalanan dengan teman
yang banyak, dan bahwa mereka mendatangi daerah misterius yang memiliki dua
pembukaan di dalam bumi; mereka berdekatan, dan melawan mereka ada dua
pembukaan di langit di atas. Di bentang antara mereka ada para hakim yang
duduk, yang memerintahkan kepada yang adil, setelah mereka memberikan
penghakiman terhadap mereka dan membacakan keputusan terhadap mereka di hadapan
mereka, untuk naik dengan jalan surgawi di sebelah kanan; dan di dalam cara
yang sama yang tidak adil diperintah oleh mereka untuk turun dengan jalan yang
lebih rendah di sebelah kiri; mereka ini juga membawa lambng-lambang tetapi tertempel
di punggung-punggung mereka, tentang semua perbuatan mereka. Ia mendekat, dan mereka memberitahukan
kepadanya bahwa ia akan menjadi rasul yang akan membawa laporan dari dunia lain
kepada manusia, dan mereka memerintahkan supaya ia mendengar dan melihat semua
yang harus didengar dan dilihat di tempat itu. Kemudian ia memandang dan
melihat di satu sisi jiwa-jiwa berangkat masing-masing di pembukaan langit dan
bumi ketika keputusan telah diberikan kepada mereka; dan di dua pembukaan yang
lain jiwa-jiwa yang lain, beberapa naik keluar dari bumi berdebu dan lelah
dengan perjalanan, beberapa turun keluar dari langit bersih dan cerah. Dan bahwa
mereka yang tiba dari waktu ke waktu tampak telah datang dari sebuah perjalanan
jauh, dan mereka dengan gembira masuk ke dalam padang rumput, tempat mereka
berkemah sebagaimana di sebuah perayaan; dan mereka yang saling mengenal satu
sama lain memeluk dan berbincang-bincang, jiwa-jiwa yang datang dari bumi
secara ingin tahu menanyakan tentang hal-hal di atas, dan jiwa-jiwa yang datang
dari langit tentang hal-hal di bawah. Dan mereka menceritakan satu sama lain
yang mereka telah lalui, dan yang satu menangis dan bersedih mengingat hal-hal
yang mereka telah mengalami dan lihat di dalam perjalanan di bawah bumi, di perjalanan
seribu tahun, sementara yang dari atas menggambarkan kegembiraan-kegembiraan
surgawi dan penglihatan-penglihatan kepada keindahan yang tidak terkira.”
“Kisah tersebut, Glaucon, akan terlalu panjang untuk diceritakan; tetapi
rangkumannya adalah ini: Ia mengatakan bahwa untuk setiap kesalahan yang mereka
telah lakukan kepada siapapun mereka menderita sepuluh kali; dan ukuran rentang
ini adalah masing-masing seratus tahun demikian dianggap sebagai panjang dari
kehidupan manusia, dan denda yang mereka harus bayar sepuluh kali lipat di
dalam seribu tahun. Jika, misalnya, ada siapapun yang menjadi penyebab dari
kematian banyak orang, atau telah mengkhianati atau memperbudak kota-kota atau
pasukan-pasukan, atau bersalah dari apapun kelakuan buruk yang lain, untuk masing-masing
dan semua yang mereka serang mereka menerima hukuman sepuluh kali lipat, dan
hadiah-hadih dari kebaikan dan keadilan dan kesucian adalah di dalam takaran
yang sama. Aku perlu secara sukar mengulangi hal yang ia katakan tentang
anak-anak kecil, yang mati segera setelah mereka lahir. Dari kesalehan dan
ketidaksalehan kepada para dewa dan manusia, dan dari para pembunuh, ada
pembayaran-pembayaran lain dan jauh lebih besar yang ia jelaskan. Ia
menyebutkan bahwa ia hadir ketika satu dari ruh-ruh menanyai satu yang lain, 'di
mana Ardiaeus yang agung?' Ardiaeus ini hidup seribu tahun sebelum Er. Ia
adalah tiran dari suatu kota dari Pamphylia, dan telah membunuh ayahnya yang
telah tua dan kakaknya, dan dikatakan telah melakukan banyak kejahatan besar
yang lain. Jawaban dari ruh yang lain tersebut adalah: ‘Ia akan tidak datang ke
sini dan akan tidak pernah datang. Dan ini,’ katanya, ‘adalah satu dari
pemandangan-pemandangan mengerikan yang kami sendiri saksikan. Kami dahulu di
mulut gua, dan, setelah menyelesaikan pengalaman-pengalaman kami, sedang akan
kembali naik, ketika tiba-tiba Ardiaeus tampak bersama beberapa yang lain,
paling banyak adalah para tiran; dan ada juga selain para tiran diri
perseorangan yang dahulu adalah para penjahat besar. Mereka sedang, sebagaimana
mereka meyakini, hendak kembali ke dunia atas, tetapi mulut tersebut, melain
dari menerima mereka, memberikan sebuah auman, kapanpun satu dari para pendosa
yang tidak bisa dipulihkan yang belum secara pantas dihukum ini mencoba untuk
naik; dan kemudian orang-orang liar yang beringas, yang berdiri dan mendengar
suara tersebut, menangkap dan membawa mereka pergi; dan Ardiaeus dan yang
lainnya mereka ikat kepala dan kaki dan tangannya, dan melemparkan mereka turun
dan mendera mereka, dan menyeret mereka menyusuri sisi jalan tersebut, menusuk
mereka di tanduk-tanduk, dan menyatakan kepada yang lewat kejahatan-kejahatan
mereka, dan bahwa mereka dibawa untuk dilemparkan ke dalam Tartarus.’ Dari
semua kengerian yang mereka telah mengalami, ia mengatakan bahwa tidak ada
kengerian seperti yang masing-masing mereka rasakan di saat itu, jika tidak
mereka harus mendengar suara tersebut. Ketika telah sunyi, satu demi satu
mereka naik dengan kegembiraan yang sangat besar. Hal-hal ini, kata Er, adalah
denda-denda dan pembayaran-pembayaran, dan sebaliknya ada juga berkat-berkat
besar.”
“Kemudian ruh-ruh yang di padang rumput telah tinggal tujuh hari, di
hari ke delapan mereka harus melanjutkan perjalanan mereka, dan di hari ke
empat setelahnya, ia mengatakan bahwa mereka datang kepada sebuah tempat
sehingga mereka bisa melihat dari atas sebuah garis cahaya, lurus sebagai
sebuah tiang, memanjang menembus langit dan bumi, warnanya seperti pelangi,
hanya lebih cerah dan lebih murni, kepada ini mereka datang setelah sehari
perjalanan, dan di sana, di tengah-tengah cahaya, mereka melihat ujung dari
rantai langit teruntai ke bawah dari atas, cahaya ini adalah sabuk langit, dan menahan bersama-sama
lingkaran alam semesta, seperti ikatan trireme.
Dari ujung-ujung ini menguntai kumparan Keperluan, yang padanya perputaran
berjalan. Tangkai dan kait kumparan ini terbuat dari baja, dan kumparannya
dibuat dari separuh baja dan separuh bahan-bahan yang lain. Kumparan tersebut
seperti bentuk kumparan yang digunakan di bumi; dan penggambarannya menunjukkan
bahwa ada satu kumparan besar yang cukup tertekuk keluar, dan ke dalam ini
terpasang sebuah yang lain yang lebih kecil, dan sebuah yang lain, dan sebuah
yang lain, dan empat yang lain, sehingga keseluruhannya delapan, seperti
peti-peti yang terisi ke dalam satu ke yang lainnya. Kumparan-kumparan tersebut
mempertunjukkan ujung-ujung mereka di sisi atas, dan di sisi yang lebih rendah
semuanya bersama-sama membentuk kumparan yang berlanjutan. Ini tertembus oleh tiang
kumparan, yang dikembalikan melalui pusat dari yang ke delapan. Kumparan yang
pertama dan yang paling luar memiliki tepian yang paling lebar, dan tujuh
kumparan yang lain lebih sempit, di dalam takaran-takaran sebagai berikut
ukuran yang ke enam setelah yang pertama, yang keempat setelah yang ke enam;
kemudian yang ke delapan; yang ke tujuh adalah yang ke lima, yang ke lima
adalah yang ke enam, yang ke tiga adalah yang ke tujuh, terakhir dan yang ke
delapan datang yang ke dua. Yang paling besar dari bintang-bintang yang
diketahui berkerlap-kerlip, dan yang ke tujuh adalah yang paling cerah; yang ke
delapan diwarnai oleh pantulan cahaya dari yang ke tujuh; yang ke dua dan yang
ke lima di dalam warna yang menyerupai satu sama lain, dan lebih kuning
daripada yang sebelumnya; yang ke tiga memiliki cahaya yang paling putih; yang
ke empat kemerah-merahan; yang ke enam ke dua yang putih. Sekarang keseluruhan
kumparan memiliki gerakan yang sama, tetapi saat seluruhnya berputar di dalam
satu arah, tujuh lingkaran dalam bergerak secara lambat di dalam yang lain, dan
dari mereka ini yang paling cepat adalah yang ke delapan, kemudian yang ke
tujuh, ke enam, dan ke lima, yang bergerak bersama-sama. Urutan ke tiga tercepat
tampak bergerak berdasarkan hukum ini berbalikan gerakan yang ke empat, yang ke
tiga tampak ke empat dan yang ke dua ke lima. Kumparan tersebut berbalik di
lutut Keperluan; dan di permukaan atas dari masing-masing lingkaran adalah
penyanyi perempuan, yang berputar bersama mereka, menyanyikan himne bersuara
atau bernada tunggal. Delapan bersama-sama membentuk sebuah harmoni; dan
berkeliling, di jarak-jarak yang setara. Ada kumpulan lain, tiga di dalam
bilangan, masing-masing duduk di singgasananya: mereka ini adalah Takdir,
perempuan anak dari Keperluan, yang mengenakan jubah putih dan garland di kepalanya, Lachesis dan
Clotho dan Atropos, yang menemani dengan suara-suara mereka harmoni para penyanyi
perempuan Lachesis menyanyikan masa lalu, Clotho masa kini, Atropos masa depan.
Clotho dari waktu ke wakutu membantu dengan sentuhan tangan kanannya peredaran
dari lingkaran luar kumparan, dan Atropos dengan tangan kirinya menyentuh dan
menuntun yang lebih di dalam, dan Lachesis memegang masing-masing bergantian,
pertama dengan satu tangan dan kemudian dengan yang lain.”
“Ketika Er dan ruh-ruh tiba, mereka diundang untuk langsung pergi ke
hadapan Lachesis, kemudian pertama-tama datang nabi yang membariskan mereka di
dalam jarak-jarak yang teratur, kemudian ia mengambil dari lutut dari Lachesis
undian-undian dan contoh-contoh kehidupan, dan setelah menaiki sebuah mimbar
yang tinggi, ia berbicara sebagai berikut: ‘Dengarkanlah kata dari Lachesis, puteri
dari Keperluan. “Jiwa-jiwa yang telah hidup sehari, pandanglah sebuah siklus
baru dari kehidupan dan kematian. Ruh penuntun akan tidak diserahkan kepada
kalian, tetapi kalian pilihlah ruh penuntun kalian. Biarkan ia yang mengambil
undian pertama memiliki pilihan pertama, dan kehidupan yang ia pilih harus
menjadi takdirnya. Kebaikan adalah merdeka, dan sebagaimana seseorang
menghargai atau tidak menghargai ia ia akan memiliki lebih banyak atau lebih
sedikit darinya. Pertanggungjawaban adalah bersama sang pemilih. Dewa
diluruskan.”’ Ketika sang penerjemah telah berbicara demikian ia mengacak
undian-undian secara sama di antara mereka semua, dan masing-masing dari mereka
mengambil undian yang jatuh di dekat dirinya, semuanya kecuali Er yang tidak
dibiarkan, dan masing-masing saat mengambil undian melihat bilangan yang ia
terima. Kemudian sang penerjemah menempatkan di lantai di hadapan mereka
contoh-contoh dari kehidupan-kehidupan. Ada lebih banyak kehidupan daripada jiwa-jiwa
yang hadir, dan mereka dari semua macam. Ada kehidupan-kehidupan dari setiap
binatang dan manusia di dalam setiap keadaan. Dan ada tirani-tirani di antara
mereka, beberapa menjalani habis kehidupan tiran, yang lainnya patah di tengah
dan tiba di ujung di dalam kemiskinan dan pengasingan dan menjadi pengemis; dan
ada kehidupan-kehidupan dari orang-orang yang terkenal, beberapa terkenal untuk
bentuk dan keindahan mereka sebagaimana untuk kekuatan dan keberhasilan di
dalam permainan-permainan, atau, lagi, untuk kelahiran mereka dan mutu-mutu
dari para pendahulu mereka; dan beberapa yang kebalikan dari terkenal untuk
mutu-mutu yang berlawanan. Dan dari para perempuan juga; tidak ada,
bagaimanapun, watak tertentu mereka, karena jiwa, ketika memilih sebuah
kehidupan baru, harus dari keperluan mejadi berbeda. Tetapi ada setiap mutu
yang lain, dan semua hal bercampur dengan satu sama lain, dan juga unsur-unsur
dari kekayaan dan kemiskinan, dan penyakit dan kesehatan; dan ada
keadaan-keadaan pertengahan juga. Dan di sini, Glaucon yang baik, bahaya
tertinggi dari keadaan manusia; dan karena itu kehati-hatian yang paling tinggi
harus diambil. Biarkan masing-masing kita meninggalkan setiap macam pengetahuan
yang lain dan mengejar dan mengikuti satu hal saja, jika secara kebetulan ia
mungkin mampu untuk belajar dan mungkin menemukan seseorang yang akan
membuatnya mampu untuk belajar dan membedakan antara baik dan buruk, dan
sehingga memilih selalu dan di manapun kehidupan yang lebih baik saat ia
memiliki kesempatan. Ia harus mempertimbangkan penanggungan dari semua hal ini
yang kita telah sebutkan secara terpisah dan secara bersama-sama kepada
kebaikan; ia harus mengetahui pengaruh dari keindahan ketika dipasangkan dengan
kemiskinan atau kekayaan di dalam sebuah jiwa yang khusus, dan akibat-akibat
baik dan buruk dari kelahiran yang terhormat dan papa, dari kedudukan pribadi
dan umum, dari kekuatan dan kelemahan, dari kecerdasan dan kedunguan, dan dari
semua jiwa, dan penggunaan mereka ketika terbaurkan; dan sehingga dengan
mempertimbangkan semua hal ini ia akan mampu membuat pilihan yang beralasan di
antara kehidupan yang lebih baik dan yang lebih buruk, dengan matanya lekat
kepada alamiah jiwanya, memberikan nama buruk kepada kehidupan yang membuat
jiwanya lebih tidak adil, dan baik kepada kehidupan yang akan membuat jiwanya
lebih adil; semua yang lain ia akan tidak hargai. Untuk kita telah melihat dan
mengetahui bahwa ini adalah pilihan yang terbaik kedua-duanya di dalam
kehidupan dan setelah kematian. Seseorang harus mengambil bersamanya ke dalam
dunia bawah sebuah keyakinan teguh di dalam kebenaran dan hak, supaya di sana
juga ia mungkin tidak tersilaukan oleh gairah dari kekayaan atau yang lain
pikatan-pikatan dari keburukan, jika tidak, mendatangi tirani-tirani dan
kejahatan-kejahatan yang serupa, ia melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak
bisa diobati kepada orang-orang yang lain dan juga dirinya sendiri menderita
lebih buruk; tetapi biarkan ia mengetahui bagaimana untuk memilih pertengahan
dan menghindari yang keterlaluan di masing-masing sisi, sejauh yang mungkin,
bukan hanya di dalam kehidupan ini tetapi di dalam semua yang akan datang. Karena
ini adalah jalan kebahagiaan.”
“Dan berdasarkan kepada laporan dari rasul dari dunia lain inilah yang
sang nabi katakan di saat tersebut: ‘Bahkan untuk yang datang terakhir, jika ia
memilih secara bijaksana dan akan hidup secara tekun, ada diberikan sebuah
keberadaan yang berbahagia dan yang bukan tidak diharapkan. Biarkan ia yang
memilih pertama tidak gegabah, dan biarkan ia yang memilih terakhir tidak putus
asa.’ Dan ketika ia telah berkata demikian, ia yang memiliki pilihan pertama
maju dan di dalam sekejap memilih tirani yang paling besar; di dalam kedunguan
dan keserakahan ia memilihnya, ia tidak memikirkan persoalan secara
keseluruhan, dan tidak mengamati bahwa termasuk di dalamnya adalah memangsa
anak-anaknya sendiri, dan kengerian-kengerian yang lain. Tetapi ketika ia
memiliki waktu untuk memikirkan, dan melihat hal yang di dalam undian tersebut,
ia mulai memukuli dadanya dan meratapi pilihannya, melupakan pernyataan sang
nabi; untuk, melain dari melemparkan penyalahan dari kemalangannya kepada
dirinya sendiri, ia menuding peluang dan para dewa, dan setiap hal kecuali
dirinya sendiri. Sekarang ia adalah satu dari mereka yang datang dari langit,
dan di dalam kehidupan yang sebelumnya telah tinggal di dalam sebuah Negara
yang diatur baik, tetapi kebaikannya hanya persoalan kebiasaan, dan ia tidak
ada memiliki filsafat. Dan benar dari yang lain yang salah memilih secara serupa,
bahwa sejumlah yang lebih besar dari mereka datang dari langit dan karena itu
mereka tidak pernah diajari oleh penghukuman, sementara para peziarah yang
datang dari bumi, setelah menderita dan melihat yang lain menderita, tidak
terburu-buru untuk memilih. Dan disebabkan oleh mereka tidak berpengalaman, dan
juga karena undian tersebut adalah sebuah peluang, banyak jiwa menukarkan
sebuah nasib baik untuk sebuah nasib buruk atau sebuah nasib buruk untuk sebuah
yang baik. Untuk jika di ketibaannya di dalam dunia ini seseorang selalu memiliki memberikan dirinya
sendiri sejak pertama kepada filsafat secara sadar, dan telah cukup beruntung
di dalam bilangan dari undian, ia mungkin, sebagaimana sang rasul laporkan,
berbahagia di sini, dan juga perjalanannya kepada sebuah kehidupan lain dan
kembali kepada ini, melain dari kasar dan di bawah tanah, akan halus dan
surgawi. Paling mengherankan, katanya, ia adalah sebuah pemandangan yang pantas
disaksikan, sedih dan lucu dan aneh, karena pilihan dari jiwa-jiwa tersebut
paling banyak berdasarkan kepada pengalaman mereka dari sebuah kehidupan yang
sebelumnya. Di sana ia melihat jiwa yang dulunya Orpheus memilih kehidupan seekor
angsa oleh kebenciaannya kepada ras para perempuan, membenci untuk dilahirkan
oleh seorang perempuan karena mereka adalah para pembunuhnya; ia juga memandang
jiwa Thamyras yang memilih kehidupan dari seekor burung nightingale. Burung-burung musikal, di lain pihak, seperti angsa
dan pemusik-pemusik yang lain, ingin menjadi manusia. Jiwa yang memeroleh
undian ke dua puluh memilih kehidupan seekor singa, dan ini adalah jiwa dari
Ajax anak Telamon, yang tidak ingin menjadi manusia, mengingat ketidakadilan yang
diputuskan oleh senjata Achilles. Berikutnya adalah Agamemnon, yang mengambil
kehidupan seekor rajawali, karena seperti Ajax, ia membenci alamiah manusia karena
penderitaan-penderitaannya. Di sekitar pertengahan datang undian dari Atalanta,
yang melihat kemasyhuran seorang Atlet, tidak mampu menahan godaan tersebut:
dan setelah ia jiwa dari Epeus laki-laki anak dari Panopeus memasuki alamiah seorang
perempuan yang terampil di dalam seni-seni; dan jauh di antara yang terakhir
memilih, jiwa dari pelawak Thersites diletakkan kepada bentuk seekor monyet.
Ada datang juga jiwa dari Odysseus belum membuat sebuah pilihan, dan undiannya
kebetulan yang terakhir dari mereka semuanya. Kenangan dari kerja keras yang
dahulu, telah menghalaunya dari ambisi, dan ia berkeliling cukup lama di dalam mencari
kehidupan seorang biasa yang hanya melakukan urusannya sendiri. Ia mendapat
beberapa kesukaran di dalam menemukan ini, yang tergeletak dan diabaikan oleh
setiap orang yang lain. Ketika ia melihatnya, ia berkata bahwa ia akan telah
melakukan pemilihan tersebut andai ia pertama dan bukan terakhir, dan bahwa ia
gembira memilikinya. Dan bukan hanya manusia beralih ke dalam
binatang-binatang, tetapi aku harus juga menyebutkan bahwa ada
binatang-binatang jinak dan liar yang berubah ke dalam satu sama lain dan ke
dalam alamiah-alamiah manusia yang bersesuaian. Yang baik ke dalam yang lembut,
dan yang buruk ke dalam yang buas, di dalam semua macam pencampuran dan penggabungan.”
“Semua jiwa kini telah memilih kehidupan mereka, dan mereka pergi di
dalam aturan dari pilhan mereka kepada Lachesis, yang mengirim mereka
masing-masing bersama, untuk menjadi sebagai pengawal mereka dari
kehidupan-kehidupan mereka dan sebagai pemenuh dari pilihan tersebut, ruh
penuntun yang mereka telah pilih secara acak. Ruh ini menuntun jiwa-jiwa
pertama-tama kepada Clotho, dan menarik mereka ke dalam peredaran kumparan yang disebabkan oleh
tangannya, dengan demikian mensyahkan nasib dari masing-masing; dan kemudian,
ketika mereka dilekatkan kepada ini, membawa mereka kepada Atropos, yang
memutarkan alur-alur tersebut dan membuat mereka tidak bisa diubah, tanpa
memutar kembali mereka lewat di bawah singgasana Keperluan; dan ketika mereka
telah semuanya berlalu, mereka berbaris di bawah panas yang luar biasa menuju
padang Kelupaan, yang adalah sebuah dataran gersang yang miskin pepohonan dan
semua tumbuh-tumbuhan; dan kemudian menuju malam mereka berkemah di tepi sungai
Lethe, yang airnya tidak bisa ditampung, dari ini mereka semua dipaksa minum
sejumlah tertentu, dan mereka yang tidak diselamatkan oleh kebijaksanaan
meminum lebih daripada yang perlu, dan setiap yang meminumnya melupakan semua
hal. Sekarang setelah mereka pergi untuk beristirahat, sekitar tengah malam ada
sebuah badai petir dan gempa bumi, dan kemudian di dalam sekejap mereka didesak
naik di dalam semua cara dari jalan-jalan kepada kelahiran mereka, seperti
bintang-bintang yang jatuh. Ia sendiri terhindar dari meminum air tersebut.
Tetapi di dalam cara apa atau oleh jalan apa ia kembali kepada badannya, ia
tidak bisa mengatakan. Saat pagi, terbangun secara tiba-tiba, ia menemukan
dirinya sendiri terbaring di tumpukan kayu pemakaman.”
“Demikianlah, Glaucon, kisah tersebut telah diselamatkan dan tidak
binasa, dan akan menyelamatkan kita jika kita mematuhi perkataan yang diucapkan,
dan kita harus melewati secara aman sungai Kelupaan dan jiwa kita akan tidak
terkotori. Sementara nasihatku adalah bahwa kita selalu berpegang teguh kepada
jalan surgawi dan selalu mengikuti keadilan dan kebaikan, mempertimbangkan
bahwa jiwa adalah abadi dan mampu menahan setiap macam kebaikan dan setiap
macam keburukan. Demikianlah kita harus hidup menyayangi kepada satu sama lain
dan kepada para dewa, kedua-duanya sementara masih di sini dan ketika, seperti
para pemenang di dalam permainan yang pergi berkeliling untuk mengumpulkan
penghargaan-penghargaan, kita menerima hadiah kita. Kedua-duanya di dalam
kehidupan ini dan di dalam perjalanan seribu tahun, yang aku telah ceritakan
kepadamu, kita harus menjalaniya secara baik.”
Akhir Republik Buku 10.
No comments:
Post a Comment