Wednesday, 11 April 2012

Republik (Buku 4)

Oleh Plato
 


Di sini Adeimantus menyelakan sebuah pertanyaan. “Bagaimana kamu akan menjawab, Socrates,” katanya, “jika seseorang mengatakan bahwa kamu membuat orang-orang ini menyedihkan, dan bahwa mereka adalah penyebab ketidakbahagiaan mereka sendiri. Kota benar-benar milik mereka, tetapi mereka tidak lebih baik. Sementara orang-orang yang lain memeroleh tanah, membangun rumah-rumah yang besar dan bagus, memiliki semua hal yang bagus, bisa mempersembahkan pengorbanan-pengorbanan kepada para dewa, dan mengerjakan kebaikan; terlebih, sebagaimana kamu katakan sekarang, memiliki emas dan perak, dan semua keberuntungan. Tetapi mereka bisa dikatakan dirancang untuk menganggur di dalam kota, seperti tentara bayaran yang hanya berkeliling dan selalu berjaga-jaga?”


“Ya,” aku berkata; “dan kamu mungkin menambahkan bahwa mereka hanya diberi makan, dan tidak dibayar selain makanan mereka, seperti orang-orang yang lain. Sehingga mereka tidak bisa, jika mereka ingin, melakukan sebuah perjalanan bersenang-senang. Mereka tidak memiliki uang untuk dibelanjakan di perempuan-perempuan atau kemewahan yang lain, yang, sebagaimana dunia, dianggap sebagai kebahagiaan. Dan banyak celaan dari alamiah yang sama mungkin ditambahkan.”

“Tetapi,” ia berkata, “biarkan kita menganggap semua ini dimasukkan di dalam tuduhan.”

“Kamu ingin mengetahui,” aku berkata, “apa yang akan menjadi jawabanku?”

“Ya.”

“Jika kita melanjutkan di sepanjang jalur yang dulu, aku percaya,” aku berkata, “kita harus menemukan jawabannya. Dan jawaban kita akan menjadi bahwa, bahkan sebagai mereka adanya, para pengawal kita sangat mungkin menjadi orang-orang yang paling berbahagia; tetapi bahwa tujuan kita di dalam membangun Negara bukanlah kebahagiaan dari satu tingkatan yang khusus, tetapi kebahagiaan yang paling besar dari keseluruhan; kita berpikir bahwa di dalam sebuah Negara yang diperintah dengan sebuah pandangan kepada kebaikan keseluruhan kita harus paling sepertinya untuk menemukan keadilan dan ketidakadilan, di dalam Negara yang diperintah buruk. Setelah menemukan mereka, kita mungkin kemudian menentukan yang mana dari keduanya yang lebih berbahagia. Saat ini, aku memahami, kita membentuk Negara yang berbahagia, bukan potongan makanan, atau membuat beberapa warga berbahagia, tetapi sebagai keseluruhan; dan selanjutnya dan selanjutnya kita akan melanjutkan kepada pandangan dari Negara yang dari macam yang berlawanan. Anggap bahwa kita melukis sebuah patung, dan seseorang mendatangi kita dan berkata, mengapa kalian tidak menempatkan warna yang paling indah di bagian yang paling indah dari badan? mata seharusnya ungu, tetapi kalian membuatnya hitam; kepadanya kita mungkin secara adil menjawab: Tuan, kamu pasti tidak akan mendapati kami mengindahkan mata sehingga bukan lagi menjadi mata; pertimbangkan lebih jika, oleh memberikan ini dan kelengkapan-kelengkapan lain sesuai kadar mereka, kami akan membuat keseluruhan indah. Dan demikianlah aku katakan kepadamu, jangan memaksa kami untuk memberikan kepada para pengawal kami jenis kebahagiaan yang akan membuat mereka bukan lagi menjadi pengawal; karena kami juga bisa mengenakan para petani kami di dalam pakaian istana, dan memasangkan mahkota-mahkota emas di kepala-kepala mereka, dan menawari mereka sampai ke lantai sebanyak yang mereka suka, dan sampai tidak mungkin lebih. Para pengrajin gerabah kami juga mungkin dibiarkan berbaring di dipan-dipan, dan melakukan perayaan di depan perapian, mengelilingkan piala anggur, sementara roda mereka secara nyaman di tangan, dan mengerjakan gerabah sebanyak yang ia suka. Di dalam jalan ini kami mungkin membuat setiap tingkatan berbahagia, dan kemudian, sebagaimana kamu bayangkan, keseluruhan Negara akan berbahagia. Tetapi jangan meletakkan pikiran ini ke dalam kepala-kepala kami, karena jika kami mendengarkanmu, petani akan bukan lagi petani, pengrajin gerabah akan berhenti menjadi pengrajin gerabah, dan tidak seorangpun akan memiliki sifat yang khas di dalam Negara. Sekarang, bukan akibat yang besar di pemburukan masyarakat, saat keinginan untuk menjadi sesuatu yang bukan dirimu, dibatasi kepada para pembuat sepatu; tetapi ketika para pengawal hukum dan pemerintah hanya penampilan dan bukan pengawal-pengawal sejati, kemudian lihatlah bagaimana mereka membolak-balikkan Negara. Kami mengingini para pengawal kami menjadi para penyelamat yang sejati, dan bukan para penghancur Negara, sementara lawan kami memikirkan buruh-buruh di perayaan-perayaan, yang menikmati sebuah kehidupan yang meriah, dan bukan warga yang mengerjakan tugas mereka kepada Negara. Tetapi, jika demikian, kami mengingini hal-hal yang berbeda, dan ia membicarakan sesuatu yang bukan sebuah Negara. Dan karena itu kami harus menimbangkan jika di dalam memilih para pengawal kami, kami memandang kebahagian yang terbesar dari mereka secara sendiri-sendiri, atau jika ajaran kami bukan hanya berada di dalam Negara sebagai keseluruhan. Tetapi yang terakhir menjadi kebenaran, kemudian para pengawal kami dan pasukan tambahan, dan semua yang lainnya secara setara dengan mereka, harus dipaksa atau dibujuk untuk mengerjakan pekerjaan mereka sendiri di dalam jalan yang paling baik. Dan dengan demikian keseluruhan Negara akan tumbuh di dalam sebuah pemerintahan yang terhormat, dan beberapa tingkatan akan meneriman takaran kebahagiaan yang alam berikan kepada mereka.”

“Menurutku kamu cukup benar.”

“Aku membayangkan jika kamu akan setuju dengan penandaan lain yang tampak kepadaku.”

“Apa?”

“Pertimbangkan jika ini adalah hal-hal yang memburukkan seni dan juga mengacaukannya.”

“Apa mereka?”

“Kekayaan,” aku berkata, “dan kemiskinan.”

“Bagaimana mereka bertindak?”

“Proses tersebut sebagai berikut. Ketika seorang pengrajin gerabah menjadi kaya, apakah menurutmu, ia akan tetap mengerjakan seninya?”

“Tentu saja tidak.”

“Ia akan tumbuh lebih lamban dan kurang memperhatikan.”

“Sangat benar.”

“Dan hasilnya, ia menjadi pengrajin gerabah yang lebih buruk?”

“Ya, ia secara besar terburukkan.”

“Tetapi, di lain pihak, jika ia tidak ada memiliki uang, dan tidak bisa menyediakan peralatan atau perlengkapan-perlengkapan untuk seni dirinya, ia akan bekerja secara lebih buruk, dan juga memburukkan anak-anaknya atau pembantu-pambantunya.”

“Tentu saja.”

“Kemudian, di bawah pengaruh kemiskinan dan kekayaan, para pekerja dan pekerjaan mereka sama-sama bisa terburukkan?”

“Terbukti.”

“Di sini, sebuah penemuan dari keburukan-keburukan yang baru,” aku berkata, “yang harus diawasi oleh para pengawal kita, atau mereka akan merayap ke dalam kota kita tanpa terlihat.”

“Keburukan-keburukan apa?”

“Kekayaan dan kemiskinan. Satu adalah orang-tua dari kemewahan dan kelambanan, dan yang lainnya kekejaman dan keganasan, dan kedua-duanya dari ketidakpuasan.”

“Benar,” ia menjawab. “Tetapi masih aku harus suka mengetahui, Socrates, bagaimana kota kita yang tidak memiliki kekayaan akan mampu pergi berperang, terutama melawan suatu musuh yang kaya dan kuat.”

“Akan sukar,” aku menjawab, “untuk berperang dengan satu musuh yang demikian, tetapi lebih mudah jika melawan dua.”

“Bagaimana bisa?” ia bertanya.

“Pertama-tama,” aku berkata, “jika kita harus bertarung, pihak kita akan menjadi para atlet perang, yang melawan pasukan orang kaya.”

“Itu benar,” ia berkata.

“Dan tidakkah kamu menganggap, Adeimantus, bahwa satu petinju yang sempurna di dalam seninya akan mudah menandingi dua orang gemuk yang bukan petinju?”

“Sukar, jika mereka mendatanginya sekaligus.”

“Apa, tidak,” aku berkata, “jika ia mampu mundur dan kemudian kembali lagi dan memukul satu yang pertama datang? Dan anggap ia melakukan ini beberapa kali di bawah terik matahari yang membakar, bukankah ia yang ahli, mungkin menandingi lebih daripada satu orang yang gemuk?”

“Tentu saja,” ia berkata, “tidak akan ajaib.”

“Bahkan orang-orang kaya tidak mungkin memiliki keunggulan yang lebih besar di dalam ilmu dan pengerjaan tinju daripada yang mereka miliki di dalam mutu-mutu ketentaraan.”

“Cukup benar.”

“Kemudian kita mungkin beranggapan bahwa para atlet kita akan mampu bertarung dengan dua atau tiga kali dari jumlah mereka sendiri?”

“Aku setuju denganmu,” ia berkata; “menurutku kamu benar.”

“Dan anggap bahwa, sebelum berperang, para warga kita mengirimkan duta kepada satu dari dua kota, memberitahukan mereka hal yang sebenarnya, ‘Kami tidak memiliki dan tidak diizinkan memiliki perak dan emas, tetapi kamu mungkin; kalian karena itu datang dan bantulah kami di dalam perang, dan ambillah barang-barang jarahan dari kota lain.’ Siapa, ketika mendengar kata-kata ini, yang akan memilih melawan anjing-anjing kurus yang sigap, daripada dengan anjing-anjing di sisi mereka, melawan domba yang gemuk dan lembut?”

“Pertimbangkan lagi jika perhimpunan dari semua kekayaan Negara-negara lain ke dalam satu bisa memberikan bahaya kepada satu Negara miskin.”

“Tetapi betapa sederhana kamu menggunakan kata ‘Negara’ kepada semuanya kecuali kepada kita sendiri.”

“Apa yang harus kita katakan?”

“Kamu harus membicarakan Negara lain sebagai jamak. Tidak satupun dari mereka adalah sebuah kota, tetapi banyak kota, sebagaimana mereka katakan di dalam permainan. Karena kota manapun, betapapun kecil, benar-benar terbagi ke dalam dua, kota dari yang kaya, dan kota dari yang miskin; ini berperang satu sama lain; dan di dalam masing-masing mereka ada banyak bagian yang lebih kecil, dan kamu akan bersalah jika memperlakukan mereka sebagai sebuah Negara tunggal. Tetapi jika kamu berniaga dengan mereka sebagai jamak, dan memberikan kekayaan atau kekuatan atau orang-orang dari yang satu kepada yang lainnya, kamu akan selalu memiliki banyak teman dan bukan musuh. Dan Negaramu, sementara pemerintahan bijaksana yang sekarang digambarkan tetap ada di dalamnya, akan menjadi yang terbesar dari Negara-negara, maksudku bukan di dalam nama baik atau penampilan, tetapi di dalam perbuatan dan kebenaran, walaupun ia memiliki tidak lebih daripada seribu pembela. Satu Negara dari ukuran ini, yaitu yang benar-benar satu, akan sukar kamu temukan, di antara Yunani ataupun barbar, walaupun banyak yang tampak sama besar dan beberapa kali lebih besar.”

“Benar,” katanya.

“Dan apa,” aku berkata, “yang akan menjadi batas terbaik untuk para pemimpin kita tetapkan ketika mereka mempertimbangkan ukuran Negara dan jumlah wilayah yang mereka akan termasuk-kan, dan yang di luarnya mereka akan tidak pergi?”

“Batas apa yang kamu akan ajukan?”

“Aku akan membiarkan Negara meningkat bertetapan dengan kesatuan, tidak lebih jauh.”

“Sangat baik,” ia berkata.

“Di sini kemudian,” aku berkata, “perintah yang lain yang akan diarahkan kepada para pengawal kita. Biarkan kota kita diperhitungkan tidak besar ataupun kecil, tetapi satu dan mampu mencukupi dirinya sendiri.”

“Dan secara yakin,” katanya, “ini sebuah perintah mudah untuk mereka.”

“Dan yang lainnya,” kataku, “yang kita telah bicarakan sebelumnya adalah masih lebih ringan. Maksudku, tugas menurunkan keturunan para pengawal ketika rendah, dan mengangkat ke dalam peringkat para pengawal keturunan dari tingkat-tingkat yang lebih rendah, ketika unggul secara alamiah. Tujuannya adalah, supaya para warga secara umum, masing-masing diri harus diletakkan ke dalam manfaat yang alam anugerahkan kepada mereka, seorang kepada satu pekerjaan, kemudian setiap orang akan melakukan urusannya sendiri, dan menjadi satu dan bukan banyak. Sehingga keseluruhan kota akan menjadi satu dan bukan banyak.”

“Ya,” ia berkata, “ini bahkan lebih ringan.”

“Hal-hal ini, Adeimantus yang baik, bukanlah sebagaimana mungkin dianggap, sejumlah ajaran yang besar dan sukar yang kita limpahkan kepada mereka, tetapi mereka semuanya mudah, menugaskan mereka mengawal, satu hal besar; atau biarkan kita tidak menyebut besar tetapi mencukupi.”

“Apa?” ia bertanya.

“Pendidikan,” aku berkata, “dan pengasuhan. Jika warga kita terdidik secara baik, dan tumbuh menjadi orang-orang yang waras, mereka akan secara mudah melihat jalan mereka melalui semua ini, sebaik persoalan-persoalan lain yang aku abaikan. Misalnya, pemilikan terhadap perempuan dan pernikahan dan peranakan, yang akan semuanya mengikuti ajaran umum bahwa semua teman memiliki hal-hal yang sama, sebagaimana kata peri-bahasa.”

“Itu akan menjadi jalan yang paling baik.”

“Juga,” aku berkata, “Negara, jika sekali dimulai secara baik, akan di dalam lingkaran pertumbuhan. Karena pengasuhan yang baik dan pendidikan yang baik jika terjaga akan menciptakan manusia-manusia yang baik, dan selanjutnya meningkat ke dalam manusia-manusia yang lebih baik daripada para pendahulunya, kedua-duanya untuk tugas-tugas dan penghasilan keturunan sebagaimana terjadi juga di antara binatang-binatang.”

“Sangat mungkin,” ia berkata.

“Untuk merangkum. Inilah titik yang kepadanya, di atas semuanya, perhatian para pemimpin kita harus diarahkan, bahwa musik dan senam dipertahankan di dalam bentuk asli mereka, dan tidak ada perubahan baru dilakukan. Ketika siapapun mengatakan bahwa manusia paling menghargai lagu terbaru yang melayang di bibir penyanyi, mereka akan khawatir bahwa ia mungkin bukan memuji lagu-lagu yang baru, tetapi suatu macam lagu yang baru; dan ini harus tidak dipuji, atau dianggap sebagai maksud dari sang penyair; karena perubahan bentuk musikal adalah penuh bahaya kepada keseluruhan Negara, dan harus dilarang. Demikianlah Damon meyakininya, dan aku bisa cukup memercayainya; ia berkata bahwa ketika gaya musik berubah, Negara selalu berubah bersama mereka.”

“Ya,” kata Adeimantus; “dan masukkan aku juga di dalam yang percaya.”

“Di sinilah,” aku berkata, “di dalam musik, para pengawal kita harus membangun rumah jaga dan pos pengawasan mereka?”

“Ya,” ia berkata; “tidak-berhukum yang kamu bicarakan terlalu secara mudah menyusup.”

“Ya,” aku menjawab, “karena di dalam bentuk penghiburan, dan di pandangan pertama ia tampak tidak menyakiti.”

“Mengapa, ya,” ia berkata, “dan tidak ada sakit; andaikan ia bukan sedikit demi sedikit semangat perizinan ini menemukan rumah, tidak terasa menyusup ke dalam cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan. Dari sana, bergerak dengan kekuatan yang lebih besar, ia menyerang perjanjian-perjanjian antara orang dan orang, dan dari perjanjian-perjanjian menuju hukum dan undang-undang, di dalam kecerobohan yang sama sekali, berujung akhirnya, Socrates, dengan menumbangkan semua hak, pribadi ataupun umum.”

“Apakah itu benar?” aku berkata.

“Itu adalah kepercayaanku,” ia menjawab.

“Kemudian, sebagaimana kita telah katakan di permulaan, pemuda kita harus dilatih di dalam sebuah aturan yang lebih ketat, karena jika hiburan-hiburan menjadi tidak berhukum, dan para pemuda sendiri menjadi tidak berhukum, mereka akan tidak pernah tumbuh menjadi warga-warga yang terarahkan baik dan terhormat.”

“Benar,” katanya.

“Dan ketika mereka telah membuat sebuah permulaan yang baik di dalam permainan, dan oleh pertolongan musik telah meraih kebiasaan dari aturan baik, kemudian kebiasaan dari aturan ini, di dalam sebuah cara yang berlawanan dengan permainan yang tidak berhukum, akan menemani mereka di dalam semua tindakan mereka dan menjadi ajaran bertumbuh untuk mereka, dan mengembalikan dan mendirikan kembali apapun yang tumbang di dalam Negara yang dari macam yang lain.”

“Benar.”

“Terdidik demikian, mereka akan menemukan untuk diri mereka sendiri aturan-aturan yang lebih rendah yang para pendahulu mereka telah semuanya melalaikan.”

“Apa maksudmu?”

“Maksudku hal-hal semacam ini. Ketika pemuda harus diam di hadapan para tetua mereka, cara mereka mempertunjukkan penghormatan kepada mereka dengan berdiri dan mendudukkan mereka, penghormatan kepada orang-tua, kain-kain atau sepatu-sepatu yang akan dikenakan, cara merias rambut, sikap dan adab-adab di dalam umum. Kamu akan setuju denganku?”

“Ya.”

“Tetapi untuk mengundang-undangkan persoalan-persoalan semacam demikian, menurutku akan konyol. Hukum semacam demikian akan tidak dipatuhi juga tidak bertahan, hanya tertulis di dalam kata-kata di atas kertas.”

“Mustahil.”

“Tampaknya, Adeimantus, arah awal pendidikan seseorang, akan menentukan kehidupan masa depannya. Bukankah yang serupa selalu menarik yang serupa?”

“Yakin demikian.”

“Hasil akhir, aku menduga, kita akan katakan sebagai hasil yang lengkap dan hebat dari yang mungkin baik atau kebalikannya?”

“Tentu saja.”

“Untuk alasan ini,” aku berkata, “aku harus tidak berusaha lebih jauh untuk mengundang-undangkan mereka.”

“Cukup secara alamiah,” ia menjawab.

“Apa, demi nama langit, tentang perniagaan-perniagaan, kesepakatan-kesepakatan yang biasa di antara manusia satu sama lain di agora, atau lagi tentang perjanjian-perjanjian dengan permulaan para pengrajin; tindakan-tindakan untuk bahasa buruk tentang cela dan luka, pemenuhan sumpah, dan penunjukan juri-juri, yang kamu akan katakan? mungkin ada juga bangkit pertanyaan-pertanyaan tentang tipu-tipuan dan penyulingan-penyulingan dari pasar dan pelabuhan yang kepadanya mungkin diperlukan, dan di dalam umum tentang peraturan-peraturan dari pasar-pasar, polisi, pelabuhan-pelabuhan, dan sebagainya. Haruskah kita merendahkan diri melegislasi apapun dari yang semacam ini?”

“Menurutku,” ia berkata, “akan tidak pantas memberikan penentuan hukum-hukum tentang mereka kepada orang-orang yang terhormat. Hukum-hukum yang dibutuhkan untuk hal-hal semacam ini akan mereka temukan secara mudah.”

“Ya,” aku berkata, “temanku, jika dewa menjaga untuk mereka hukum-hukum yang kita telah berikan kepada mereka.”

“Jika tidak,” kata Adeimantus, “mereka akan selama-lamanya membuat dan memperbaiki hukum-hukum mereka dan kehidupan-kehidupan mereka demi memeroleh kesempurnaan.”

“Kamu akan membandingkan mereka,” aku berkata, “kepada orang-orang yang tidak pernah tepat yang, tidak memiliki pengendalian diri, yang akan tidak menanggalkan kebiasaan-kebiasaan mereka yang tidak bersahaja?”

“Secara tepat.”

“Ya,” aku berkata, “dan sebuah kehidupan menyenangkan yang mereka jalani. Mereka selalu memeriksa dan meningkatkan dan merumitkan kekeliruan-kekeliruan mereka, dan mereka selalu meyakini bahwa mereka akan disembuhkan oleh obat-ajaib apapun yang siapapun menyarankan untuk mereka coba.”

“Kejadian-kejadian yang sangat umum,” ia berkata, “dengan orang-orang yang tidak pernah tepat semacam ini.”

“Ya,” aku menjawab. “Dan yang paling memukau adalah bahwa mereka menganggap sebagai musuh yang paling buruk ia yang memberitahukan kebenaran kepada mereka, bahwa kecuali mereka berhenti makan dan minum dan bermain perempuan dan berleha-leha, tidak ada obat juga tidak ada pembedahan juga tidak ada jimat juga tidak ada ramuan lain yang akan mujarab.”

“Memukau!” ia menjawab. “Aku melihat tidak ada apapun yang memukau di dalam marah dengan seseorang yang memberitahukanmu kebenaran.”

“Kamu tidak tampak sebagai pengagum orang-orang semacam demikian.”

“Secara yakin tidak.”

“Juga tidak, jika sebuah Negara, sebagaimana baru saja kita katakan, bertindak seperti orang-orang yang aku baru saja gambarkan. Bukankah ada Negara-negara yang berpemerintahan-buruk yang di dalamnya para warga dilarang di bawah ancaman hukuman mati untuk menegakkan perundang-undangan mereka; dan bahkan ia yang paling secara manis menerima mereka yang hidup di bawah pemerintahan ini dan menuruti mereka dan memilih mereka dan memiliki keahlian di dalam menjaga dan memuaskan perasaan-perasaan mereka; ia akan dianggap sebagai orang baik yang bijaksana di dalam hal-hal penting, seorang negarawan yang besar?”

“Ya,” ia berkata. “Negara-negara tersebut seburuk orang-orang tersebut. Aku sangat jauh dari memuji mereka.”

“Tetapi apakah kamu tidak mengagumi,” aku berkata, “ketenangan dan kelihaian dari para pelaku korupsi politik ini?”

“Ya,” katanya, “aku melakukan, tetapi bukan semua mereka. Ada beberapa yang berdelusi dan memercayai bahwa mereka benar-benar negarawan karena tepuk tangan orang banyak, dan ini tidak terlalu untuk dikagumi.”

“Apa maksudmu?” kataku, “kamu harus lebih memiliki perasaan untuk mereka. Ketika satu orang tidak bisa mengukur, dan banyak yang lainnya yang tidak bisa mengukur menyatakan bahwa ia setinggi empat cubit, bisakah ia tidak memercayai perkataan mereka?”

“Tidak,” katanya, “tentu saja tidak di dalam hal tersebut.”

“Baik, kemudian, jangan marah dengan mereka; untuk bukankah mereka sebaik seorang pemain, mencoba tangan mereka di perombakan-perombakan yang remeh sebagaimana aku telah gambarkan? Mereka selalu meyakini bahwa oleh pengundang-undangan mereka akan mengakhiri kekacauan-kekacauan di dalam perjanjian-perjanjian, dan kebodohan-kebodohan lain yang aku telah sebutkan, tidak mengetahui bahwa mereka di dalam kenyataan memenggal kepala-kepala hydra?

“Ya,” ia berkata; “itu benar-benar yang mereka lakukan.”

“Aku mendapati,” aku berkata, “bahwa pe-legislasi yang sejati akan tidak menyulitkan dirinya sendiri dengan tingkatan pengundang-undangan ini tentang hukum-hukum ataupun undang-undang di dalam sebuah Negara yang ber-pemerintah-an-buruk ataupun di dalam Negara yang ber-pemerintah-an baik. Karena di dalam yang lebih awal mereka agak tidak berguna, dan di dalam yang akhir akan tidak ada kesukaran di dalam memikirkan mereka, dan banyak yang akan secara alamiah mengalir dari peraturan-peraturan kita yang sebelumnya.”

“Apa,” ia berkata, “yang tersisa untuk kita dari pekerjaan pengundang-undangan?”

“Tidak ada untuk kita,” aku menjawab; “tetapi kepada Apollo, dewa dari Delphi, di sana tinggal perintah yang paling besar dan paling terhormat dan paling tinggi dari semua hal.”

“Yang manakah mereka?” ia bertanya.

“Pendirian kuil-kuil dan pengorbanan-pengorbanan, dan keseluruhan pelayanan kepada para dewa, demigods, dan para pahlawan; juga perintah penyimpanan orang mati, dan upacara-upacara yang akan teramati oleh ia yang akan mendamaikan para penghuni dinia bawah. Ini adalah persoalan-persoalan yang kita sendiri adalah jahil, dan sebagai para pendiri dari sebuah kota kita harus tidak bijaksana di dalam memercayakan mereka kepada siapapun penerjemah kecuali dewa kita. Ia adalah dewa yang duduk di tengah, di pusat bumi, dan ia adalah penerjemah agama kepada seluruh manusia.”

“Kamu benar, dan kita akan melakukan sebagaimana yang kamu ajukan.”

“Tetapi di mana, di tengah semua ini, keadilan? anak Ariston, katakanlah kepadaku di mana. Sekarang bahwa kota kita telah dibuat berpenduduk, nyalakanlah sebuah lilin dan carilah, dan gaet saudaramu dan Polemarchus dan keseluruhan teman kita untuk menolong, dan biarkan kita melihat di mana di dalamnya kita bisa menemukan keadilan dan di mana ketidakadilan, dan di dalam apa mereka berbeda satu sama lain, dan yang mana dari mereka sehingga manusia akan berbahagia, terlihat ataupun tidak terlihat oleh para dewa dan manusia.”

“Omong kosong,” kata Glaucon, “bukankah kamu berjanji akan mencari sendiri, kamu mengatakan bahwa untukmu, tidak menolong keadilan di dalam kebutuhannya akan menjadi sebuah ke-tidak-saleh-an?”

“Aku tidak menyangkal bahwa aku mengatakan demikian, dan sebagaimana kamu mengingatkanku, aku akan sebaik perkataanku. Tetapi kalian harus bergabung.”

“Kami akan bergabung”, ia menjawab.

“Baik, kemudian, aku berharap membuat penemuan tersebut di dalam jalan ini: aku bermaksud memulai dengan anggapan bahwa Negara kita, jika diperintah secara benar, adalah sempurna.”

“Itu paling pasti.”

“Dan sempurna, sehingga bijaksana dan berani dan bersahaja dan adil.

“Itu juga jelas.”

“Dan jika manapun dari mutu-mutu ini kita temukan di dalam Negara, yang tidak ditemukan akan menjadi sisanya?”

“Sangat baik.”

“Jika ada empat hal, dan kita mencari satu dari mereka, di manapun ia mungkin berada, satu yang dicari tersebut mungkin diketahui oleh kita dari pertama, dan akan tidak ada kesukaran yang lebih jauh. Atau kita mungkin mengetahui tiga yang lainnya pertama-tama, dan kemudian yang ke empat akan secara jelas menjadi satu yang tersisa.”
“Benar,” ia berkata.

“Dan bukankah cara yang serupa di pengejaran tentang kebaikan-kebaikan, yang juga sejumlah empat?”

“Secara jelas.”

“Terlebih, yang pertama terlihat dari kebaikan-kebaikan di dalam Negara adalah kebijaksanaan, dan ada sebuah kekhasan yang khusus tentangnya.”

“Apa?”

“Negara yang kita telah gambarkan dikatakan sebagai bijaksana sebagai baik di dalam pembimbingan?”
“Benar.”

“Dan pembimbingan yang baik adalah secara jelas satu macam pengetahuan, karena bukan oleh kejahilan, tetapi oleh pengetahuan, orang-orang melakukan pembimbingan secara baik?”

“Secara jelas.”

“Dan pengetahuan di dalam sebuah Negara adalah banyak dan beragam?”

“Tentu saja.”

“Ada pengetahuan tukang kayu; tetapi apakah macam pengetahuan yang demikian yang memberikan sebuah kota gelar bijaksana dan baik di dalam pembimbingan?”

“Secara jelas bukan. Itu akan hanya memberikan sebuah kota nama baik di dalam kemampuan di dalam per-tukang-kayu-an.”

“Kemudian sebuah kota bukan disebut bijaksana karena memiliki sebuah pengetahuan yang membimbing paling baik tentang barang-barang kayu?”

“Tentu saja tidak.”

“Juga tidak oleh alasan pengetahuan yang memberikan nasihat-nasihat tentang guci-guci perunggu, juga bukan karena memiliki apapun yang lain pengetahuan yang serupa?”

“Tidak ada apapun dari mereka,” ia berkata.

“Juga tidak bahkan oleh alasan dari sebuah pengetahuan menanami bumi. Itu akan memberikan kota nama dari pertanian?”

“Ya.”

“Baik,” aku berkata, “dan adakah suatu pengetahuan di antara para warga di dalam Negara kita yang baru terbangun, yang menasihatkan bukan tentang suatu hal yang khusus di dalam Negara, tetapi tentang keseluruhan, dan mempertimbangkan bagaimana Negara bisa paling baik berniaga dengan dirinya sendiri dan dengan Negara-negara yang lain?”

“Tentu saja ada.”

“Dan pengetahuan apa, dan di antara siapa ditemukan?” aku bertanya.

“Ia adalah pengetahuan para pengawal,” ia menjawab, “dan ditemukan di antara mereka yang kita baru saja gambarkan sebagai para pengawal yang sempurna.”

“Dan apa nama yang kota terima dari memiliki pengetahuan semacam ini?”

“Nama dari kebaikan di dalam pembimbingan dan benar-benar bijaksana.”

“Tingkatan yang manakah menurutmu lebih banyak di dalam Negara kita, para pengawal sejati ini ataukah pandai besi?”

“Pandai besi,” ia menjawab, “akan jauh lebih banyak.”

“Bukankah para pengawal akan menjadi yang paling kecil dari tingkatan-tingkatan yang menerima sebuah nama dari ke-pemilik-an semacam pengetahuan demikian?”

“Yang paling kecil.”

“Disebabkan oleh bagian atau tingkatan yang paling kecil, dan dari pengetahuan yang bertempat di dalam bagian yang memimpin dan mengatur dari dirinya sendiri ini, keseluruhan Negara, tersusun demikian berdasarkan kepada alam, akan menjadi bijaksana; dan ini, yang memiliki satu-satunya pengetahuan yang bernilai untuk disebut sebagai kebijaksanaan, telah dikenakan oleh alam kepada yang terkecil dari seluruh tingkatan.”

“Benar.”

“Demikianlah. Alamiah dan tempat di dalam Negara, satu dari empat kebaikan, telah, bagaimanapun atau lainnya, ditemukan.”

“Dan di dalam pendapatku yang sederhana, ditemukan secara sangat memuaskan,” ia menjawab.

“Lagi,” aku berkata, “tidak ada kesukaran di dalam melihat alamiah keberanian; dan di dalam bagian apa mutu itu tinggal yang memberikan nama pemberani kepada Negara.”

“Bagaimana maksudmu?”

“Siapa,” aku berkata, “yang menyebut Negara manapun sebagai pemberani atau pengecut, akan memandang bagian selain dari yang akan bertarung dan pergi berperang demi keselamatan Negara tersebut?”

“Tidak seorangpun,” ia menjawab.

“Keseluruhan warga mungkin pemberani atau mungkin pengecut, tetapi keberanian atau ke-pengecut-an mereka akan tidak, sebagaimana aku memahami, memiliki pengaruh di dalam membuat kota menjadi satu atau yang lainnya.”

“Memang tidak.”

“Kota akan menjadi pemberani di dalam kebaikan dari sebuah takaran dari dirinya sendiri yang menjaga, di bawah semua keadaan, pendapat tentang alamiah dari hal-hal yang akan ditakuti dan yang tidak untuk ditakuti yang di dalamnya pelegislasi kita mendidik mereka; dan ini adalah yang kamu anggap sebagai keberanian.”

“Aku harus suka mendengar hal yang kamu katakan sekali lagi, karena aku tidak merasa secara sempurna memahamimu.”

“Maksudku, keberanian adalah suatu macam penyelamatan.”

“Penyelamatan dari apa?”

“Dari pendapat yang mempertimbangkan hal-hal yang untuk ditakuti, apa mereka dan dari alamiah apa, yang hukum tanamkan melalui pendidikan. Maksudku dengan kata-kata 'di bawah semua keadaan' adalah untuk menekankan bahwa di dalam sakit atau kenikmatan, atau di bawah pengaruh gairah atau rasa takut, seseorang menjaga, dan tidak melepaskan pendapat ini. Haruskah aku memberikan penggambaran?”

“Jika kamu suka.”

“Kamu mengetahui,” aku berkata, “bahwa para pencelup, ketika mereka ingin mencelup wol untuk membuat ungu-laut yang benar, memulai dengan memilih warna putih pertama-tama; ini mereka siapkan dan perbaiki dengan banyak perhatian dan rasa lelah, supaya dasar putih tersebut mungkin menerima warna ungu di dalam kesempurnaan yang penuh. Pencelupan kemudian berlanjut, dan apapun yang dicelup di dalam cara ini menjadi berwarna lekat, dan tidak ada pencucian, dengan alkali ataupun tanpa mereka, yang bisa melunturkan warna tersebut. Tetapi, ketika dasar tersebut tidak secara baik disiapkan, kamu akan mendapati betapa berkekurangan kelihatannya, ungu ataupun warna lain.”

“Ya,” ia berkata; “mereka memiliki sebuah penampilan terbilas dan konyol.”

“Kemudian sekarang,” aku berkata, “kamu akan memahami perhatian kita di dalam memilih para tentara kita, dan mendidik mereka di dalam musik dan senam. Kita sedang mempersiapkan melakukan pencelupan dari hukum-hukum di dalam kesempurnaan, dan warna dari pendapat mereka tentang bahaya-bahaya dan setiap pendapat yang lain akan menjadi tidak bisa hilang, terlekatkan oleh pengasuhan dan pelatihan mereka. Akan tidak terbilas oleh semacam alkali yang memiliki kekuatan dahsyat untuk membilas keyakinan-keyakinan, kenikmatan adalah pelarut yang jauh lebih mampu daripada soda atau alkali manapun untuk mengerjakan ini, atau oleh kesedihan, rasa takut, dan gairah, yang jelas lebih kuat daripada semua pelarut. Kekuatan di dalam jiwa ini, kekuatan yang menjaga pendapat bersesuaian dengan hukum tentang bahaya-bahaya yang nyata dan yang salah, aku sebut dan aku terima sebagai keberanian, kecuali kamu tidak setuju.”

“Tetapi aku setuju,” ia menjawab; “karena aku menganggapmu bermaksud tidak memasukkan keberanian yang tidak diajarkan, semacam yang dari binatang liar atau dari seorang budak. Ini, di dalam pendapatmu, bukanlah keberanian yang hukum terima, dan harus memiliki nama yang lain.”

“Paling secara pasti.”

“Baik, kemudian aku mungkin menerima ini sebagai keberanian?”

“Mengapa, ya,” kataku, “kamu mungkin, dan jika kamu menambahkan kata-kata 'dari seorang warga.' Suatu saat kita akan mendiskusikannya secara lebih penuh, tetapi di saat ini kita tidak sedang mencari ini tetapi keadilan; dan untuk tujuan pencarian kita kita telah mengatakan cukup.”

“Kamu benar,” ia menjawab.

“Dua kebaikan lagi yang harus ditemukan di dalam Negara, pertama kesahajaan, dan kemudian keadilan yang adalah ujung dari pencarian kita.”

“Sangat benar.”

“Sekarang, bisakah kita menemukan keadilan tanpa menyulitkan diri kita sendiri tentang kesahajaan?”

“Aku tidak tahu bagaimana itu bisa diselesaikan,” ia berkata, “juga tidak aku mengharapkan bahwa keadilan dibawa kepada cahaya dan kesahajaan hilang dari pandangan, dan karena itu aku berharap bahwa kamu akan melakukan kebaikan kepadaku mempertimbangkan kesahajaan pertama-tama.”

“Tentu saja aku akan sangat salah jika tidak menginginkannya.”

“Kemudian pertimbangkanlah,” ia berkata.

“Ya,” aku menjawab; “aku akan mempertimbangkannya; dan sejauh yang di saat ini aku bisa lihat, kebaikan dari kesahajaan memiliki lebih banyak alamiah dari harmoni dan simfoni daripada yang sebelumnya.”

“Mengapa demikian?” ia bertanya.

“Kesahajaan,” aku menjawab, “adalah memerintah atau mengendalikan kenikmatan-kenikmatan dan gairah-gairah tertentu; ini cukup secara mengherankan dinyatakan di dalam perkataan 'seseorang menjadi tuan dari dirinya sendiri' dan jejak-jejak lain dari pernyataan yang serupa mungkin ditemukan di dalam bahasa.”

“Tidak ragu,” ia berkata.

“Ada sesuatu yang konyol di dalam ungkapan 'tuan dari dirinya sendiri'; karena sang tuan juga adalah sang pelayan dan sang pelayan sang tuan; dan di dalam semua cara berbicara ini orang yang sama ditunjukkan.”

“Tentu saja.”

“Maksudnya adalah, aku percaya, bahwa di dalam jiwa manusia ada sebuah bagian yang lebih baik dan sebuah bagian yang lebih buruk; dan ketika yang lebih baik mengendalikan yang lebih buruk, kemudian seseorang dikatakan menjadi tuan dari dirinya sendiri; dan ini adalah sebentuk pujian. Tetapi ketika, disebabkan oleh pendidikan atau pertemanan yang buruk, bagian yang lebih baik, yang juga adalah yang lebih kecil, tertandingi oleh kerumunan yang lebih besar dari yang lebih buruk, menurutku ungkapan tersebut melakukan pendekatan ini, seseorang disalahkan dan disebut sebagai budak dari dirinya sendiri dan tidak terajar.”

“Ya, ada alasan di dalam itu.”

“Dan sekarang,” aku berkata, “lihatlah kepada Negara kita yang baru diciptakan, dan di sana kamu akan menemukan satu dari dua keadaan ini; untuk Negara, sebagaimana kamu akan menerima, mungkin secara adil disebut sebagai tuan dari dirinya sendiri, jika kata-kata 'kesahajaan' dan 'pertuanan-diri' benar-benar mengungkapkan pengaturan dari yang lebih baik terhadap yang lebih buruk.”

“Ya,” ia berkata, “aku melihat bahwa yang kamu katakan adalah benar.”

“Biarkan aku lebih jauh mengatakan bahwa kerumunan dari bermacam-macam kenikmatan-kenikmatan dan gairah-gairah dan sakit-sakit, secara umum ditemukan di dalam anak-anak dan para perempuan dan pelayan-pelayan, dan di dalam orang merdeka yang dari tingkatan yang paling rendah.”

“Tentu saja,” katanya.

“Sementara gairah-gairah yang sederhana dan bersahaja yang mengikuti alasan, dan di bawah tuntunan pikiran dan pendapat yang benar, ditemukan di dalam yang sedikit, dan mereka yang terlahir paling baik dan dididik paling baik.”

“Benar.”

“Dua ini, sebagaimana kamu mungkin memperhatikan, memiliki sebuah tempat di dalam Negara kita. Ada penguasaan terhadap gairah-gairah yang kasar dari yang banyak, oleh kebijaksanaan yang ada di dalam yang terhormat yang sedikit.”

“Itu aku memperhatikan,” ia berkata.

“Kemudian jika ada kota apapun yang mungkin digambarkan sebagai tuan dari kenikmatan-kenikmatan dan gairah-gairahnya sendiri, dan tuan dari diriya sendiri, kota kita mungkin memiliki semacam gelar demikian?”

“Tentu saja,” ia menjawab.

“Ia mungkin juga disebut sebagai bersahaja, dan untuk alasan yang sama?”

“Ya.”

“Dan jika ada Negara yang di dalamnya para pemimpin dan rakyat bersetuju kepada pertanyaan tentang siapa yang akan memimpin, itu lagi adalah kota kita? Dan para warga yang bersetuju demikian di antara diri mereka sendiri, di dalam tingkatan apakah kesahajaan akan ditemukan? di dalam para pemimpin ataukah di dalam rakyat?”

“Di dalam kedua-duanya, sebagaimana aku harus membayagkan,” ia menjawab.

“Apakah kamu mengamati bahwa kita tidak jauh bersalah di dalam dugaan kita bahwa kesahajaan adalah suatu macam harmoni?”

“Mengapa demikian?”

“Mengapa, karena kesahajaan tidaklah seperti keberanian dan kebijaksanaan, masing-masing tiggal di satu bagian saja, satu membuat Negara bijaksana dan yang lainnya pemberani. Tidak demikian dengan kesahajaan, yang meluas kepada keseluruhan, dan mengalir melalui semua derajat, dan menghasilkan harmoni dari yang lebih lemah dan yang lebih kuat dan tingkatan pertengahan, jika kamu menganggap mereka lebih kuat atau lebih lemah di dalam kebijaksanaan atau kekuatan atau jumlah kekayaan, atau apapun yang lain. Paling benar kemudian mungkin kita menganggap kesahajaan sebagai persetujuan dari yang secara alamiah lebih tinggi dan yang lebih rendah, sebagaimana kepada hak memimpin dari, kedua-duanya di dalam Negara-negara dan masing-masing orang.”

“Aku secara keseluruhan setuju denganmu.”

“Dan demikianlah, kita mungkin menganggap tiga dari empat kebaikan telah ditemukan di dalam Negara kita. Yang terakhir dari mutu-mutu tersebut yang membuat sebuah Negara baik haruslah keadilan, jika saja kita mengetahuinya.”

“Kesimpulan yang jelas.”

“Saatnya kemudian telah tiba, Glaucon, ketika, seperti para pemburu, kita harus mengelilingkan tutupan, dan memandang tajam supaya keadilan tidak menyusup dan lepas dari kita dan hilang dari pandangan kita; untuk di luar sebuah keraguan ia adalah di suatu tempat di dalam negeri: awasilah karena itu dan berusahalah melihatnya, dan jika kamu melihatnya pertama, biarkan aku mengetahui.”

“Semoga aku bisa! tetapi kamu harus menghargaiku lebih sebagai seorang pengikut yang memiliki mata yang hanya cukup untuk melihat apa yang kamu tunjukkan, itulah yang paling banyak yang aku melakukannya baik.”

“Berdoalah denganku dan ikutlah.”

“Aku akan melakukannya, tetapi kamu harus menunjukkan jalan.”

“Di sini tidak ada jalur, dan hutan adalah gelap dan membingungkan, sukar dilalui.”

“Biarkan kita melanjutkan.”
Aku mendapat pandangan dan memberikan seruan, dan berkata, “Glaucon, kita mendapati jalurnya, dan aku percaya bahwa sang buruan akan tidak terlepas.”

“Berita baik,” ia menjawab.

“Benar-benar, kita adalah orang-orang yang bodoh.”

“Mengapa demikian?”

“Mengapa, tuan yang baik, di permulaan dari pencarian kita, lama dahulu, ada keadilan berguling-guling di kaki kita, dan kita tidak pernah melihatnya; tidak ada hal yang bisa lebih konyol. Seperti orang-orang yang berkeliling mencari sesuatu yang ada di tangan mereka, itulah yang terjadi dengan kita, kita tidak melihat kepada hal yang kita cari, tetapi hal yang di jarak yang jauh; dan karena itu, kita kehilangannya.”

“Apa maksudmu?”

“Aku bermaksud mengatakan bahwa di dalam kenyataan untuk sebuah waktu yang lama dahulu kita telah membicarakan keadilan, dan gagal mengenalinya.”

“Mukadimah yang panjang, untuk seorang pendengar yang sudah tidak sabar.”

“Dengarkanlah,” aku berkata, “dan katakan jika ada sesuatu di dalam perkataanku. Kamu mengingat ajaran asli kita yang selalu kita letakkan di dasar dari Negara, bahwa satu orang harus mengerjakan satu hal saja, hal yang kepadanya alamiahnya paling sesuai. Keadilan adalah ajaran ini atau sebuah bagian darinya.”

“Ya, kita sering mengatakan bahwa satu orang harus melakukan satu hal saja.”

“Lebih jauh, kita telah mengukuhkan bahwa keadilan adalah mengerjakan urusan milik satu orang, dan tidak menjadi orang yang sibuk; kita mengatakan demikian lagi dan lagi, dan banyak yang lainnya telah mengatakan yang sama kepada kita.”

“Ya, kita mengatakan demikian.”

“Kemudian untuk melakukan urusan milik seseorang-sendiri di dalam sebuah jalan tertentu mungkin dianggap sebagai keadilan. Bisakah kamu memberitahukanku dari mana aku memeroleh kesimpulan ini?”

“Aku tidak bisa, tetapi aku harus suka untuk diberitahukan.”

“Karena aku berpikir bahwa ini saja kebaikan yang tersisa di dalam Negara ketika kebaikan-kebaikan lainnya kebersahajaan dan keberanian dan kebijaksanaan disuling; dan, bahwa ini adalah penyebab tertinggi dan syarat keberadaan dari mereka semua, dan sementara tersisa di dalam mereka adalah juga pemelihara mereka; dan kita mengatakan bahwa setelah tiga ditemukan oleh kita, keadilan akan menjadi yang keempat atau satu yang tersisa.”

“Itu mengikuti dari keperluan.”

“Jika kita diminta untuk menentukan yang mana dari empat mutu ini oleh kehadirannya menyumbangkan paling banyak kepada kebaikan Negara. Ia menjadi pertanyaan yang bukan mudah dijawab; jika ia adalah persetujuan dari para pemimpin dan rakyat, atau pemeliharaan di dalam para tentara kepada pendapat yang hukum telah tetapkan tentang alamiah yang benar dari bahaya-bahaya, atau kebijaksanaan dan keawasan di dalam para pemimpin, ataukah yang lain ini yang aku sebutkan, dan yang ditemukan di dalam anak-anak dan para perempuan, budak dan orang merdeka, pengrajin, pemimpin, rakyat, maksudku, dari setiap orang melakukan pekerjaannya sendiri, dan bukan menjadi seorang yang sibuk.”

“Tentu saja,” ia menjawab, “akan ada kesukaran di dalam mengatakan yang mana.”

“Kemudian kekuatan setiap orang di dalam Negara untuk melakukan pekerjaannya sendiri tampak bertanding dengan kebaikan-kebaikan politik yang lain, kebijaksanaan, kesahajaan, keberanian.”

“Ya,” katanya.

“Dan bukankah keadilan adalah nama yang akan kamu berikan kepada ajaran yang menang dari semua ini sebagai penyebab kebaikan Negara?”

“Secara tepat.”

“Biarkan kita melihat kepada pertanyaan tersebut dari titik pandang yang lain. Bukankah para pemimpin di dalam Negara adalah mereka yang akan dipercayai urusan menentukan kesesuaian di hukum?”

“Tentu saja.”

“Dan kesesuaian menentukan di lahan apapun kecuali bahwa seseorang mungkin tidak mengambil milik orang lain, juga tidak terhalau dari apa yang adalah miliknya sendiri?”

“Ya; itu adalah ajaran mereka.”

“Yang adalah sebuah ajaran yang adil?”

“Ya.”

“Kemudian di pandangan ini juga, memiliki dan melakukan apa yang adalah milik seseorang-sendiri, dan yang semestinya kepadanya, akan diterima sebagai keadilan?”

“Benar.”

“Sekarang pikirkanlah, dan katakan jika kamu setuju denganku ataukah tidak. Anggap bahwa seorang tukang kayu melakukan urusan dari tukang sepatu, atau seorang tukang sepatu dari tukang kayu; dan anggap mereka menukarkan peralatan-peralatan mereka atau tugas-tugas mereka, atau orang yang sama melakukan pekerjaan dari kedua-duanya, atau apapun perubahannya. Apakah menurutmu suatu sakit yang besar akan dihasilkan kepada Negara?”

“Tidak besar.”

“Tetapi ketika tukang sepatu atau orang lain yang alam rancang untuk menjadi pedagang, jantungnya terangkat oleh harta atau kekuatan atau jumlah pengikutnya, atau keuntungan lain manapun yang serupa, berusaha memaksakan jalannya ke dalam tingkatan para tentara, atau seorang tentara ke dalam para pelegislasi dan para pengawal, yang tidak sesuai untuknya, dan akan mengambil peralatan-peralatan atau tugas-tugas dari yang lain. Atau ketika seseorang adalah pedagang, pelegislasi, dan tentara semuanya sekaligus, kemudian menurutku kamu akan setuju denganku di dalam mengatakan bahwa saling tukar dan mencampurkan satu dengan yang lainnya ini adalah kehancuran Negara.”

“Benar.”

“Melihat kemudian,” aku berkata, “bahwa ada tiga tingkatan yang berbeda, pencampuran apapun dari satu dengan yang lain, atau perubahan dari satu ke dalam yang lain, adalah sakit yang paling besar kepada Negara, dan mungkin menjadi paling secara adil dianggap sebagai tindakan-buruk?”

“Secara tepat.”

“Dan derajat yang paling besar dari tindakan-buruk kepada kota atau seseorang, akan dianggap olehmu sebagai ketidakadilan?”

“Tentu saja.”

“Inilah ketidakadilan. Dan di lain pihak ketika pedagang, tentara pembantu, dan pengawal masing-masing melakukan urusan mereka sendiri, itulah keadilan, dan membuat kota adil.”

“Aku setuju denganmu.”

“Kita akan tidak,” aku berkata, “terlalu mengukuhkan; tetapi jika, di dalam pengujian, gambaran keadilan ini dibuktikan di dalam pribadi sebagaimana di dalam Negara, akan tidak ada lagi ruang untuk keraguan; tetapi jika tidak terbukti, kita harus melakukan sebuah pencarian baru. Pertama-tama biarkan kita melengkapi penyelidikan yang lama, yang kita mulai, sebagaimana kamu ingat, di bawah kesan bahwa, jika kita bisa sebelumnya menjelaskan keadilan di derajat yang lebih besar, akan ada lebih sedikit kesukaran di dalam melihatnya di dalam pribadi. Contoh yang lebih besar tersebut adalah Negara, dan secara sesuai kita membangun satu sebaik yang kita bisa, mengetahui bahwa di dalam Negara yang baik keadilan akan ditemukan. Biarkan penemuan yang kita buat tersebut sekarang diterapkan kepada pribadi, jika mereka sesuai, kita harus puas. Atau, jika ada perbedaan di dalam pribadi tersebut, kita akan kembali kepada Negara dan mencoba cara lain. Pecahan dari yang dua ketika direkatkan bersama-sama mungkin saja mengenai cahaya yang di dalamya keadilan akan bersinar, dan penglihatan tersebut yang kemudian terungkap kita akan lekatkan di dalam jiwa-jiwa kita.”

“Itu tampak sebagai cara yang baik. Biarkan kita melakukan seperti yang kamu katakan.”

“Aku melanjutkan dengan menanyakan: Ketika dua hal, yang lebih besar dan yang lebih kecil, disebut dengan nama yang sama, apakah mereka serupa ataukah tidak serupa sejauh mereka disebut sebagai sama?”

“Serupa,” ia menjawab.

“Orang adil kemudian, jika kita menghargai pemikiran dari keadilan saja, akan serupa dengan Negara yang adil?”

“Ia akan demikian.”

“Dan sebuah Negara dianggap oleh kita sebagai adil ketika tiga tingkatan di dalam Negara tersebut melakukan urusan mereka sendiri, juga dianggap sebagai bersahaja dan pemberani oleh alasan dari perhatian-perhatian dan mutu-mutu yang lain dari tingkatan-tingkatan yang sama ini?”

“Benar,” ia berkata.

“Dan demikian juga pribadi. Kita mungkin menganggap bahwa ia memiliki di dalam jiwanya tiga ajaran yang sama dengan yang ditemukan di dalam Negara, dan ia mungkin digambarkan di dalam bentuk-bentuk yang sama, karena ia terpengaruh di dalam cara yang sama?”

“Tentu saja,” ia berkata.

“Sekali lagi kemudian, wahai temanku, kita hinggap di sebuah pertanyaan yang mudah. Apakah jiwa memiliki tiga ajaran ini ataukah tidak?”

“Sebuah pertanyaan yang mudah! Socrates, peri-bahasa meyakini bahwa yang sukar adalah yang baik.”

“Sangat benar,” aku berkata; “dan menurut pendapatku, Glaucon, cara yang kita kerjakan sama sekali tidak memadai untuk penyelesaian pertanyaan ini. Cara yang benar adalah lain dan satu yang lebih panjang. Tetap kita mungkin tiba di penyelesaian bukan di bawah derajat dari pencarian kita yang sebelumnya.”

“Mungkinkah kita tidak puas dengan itu?” Ia berkata; “di bawah keadaan-keadaan yang sekarang, aku cukup puas.”

“Aku juga,” aku menjawab, “harus sangat secara baik terpuaskan.”

“Kemudian kamu jangan lelah, lanjutkanlah pencarian tersebut,” ia berkata.

“Bukankah kemudian,” aku berkata, “kita harus menerima bahwa di dalam masing-masing kota ada ajaran-ajaran yang sama dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam Negara; dan bahwa dari diri mereka masuk ke dalam Negara? bagaimana yang lain mereka bisa ada di sana? Misalnya gairah atau semangat, akan konyol untuk membayangkan bahwa mutu ini, ketika ditemukan di dalam Negara, tidak berasal dari diri-diri yang dianggap memilikinya, misalnya orang-orang Trachia, orang-orang Schythia, dan di dalam umumya Negara-negara utara; dan hal yang sama mungkin dikatakan dari cinta kepada pengetahuan, yang adalah kekhasan yang istimewa dari bagian kita dari dunia, atau cinta kepada uang, dengan kebenaran yang setara, diberikan kepada orang-orang Phoenicia dan orang-orang Mesir.”

“Secara tepat demikian,” ia berkata.

“Tidak ada kesukaran di dalam memahami ini.”

“Tidak ada apapun.”

“Tetapi pertanyaan tersebut mulai sukar ketika kita menanyakan apakah kita melakukan semua hal dengan satu hal, ataukah ada tiga hal dan kita melakukan satu dengan satu dan satu sama lain? Apakah, untuk dikatakan, kita belajar dengan satu bagian dari alamiah kita, merasa marah dengan yang lainnya, dan dengan bagian ke tiga mengharapkan kenikmatan dari pemuasan selera-selera alamiah kita? Atau, apakah keseluruhan jiwa datang ke dalam permainan di dalam setiap macam tindakan? sukar untuk menjawabnya secara memadai.”

“Ya,” ia berkata; “di sana terletak kesukaran.”

“Kemudian biarkan kita sekarang mencoba dan menentukan jika mereka sama ataukah berbeda.”

“Bagaimana kita bisa?” ia bertanya.

Aku menjawab sebagai berikut: “Hal yang sama secara jelas tidak bisa bertindak atau ditindaki di dalam bagian yang sama atau di dalam hubungan kepada hal yang sama di saat yang sama, di dalam jalan-jalan yang berlawanan. Sehingga jika kita menemukan pertentangan ini terjadi di dalam penggunaan-pengunaan pikiran, kita mengetahui bahwa mereka benar-benar tidak sama, tetapi berbeda.”

“Baik.”

“Misalnya,” aku berkata, “bisakah hal yang sama beristirahat dan bergerak di saat yang sama di dalam bagian yang sama?”

“Mustahil.”

“Masih,” aku berkata, “biarkan kita memiliki sebuah pernyataan yang berharga dari ketentuan-ketentuan, jika tidak maka dari sini kita harus terjatuh ke luar dari jalan. Bayangkan seseorang yang berdiri dan juga menggerakkan tangannya dan kepalanya, dan anggap seseorang mengatakan bahwa orang yang satu dan sama itu bergerak dan beristirahat di saat yang sama, kepada cara berbicara demikian kita harus keberatan, dan harus lebih mengatakan bahwa satu bagian darinya beristirahat sementara yang lainnya bergerak.”

“Benar.”

“Dan anggap orang yang menolak tersebut masih melanjutkan, dan mengeluarkan pembedaan yang manis bahwa bukan hanya bagian-bagian puncak, tetapi keseluruhan puncak, ketika mereka berputar dengan pasak-pasak mereka terpasang di titik tersebut, adalah beristirahat dan bergerak di saat yang sama, dan ia mungkin mengatakan hal yang sama kepada apapun yang berputar di dalam titik yang sama, penolakannya akan tidak diterima oleh kita, karena hal-hal tersebut bukanlah beristirahat dan bergerak di saat yang sama di dalam bagian-bagian yang sama dari diri mereka sendiri; kita harus lebih mengatakan bahwa mereka memiliki kedua-duanya sebuah sumbu dan sebuah bundaran, dan bahwa sumbunya berdiri diam, untuk tidak ada penyimpangan dari garis tegak lurus; dan bahwa bundarannya berputar. Tetapi jika, sementara berputar, sumbu cenderung ke kanan atau ke kiri, maju atau mundur, kemudian tidak di dalam titik pandang manapun mereka beristirahat.”

“Itu adalah cara yang benar menggambarkan mereka,” ia menjawab.

“Kemudian tidak satupun dari penolakan-penolakan ini akan membuat kita bingung, atau memengaruhi kita untuk memercayai bahwa hal yang sama di saat yang sama, di dalam bagian yang sama atau di dalam hubungan kepada hal yang sama, bisa bertindak atau ditindaki di dalam jalan-jalan yang berlawanan.”

“Tetu saja tidak, menurutku.”

“Walaupun demikian,” aku berkata, “supaya kita mungkin tidak terpaksa menjelaskan semua penolakan-penolakan yang demikian, dan membuktikan secara panjang bahwa mereka tidak benar, biarkan kita menganggap absurditas mereka, dan maju di pemahaman bahwa sejak sekarang, jika anggapan ini terubah menjadi tidak benar, semua akibat yang mengikuti harus dibuang.”

“Ya,” ia berkata, “itu akan menjadi jalan yang terbaik.”

“Baik,” aku berkata, “akankah kamu mengatakan bahwa menerima dan menolak, gairah dan keengganan, tarikan dan dorongan, adalah semuanya mereka berlawanan, dihargai sebagai aktif ataupun pasif, karena tidak membuat perbedaan di dalam kenyataan dari ke-berbalikan mereka?”

“Ya,” ia berkata, “mereka berlawanan.”

“Baik,” aku berkata, “dan lapar dan haus, dan gairah-gairah di dalam umum, dan lagi mengingini dan mengharapkan, semua ini kamu akan bawa kepada tingkatan-tingkatan yang baru saja disebutkan. Kamu akan mengatakan, bukankah kamu akan mengatakan? Bahwa jiwa ia yang mengharapkan mencari hal yang dituju oleh gairah-gairahnya; atau bahwa ia menarik kepada dirinya sendiri hal yang ia harapkan untuk miliki: atau lagi, ketika seseorang mengingini apapun untuk diberikan kepadanya, pikirannya, menunggu penyataan dari gairah-gairahnya, mengisyaratkan harapannya untuk memilikinya dengan sebuah anggukan penerimaan, sebagaimana jika ia diberikan sebuah pertanyaan?”

“Benar.”

“Dan apa yang kamu akan katakan kepada keengganan dan ketidaksukaan dan ketidakhadiran gairah? Bukankah ini harus diletakkan di bawah penolakan jiwa dan perlawanan dari dirinya sendiri, dan secara umum ke dalam tingkatan yang berlawanan dari semua yang sebelumnya?”

“Tentu saja.”

“Menerima ini sebagai benar dari gairah secara umum, biarkan kita menganggap sebuah tingkatan yang khusus dari gairah-gairah, kita akan memilih lapar dan haus, sebagaimana mereka dinamakan, yang adalah paling jelas dari mereka?”

“Biarkan kita mengambil tingkatan itu,” ia berkata.

“Hal yang dikerjai oleh yang satu adalah makanan dan yang lainnya adalah minuman?”

“Ya.”

“Dan di sini datang titik tersebut: bukankah haus gairah yang jiwa harus minum, dan kepada minum saja, bukan kepada minuman yang disyaratkan oleh apapun yang lain; misalnya, hangat atau dingin, atau banyak atau sedikit, atau di dalam satu kata, minum dari apapun macam yang khusus. Tetapi jika panas menemani haus, kemudian gairah adalah minuman dingin; atau, jika ditemani oleh dingin, kemudian minuman hangat; atau jika haus berlebihan, kemudian minuman yang diingini akan menjadi berlebihan. Atau, jika tidak besar, jumlah minuman akan juga kecil. Tetapi haus yang murni dan sederhana akan mengingini minuman yang murni dan sederhana, yang adalah pemuasan alamiah dari haus, sebagaimana makanan dari lapar?”

“Ya,” ia berkata, “gairah yang sederhana adalah, sebagaimana kamu katakan, selalu dari hal yang sederhana, dan gairah yang bersyarat hal yang bersyarat.”

“Tetapi di sini sebuah kebingungan mungkin bangkit; dan aku harus berharap mengawal melawan lawan memulai dan mengatakan bahwa tidak ada orang yang mengingini minuman saja, tetapi minuman yang baik, atau makanan saja, tetapi makanan yang baik. Karena kebaikan adalah hal umum dari gairah, dan haus sebagai gairah, akan secara perlu menjadi haus kepada minuman yang baik, dan sama benar kepada setiap gairah yang lain.”

“Ya,” ia menjawab, “lawan mungkin memiliki sesuatu untuk dikatakan.”

“Tetapi aku perlu mengingatkanmu,” kataku; “bahwa beberapa dari hal-hal yang relatif memiliki sebuah mutu yang terpasang kepada masing-masing macam dari relasi; yang lainnya sederhana dan memiliki korelasi yang sederhana.”

“Aku tidak mengerti.”

“Baik, kamu mengerti bahwa lebih besar adalah lebih besar daripada sesuatu?”

“Tentu saja.”

“Bukankah daripada lebih kecil?”

“Ya.”

“Dan jauh lebih besar kepada jauh lebih kecil?”

“Ya.”

“Dan yang kadang-kadag lebih besar kepada yang kadang-kadang lebih kecil, dan yang lebih besar akan menjadi kepada yang lebih kecil. Itu menjadi demikian?”

“Tentu saja,” katanya.

“Dan demikianlah dari lebih dan kurang, dan dari bentuk-bentuk korelasi yang lain, semacam yang ganda dan yang setengah, atau lagi, yang lebih berat dan yang lebih kecil, yang lebih lincah dan yang lebih lamban; dan dari panas dan dingin, dan dari relatif-relatif manapun yang lain, bukankah ini benar dari semuanya mereka?”

“Ya.”

“Dan bukankah ajaran yang sama berlaku di dalam ilmu? Hal yang dikerjakan oleh ilmu adalah pengetahuan, menganggap bahwa itu menjadi pengertian yang benar, tetapi hal yang dikerjakan oleh ilmu yang khusus adalah macam pengetahuan yang khusus; maksudku, misalnya, ilmu membangun rumah adalah sebuah pengetahuan yang tertentu dan berbeda dari yang lain, dan karena itu disebut sebagai arsitektur.”

“Tentu saja.”

“Karena ia memiliki sebuah mutu yang khusus yang tidak dimiliki oleh yang lain?”

“Ya.”

“Dan ia memiliki mutu khusus ini karena ia memiliki hal khusus yang dikerjakan. Ini adalah benar kepada semua seni dan ilmu yang lain?”

“Ya.”

“Sekarang, kemudian, jika aku telah membuat diriku jelas, kamu akan mengerti maksudku yang asli di dalam apa yang aku katakan tentang relatif-relatif. Maksudku adalah, bahwa jika satu macam dari sebuah relasi diambil sendiri, yang lainnya diambil sendiri; jika satu macam adalah bersyarat, yang lainnya juga bersyarat. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa relatif-relatif mungkin tidak berbeda, atau bahwa ilmu kesehatan adalah sehat, atau penyakit secara perlu sakit, atau bahwa ilmu dari kebaikan dan keburukan adalah, karena itu, baik dan buruk. Ketika bentuk ilmu tidak lagi digunakan secara mutlak, tetapi memiliki sebuah hal khusus yang dikerjakannya, misalnya alamiah kesehatan dan penyakit, ia menjadi tertentu, dan dari sini disebut sebagai bukan hanya ilmu, tetapi ilmu perobatan.”

“Aku cukup mengerti, dan aku setuju denganmu.”

“Kembali kepada haus, kemudian,” aku berkata; “bukankah kamu akan mengatakan bahwa haus adalah satu dari bentuk-bentuk dasar relatif ini, memiliki sebuah hubungan yang jelas.”

“Ya, haus relatif kepada minuman.”

“Dan suatu macam tertentu dari haus adalah relatif kepada suatu macam minuman tertentu. Tetapi haus diambil sendiri, bukan banyak ataupun sedikit, juga bukan baik juga bukan buruk, juga bukan suatu macam tertentu apapun dari minuman, tetapi minuman saja?”

“Tentu saja.”

“Kemudian jiwa dari seseorang yang haus, sejauh ia haus, mengingini minuman saja; untuk ini ia berusaha dan mencoba memerolehnya?”

“Jelas.”

“Dan jika kamu mendapati sesuatu yang menarik sebuah jiwa yang haus menjauh dari minuman, itu haruslah berbeda dari ajaran haus yang menariknya seperti seekor binatang kepada minuman. Karena, sebagaimana kita katakan, hal yang sama tidak bisa di saat yang sama dengan bagian yang sama dari dirinya sendiri bertindak di dalam jalan-jalan yang berlawanan tentang hal yang sama.”

“Mustahil.”

“Tidak lebih daripada kamu bisa mengatakan bahwa tangan-tangan dari pemanah menekan dan menarik busur di saat yang sama, tetapi apa yang kamu katakan adalah bahwa satu tangan menekan dan yang lainnya menarik.”

“Secara tepat demikian,” ia menjawab.

“Dan mungkin seseorang haus, tetapi tidak berkeinginan kepada minuman?”

“Ya,” ia berkata, “sering terjadi.”

“Dan di dalam sebuah macam kejadian demikian apa yang seseorang akan katakan? Bukankah kamu akan berkata bahwa sesuatu di dalam jiwa meminta seseorang untuk minum, dan sesuatu yang lain melarangnya, yang lain tersebut lebih kuat daripada ajaran yang memintanya?”

“Aku harus mengatakan demikian.”

“Dan ajaran yang melarang tersebut adalah berasal dari alasan, dan yang meminta dan menarik, datang dari gairah dan penyakit?”

“Secara jelas.”

“Kemudian kita mungkin secara adil beranggapan bahwa mereka adalah dua, dan bahwa mereka berbeda satu sama lain. Satu yang dengannya manusia beralasan, kita mungkin sebut sebagai ajaran beralasan dari jiwa, yang lainnya, yang dengannya ia mencintai dan lapar dan haus dan merasakan denyutan dari gairah apapun yang lain, mungkin disebut sebagai tidak beralasan atau bernafsu, sekutu dari kenikmatan-kenikmatan dan kepuasan-kepuasan yang bermacam-macam?”

“Bukan tanpa alasan,” ia berkata; “untuk kita berpikir demikian.”

“Kemudian biarkan kita akhirnya menentukan bahwa ada dua ajaran di dalam jiwa. Dan bagaimana kepada Thumos atau semangat? Apakah ia yang ke tiga, ataukah berhubungan kepada satu dari yang terdahulu?”

“Ya,” ia berkata, “kita mungkin secara adil menganggap mereka sebagai berbeda.”

“Baik,” aku berkata, “ada sebuah kisah yang aku ingat aku telah dengarkan, dan yang di dalamnya aku meletakkan kepercayaan. Kisah tersebut adalah, bahwa Leontus, anak dari Aglalon, datang suatu hari dari Piraeus, di bawah tembok utara di luar, mengamati dari jauh beberapa mayat terbaring di tanah di tempat penghukuman. Ia merasakan sebuah gairah untuk melihat mereka, dan juga perasaan enggan dan takut kepada mereka; untuk beberapa lama ia berjuang dan menutup matanya, tetapi akhirnya gairah tersebut menjadi lebih baik dari ia; dan memaksa matanya membuka, ia berlari kepada mayat-mayat tersebut, berkata, Lihatlah, kalian durjana, ambil isi-an kalian dari pemandangan indah tersebut.”

“Aku sendiri telah mendengar kisah tersebut,” ia berkata.

“Pesan dari kisah tersebut adalah, kemarahan di suatu waktu berperang dengan gairah, seolah-olah mereka adalah dua hal yang berbeda.”

“Ya, itulah maknanya,” katanya.

“Dan bukankah ada banyak kejadian lain yang di dalamnya kita mengamati bahwa ketika gairah seseorang secara keras menandingi alasannya, ia mencaci dirinya sendiri, dan marah kepada kekerasan di dalam dirinya, dan bahwa di dalam pergumulan ini, yang seperti pergumulan faksi-faksi di dalam sebuah Negara, semangatnya di sisi alasannya; tetapi untuk bagian yang berhasrat atau bersemangat mengambil bagian dengan gairah-gairah ketika alasan yang ia harus tidak lawan, adalah suatu macam hal yang hal yang aku percaya bahwa kamu tidak pernah mengamati di dalam dirimu sendiri, juga tidak, sebagaimana aku harus membayangkan, di dalam siapapun yang lain?”

“Tentu saja tidak.”

“Anggap bahwa seseorang berpikir ia telah melakukan suatu kesalahan kepada orang lain, semakin ia terhormat semakin kurang mampu ia marah kepada penderitaan, semacam lapar, atau dingin, atau sakit apapun yang lain yang orang yang terluka tersebut jatuhkan kepadanya, ini ia anggap sebagai adil, sebagaimana aku katakan, kemarahannya menolak untuk terpengaruh oleh mereka.”

“Benar,” ia berkata.
“Tetapi ketika ia berpikir bahwa telah dilakukan kesalahan kepada dirinya, kemudian ia mendidih dan panas, dan adalah di sisi dari apa yang ia percayai sebagai keadilan; dan juga karena ia menderita lapar atau dingin atau sakit yang lain, ia lebih menentukan untuk berjuang dan menaklukkan. Semangatnya yang terhormat akan tidak padam sampai ia membantai atau terbantai; atau sampai ia mendengar suara sang penggembala, yaitu alasan, meminta anjingnya supaya tidak lagi menggonggong.”

“Penggambaran tersebut sempurna,” ia menjawab; “dan di dalam Negara kita, sebagaimana kita katakan, pasukan pembantu adalah para anjing, dan mendengarkan suara para pemimpin, yang adalah para penggembala mereka.”

“Aku melihat,” aku berkata, “bahwa kamu cukup memahamiku. Tetapi apakah kamu juga melihat titik ini?”

“Titik apa?”

“Kamu ingat bahwa hasrat atau semangat tampak di pandangan pertama sebagai semacam gairah, tetapi sekarang kita harus mengatakan cukup berlawanan. Karena di dalam pertentangan jiwa, semangat bergabung di sisi dari ajaran  yang beralasan.”

“Paling secara yakin.”

“Tetapi pertanyaan yang lebih jauh bangkit: Apakah hasrat juga berbeda dari alasan, ataukah hanya semacam alasan; yang di dalam kejadian yang terakhir, bukan tiga ajaran di dalam jiwa, hanya akan ada dua, yang beralasan dan yang berhasrat; atau lebih, sebagaimana Negara tersusun dari tiga tingkatan, para pedagang, pasukan pembantu, para penasihat, sehingga tidak ada di dalam jiwa pribadi bagian ke tiga yang adalah hasrat atau semangat, dan ketika tidak terkorupsi oleh pendidikan buruk adalah pasukan pembantu alamiah kepada alasan.”

“Ya,” ia berkata, “harus ada yang ke tiga.”

“Ya,” aku menjawab, “jika hasrat, yang telah dipertunjukkan sebagai berbeda dari gairah, terubah juga menjadi berbeda dari alasan.”

“Tetapi itu secara mudah dibuktikan. Kita mungkin mengamati bahkan di dalam anak-anak bahwa mereka penuh oleh semangat hampir sejak saat mereka lahir, beberapa dari mereka tampak memeroleh penggunaan alasan, dan paling banyak dari mereka cukup terlambat.”

“Sangat baik,” aku berkata, “dan kamu mungkin melihat hasrat secara setara di dalam binatang-binatang, yang adalah sebuah bukti yang lebih lanjut dari apa yang kamu katakan. Dan kita mungkin sekali lagi meminta bantuan dari Homer, yang juga telah dikutip oleh kita, Ia memukuli dadanya, dan dengan demikian memarahi jiwanya, karena di dalam ayat ini Homer telah secara jelas menganggap bahwa di dalam diri kita kekuatan alasan tentang yang lebih baik dan lebih buruk sebagai berbeda dari kemarahan tidak-beralasan yang dimarahi olehnya.”

“Sangat benar,” ia berkata.

“Sehingga, setelah banyak terombang-ambing, kita mencapai daratan, dan secara adil menyetujui bahwa ajaran-ajaran yang sama yang ada di dalam Negara juga di dalam pribadi, dan bahwa mereka sejumlah tiga.”

“Secara tepat.”

“Bukankah kita harus kemudian menyimpulkan bahwa pribadi adalah bijaksana di dalam jalan yang sama, dan di dalam kebaikan dari mutu yang sama dengan yang membuat Negara bijaksana?”

“Tentu saja.”

“Juga bahwa mutu yang sama yang menegakkan keberanian di dalam Negara menegakkan keberanian di dalam pribadi, dan bahwa kedua-duanya Negara dan pribadi membawa relasi yang sama kepada semua kebaikan yang lain?”

“Secara yakin.”

“Dan pribadi akan diakui oleh kita sebagai adil di dalam jalan yang sama yang di dalamnya Negara adalah adil?”

“Itu mengikuti, tentu saja.”

“Kita tidak bisa kecuali mengingat bahwa keadilan Negara terdiri di dalam masing-masing dari tiga tingkatan melakukan pekerjaan dari tingkatannya sendiri?”

“Kita tidak seperti telah melupakannya,” ia berkata.

“Kita harus mengingat bahwa diri yang di dalamnya beberapa mutu dari alamiahnya melakukan pekerjaan mereka sendiri akan menjadi adil, dan ia akan mengurusi urusannya sendiri?”

“Ya,” ia berkata, “kita harus mengingat itu juga.”

“Dan bukankah ajaran beralasan, yang adalah bijaksana, dan menjaga keseluruhan jiwa, untuk memerintah, dan ajaran berhasrat atau bersemangat sebagai rakyat dan sekutu?”

“Tentu saja.”

“Dan, sebagaimana kita katakan, pengaruh yang bersatu dari musik dan senam akan membawa mereka kepada keserasian, memantapkan dan menopang alasan dengan kata-kata dan pelajaran-pelajaran yang terhormat, dan membuat bersahaja dan membuat sejuk dan membuat beradab hasrat-hasrat yang liar, dengan harmoni dan ritme?”

“Cukup benar,” ia berkata.

“Dan dua ini, terasuh dan terdidik demikian, dan belajar secara benar untuk mengetahui kegunaan-kegunaan mereka sendiri, akan memimpin yang bergairah, yang di dalam setiap dari kita adalah bagian yang paling besar dari jiwa dan oleh alam paling tidak pernah puas kepada perolehan; kepada ini mereka akan mengawal, jika tidak, bertambah besar dan kuat dengan kepenuhan dari kenikmatan-kenikmatan badaniah, sebagaimana mereka dinamai, jiwa yang bergairah, tidak lagi terbatasi oleh lingkungannya sendiri, harus berusaha membudakkan dan memimpin mereka yang bukan rakyatnya yang alamiah sejak lahir, dan membalikkan keseluruhan kehidupan dari manusia?”

“Benar,” katanya.

“Kedua-duanya bersama-sama, bukankah mereka akan menjadi para pembela yang paling baik dari keseluruhan jiwa dan keseluruhan badan melawan serangan-serangan dari luar; yang satu menasihati, dan yang lainnya berjuang di bawah pemimpinnya, dan secara berani melaksanakan perintah-perintah dan nasihat-nasihatnya?”

“Benar.”

“Dan ia yang dianggap pemberani adalah yang menahan di dalam kenikmatan dan di dalam sakit perintah-perintah dari alasan tentang apa yang harus atau harus tidak ditakuti?”

“Benar,” ia menjawab.

“Dan ia yang kita sebut bijaksana adalah ia yang memiliki di dalam dirinya bagian kecil yang memerintah, dan yang memberikan perintah-perintah ini. Bagian itu juga dianggap memiliki pengetahuan dari apa yang merupakan kepentingan dari masing-masing tiga bagian dan keseluruhan?”

“Secara yakin.”

“Dan bukankah kamu akan mengatakan bahwa bersahaja ia yang memiliki bagian-bagian yang sama ini di dalam harmoni, yang di dalam dirinya satu ajaran alasan memerintah, dan dua rakyat satu dari semangat dan hasrat, bersama-sama bersetuju bahwa alasan harus memerintah, dan tidak akan memberontak?”


“Tentu saja,” ia berkata, “itu adalah cerita yang benar dari kesahajaan di dalam Negara ataupun di dalam pribadi.”

“Dan secara yakin,” aku berkata, “kita telah menjelaskan lagi dan lagi bagaimana dan oleh kebaikan dari mutu apa seseorang akan menjadi adil.”

“Itu sangat pasti.”

“Dan apakah keadilan redup di dalam pribadi, dan ia dari bentuk yang berbeda, atau apakah ia sama dengan yang kita menemukannya di dalam Negara?”

“Tidak ada perbedaan di dalam pendapatku,” ia berkata.

“Karena, jika keraguan apapun masih tetap hidup di dalam pikiran-pikiran kita, beberapa contoh yang biasa akan memuaskan kita dari kebenaran dari apa yang aku katakan.”

“Contoh apa maksudmu?”

“Jika sebuah jawaban diminta untuk pertanyaan tentang Negara yang adil, atau orang yang dilatih di dalam ajaran-ajaran dari Negara yang semacam demikian, dipercayakan sebuah simpanan emas atau perak, akan mengambil dan menggelapkannya, siapa menurutmu yang akan berpikir bahwa ia akan serupa orang-orang yang dari macam yang berbeda?”

“Tidak seorangpun,” ia menjawab.

“Akankah orang atau warga yang adil pernah bersalah dari pelanggaran atau pencurian, atau pengkhianatan kepada teman-temannya atau kepada negaranya?”

“Tidak pernah.”

“Juga tidak akan ia melanggar keyakinan yang di sana ada sumpah-sumpah atau perjanjian-perjanjian?”

“Mustahil.”

“Perzinahan, atau tidak menghormati ayahnya dan ibunya, atau terjatuh di dalam tugas-tugas agama, akan terjadi kepada siapapun kecuali orang semacam demikian?”

“Siapapun,” ia berkata.

“Dan alasannya adalah bahwa masing-masing bagian darinya melakukan urusannya sendiri, di dalam memimpin ataupun dipimpin?”

“Secara tepat demikian.”

“Apakah kamu puas kemudian bahwa mutu yang membuat orang-orang yang demikian dan Negara-negara yang demikian adalah keadilan, atau apakah kamu berharap menemukan sesuatu yang lain?”

“Tidak aku, memang.”

“Telah selesai, kemudian, mimpi kita dan sempurna; dan kecurigaan kita yang kita ungkapkan di permulaan pekerjaan pembangunan kita, bahwa suatu kekuatan ilahiah harus memimpin kita, kepada bentuk prima dari keadilan?”

“Ya, tentu saja.”

“Benar-benar, Glaucon, ia menolong, ini adalah bayangan keadilan; bagian pekerjaan yang mensyaratkan tukang kayu atau pembuat sepatu dan keseluruhan warga untuk masing-masing melakukan pekerjaannya sendiri. Tetapi di dalam kenyataan, keadilan adalah semacam yang kita gambarkan, memperhatikan bukan bagian luar dari orang, tetapi bagian dalam, yang adalah diri yang sebenarnya dan yang diperhatikan dari orang. Karena orang yang adil tidak mengizinkan beberapa bagian di dalam dirinya tercampur dengan satu sama lain, atau apapun dari mereka melakukan pekerjaan dari yang lain. Ia memasang aturan kehidupan di dalam dirinya sendiri, dan adalah tuan dan hukumnya sendiri, dan berdamai dengan dirinya sendiri. Ketika ia telah mengikat bersama-sama tiga ajaran di dalam dirinya, yang mungkin dibandingkan kepada yang lebih tinggi, lebih rendah, dan pertengahan dari titik derajat, dan jarak-jarak pertengahan. Ketika ia telah mengikatkan ini semuanya bersama-sama, dan tidak lagi banyak, tetapi telah menjadi satu secara keseluruhan bersahaja dan secara sempurna alamiah yang terluruskan, ia kemudian bertindak, jika ia harus bertindak, di dalam hal harta, atau di dalam perlakuan kepada badan, atau di dalam beberapa hubungan politik atau urusan-urusan pribadi. Ia selalu berpikir dan mengingat hal yang menjaga dan bekerja sama dengan keadaan yang berharmoni ini, tindakan yang adil dan baik, dan pengetahuan yang memimpinnya, kebijaksanaan, yang menyebabkan keadaan semacam demikian; dan memercayai dan menamai tindakan tidak adil sebagai yang merusakkan konstitusi ruhaniah ini, dan kejahilan yang kasar sebagai pendapat yang membaliknya.”

“Kamu telah mengatakan kebenaran yang tepat, Socrates.”

“Sangat baik; dan jika kita hendak memastikan bahwa kita telah menemukan orang yang adil dan Negara yang adil, dan alamiah keadilan di dalam masing-masing mereka, kita harus tidak mengatakan sebuah kesalahan?”

“Paling secara pasti tidak.”

“Mungkinkah kita mengatakan demikian, kemudian?”

“Biarkan kita mengatakan demikian.”

“Dan sekarang,” aku berkata, “ketidakadilan telah ditemukan.”

“Secara jelas.”

“Bukankah harus ketidakadilan menjadi perselisihan yang bangkit dari tiga ajaran? mencampuri urusan yang lain, dan campur tangan, dan bangkit dari sebuah bagian dari jiwa melawan keseluruhan, penuntutan dari pihak berwenang yang tidak berhukum, yang dibuat oleh rakyat pemberontak melawan pangeran yang sejati, yang kepadanya ia adalah pengikut alamiah, apa semua kebingungan dan delusi ini tetapi ketidakadilan, dan ke-tidak-bersahaja-an dan kepengecutan dan kejahilan, dan setiap bentuk keburukan?”

“Secara tepat demikian,” ia menjawab.

“Dan jika alamiah keadilan dan ketidakadilan terketahui, kemudian arti dari bertindak secara tidak adil dan menjadi tidak adil, atau, lagi, dari bertindak secara adil, akan juga menjadi secara sempurna jelas?”

“Apa maksudmu?” ia berkata.

“Mengapa,” aku berkata, “mereka seperti penyakit dan kesehatan, berada di dalam jiwa juga penyakit dan kesehatan adalah di dalam badan.”

“Bagaimana demikian?” ia berkata.

“Mengapa,” aku berkata, “hal yang sehat menyebabkan sehat, dan yang tidak sehat menyebabkan penyakit.”

“Ya.”

“Dan tindakan-tindakan yang adil menyebabkan keadilan, dan tindakan-tindakan yang tidak adil menyebabkan ketidakadilan?”

“Itu pasti.”

“Dan penciptaan kesehatan adalah pendirian perintah alamiah dan pemerintahan dari satu oleh yang lainnya di dalam bagian-bagian dari badan, dan penciptaan penyakit adalah penghasilan sebuah keadaan dari hal-hal yang berlainan dengan perintah alamiah ini?”

“Benar.”

“Dan bukankah penciptaan keadilan pendirian dari perintah alamiah dan pemerintahan dari satu oleh yang lainnya di dalam bagian-bagian dari jiwa, dan penciptaan ketidakadilan penghasilan sebuah keadaan dari hal-hal yang berlainan dengan perintah alamiah?”

“Secara tepat demikian.”

“Kemudian kebaikan adalah kesehatan dan keindahan dan keadaan baik dari jiwa, dan keburukan penyakit-penyakit dan kelemahan dan peruntuhan dari yang sama?”

“Benar.”

“Dan bukankah pengerjaan-pengerjaan yang baik menuntun kepada kebaikan, dan pengerjaan-pengerjaan yang buruk kepada keburukan?”

“Secara yakin.”

“Sekarang tersisa untuk kita menjawab: yang manakah yang lebih menguntungkan, menjadi adil dan bertindak secara adil dan mengerjakan kebaikan, terlihat ataupun tidak terlihat dari para dewa dan manusia, atau menjadi tidak adil dan bertindak secara tidak adil, jika saja tidak dihukum dan tidak terubah?”

“Di dalam penilaianku, Socrates, pertanyaan tersebut sekarang menjadi konyol. Kita mengetahui bahwa, ketika konstitusi badaniah hilang, hidup tidak lagi bisa tahan, walaupun dimanjakan dengan semua macam daging dan minuman, dan memiliki semua kekayaan dan semua kekuatan. Haruskah kita diberitahukan bahwa ketika inti-sari dari ajaran yang penting telah diruntuhkan dan diburukkan, kehidupan masih berharga untuk dimiliki seseorang, jika saja ia dibiarkan melakukan apapun yang ia sukai dengan satu pengecualian bahwa ia tidak memeroleh keadilan dan kebaikan, atau melepaskan diri dari ketidakadilan dan keburukan, menganggap mereka kedua-duanya sebagai yang kita telah gambarkan?”

“Ya,” aku berkata, “pertanyaannya, sebagaimana kamu katakan, konyol. Tetap, sebagaimana kita dekat titik yang kita mungkin melihat kebenaran di dalam cara yang paling jelas dengan mata kita sendiri, biarkan kita tidak berhenti.”

“Tentu saja tidak,” ia menjawab.

“Naiklah ke sini, aku berkata, dan pandanglah bermacam-macam bentuk keburukan, mereka adalah, maksudku, yang berharga dipandang.”

“Aku mengikutimu,” ia menjawab, “lanjutkanlah.”

“Aku berkata, argumen tampak telah mencapai ketinggian yang darinya, sebagaimana dari suatu menara pengamatan, seseorang mungkin memandang ke bawah dan melihat bahwa kebaikan adalah satu, tetapi bahwa bentuk-bentuk keburukan tidaklah terhitung. Ada empat yang istimewa yang pantas diperhatikan.”

“Apa maksudmu?” ia berkata.

“Maksudku,” aku menjawab, “ada tampak bentuk-bentuk tertentu dari Negara sebanyak bentuk-bentuk dari jiwa.”

“Berapa?”

“Ada lima dari Negara, dan lima dari jiwa,” aku berkata.

“Apa mereka?”

“Pertama,” aku berkata, “adalah yang kita telah gambarkan, dan yang mungkin dikatakan memiliki dua nama, monarki dan aristokrasi, secara sesuai sebagaimana pemerintahan dikerjakan oleh satu orang yang khusus atau oleh banyak.”

“Benar,” ia menjawab.

“Tetapi aku menghargai dua nama tersebut menggambarkan satu bentuk saja. Karena jika pemerintahan berada di dalam tangan dari satu ataupun banyak, jika para pemerintah telah dilatih di dalam cara yang kita telah dapati, hukum-hukum mendasar dari Negara akan diperoleh.”

“Benar, ia menjawab.”

Akhir Republik Buku 4.

No comments:

Post a Comment