Oleh Plato
“Demikianlah tentang para dewa.” Aku berkata, “Beberapa
kisah untuk diceritakan, dan yang lainnya tidak untuk diucapkan kepada rakyat
kita dari sejak masa muda mereka, jika kita ingin mereka menghormati para dewa
dan orang-tua mereka, dan menghargai pertemanan dengan satu sama lain.”
“Ya, dan menurutku kita benar,” katanya.
“Tetapi jika mereka hendak menjadi pemberani, bukankah mereka harus
mendapatkan pelajaran lain di samping ini, semacam yang akan menghalau rasa takut
mereka kepada kematian? Bisakah ada pemberani yang memiliki rasa takut kepada
mati di dirinya?”
“Dan bisakah ia tidak takut kepada kematian, atau apakah akan memilih
kematian di dalam perang daripada takluk dan perbudakan, jika memercayai bahwa
dunia bawah mengerikan?”
“Mustahil.”
“Kemudian kita harus melakukan pengendalian kepada para penutur
kisah-kisah dari tingkatan ini sebagaimana dari yang lain, dan memohon mereka
untuk tidak sederhana tetapi lebih memuji Hades, sejak penggambaran-penggambaran mereka yang
sekarang tidaklah benar, dan akan merusakkan tentara-tentara masa depan kita.”
“Itu akan menjadi tugas kita,” katanya.
“Kemudian,” aku berkata, “kita harus melenyapkan banyak baris buruk,
dimulai dengan ayat-ayat, Aku lebih baik
menjadi budak di tanah orang miskin dan tanpa bagian daripada menjadi pemimpin
dan raja dari orang-orang mati yang binasa. Dan ini: Kepada manusia dan para fana, rumah-rumah dari yang mati tersibak suram
dan gaduh dan kumuh, bahkan para dewa membencinya. Ini juga: Duhai diriku, benar-benar di dalam Hades tinggal
jiwa berbentuk hantu yang sama sekali tanpa pikiran. Lagi dari Tiresias: ia
saja yang akan bijaksana, jiwa-jiwa yang lain adalah bayangan-bayangan yang
melayang-layang. Lagi: Dari tubuhnya jiwanya
terpaksa terbang menuju Hades, meratapi nasibnya, meninggalkan kemanusiaan dan
kemudaan. Lagi: Di bawah bumi seperti
asap, musnah jiwa yang menangis nyaring. Dan, Seperti kelelawar-kelelawar di dalam kegelapan gua mistik, kapan saja satupun
lepas dari gantungan dan terjatuh dari karang, terbang berteriak dan
berpegangan satu sama lain, demikian mereka berteriak nyaring berpegangan
bersama-sama saat mereka bergerak. Dan kita harus memohon kepada Homer dan
para penyair yang lain supaya tidak marah jika kita mengeluarkan ini dan
kalimat-kalimat yang serupa, bukan karena tidak puitis, atau tidak menarik
kepada telinga umum, tetapi karena semakin besar pesona puitis mereka, semakin
kurang mereka serasi untuk telinga-telinga anak-muda dan para laki-laki yang
ingin merdeka, dan yang harus takut kepada perbudakan lebih daripada kepada
kematian.”
“Secara tanpa ragu.”
“Kita harus juga menolak semua nama buruk dan mengejutkan yang
menggambarkan dunia bawah, Cocytus dan Styx, hantu-hantu di bawah bumi, dan
bayangan-bayangan yang tidak berdaya, dan kata-kata serupa yang penyebutannya
menyebabkan gentar menembus ke dalam jiwa pendengarnya. Aku tidak mengatakan
bahwa kisah-kisah mengerikan ini mungkin tidak memiliki semacam manfaat, tetapi
ada sebuah bahaya bahwa syaraf para pengawal kita mungkin menjadi terlalu
terkesan dan bersifat perempuan oleh mereka.”
“Sebuah bahaya yang nyata,” katanya.
“Kemudian kita harus tidak membiarkan mereka lagi.”
“Benar.”
“Selainnya dan nada yang lebih terhormat harus disusun dan dinyanyikan
oleh kita.”
“Secara jelas.”
“Dan haruskah kita melanjutkan menyingkirkan tangisan dan ratapan
orang-orang terkenal?”
“Mereka akan pergi bersama yang lain.”
“Tetapi akankah kita benar di dalam menyingkirkan mereka? Kita mengukuhkan
bahwa orang yang baik akan tidak menganggap kematian sebagai mengerikan kepada
orang baik yang lain yang adalah temannya.”
“Ya, kita mengatakan itu.”
“Dan karena itu akan tidak bersedih kepada kepergian temannya
seolah-olah ia mengalami sesuatu yang buruk?”
“Ia akan tidak.”
“Semacam seseorang, yang sebagaimana kita peroleh, mencukupi untuk
dirinya sendiri dan kebahagiaannya, dan karena itu lebih tidak membutuhkan
orang lain.”
“Benar,” ia berkata.
“Dan untuk alasan kehilangan seorang anak atau saudara ini, atau
terhalau dari keberuntungan, kepadanya lebih tidak mengerikan.”
“Secara yakin.”
“Dan karena itu ia akan lebih sukar meratap, dan akan menanggung dengan
ketenangan yang paling besar apapun kemalangan semacam ini yang mungkin
menimpanya.”
“Ya, ia akan merasakan kemalangan semacam demikian lebih ringan daripada
yang lain.”
“Kemudian kita haruslah benar di dalam menghalau ratapan orang-orang
yang terkenal, dan memberikannya kepada para perempuan, dan bahkan tidak kepada
para perempuan yang baik, atau kepada para laki-laki yang dari macam yang
rendah, supaya mereka yang terdidik oleh kita untuk menjadi pembela Negara
mungkin terhindar dari melakukan hal serupa.”
“Itu akan sangat benar.”
“Kemudian kita akan sekali lagi meminta kepada Homer dan para penyair
yang lain untuk tidak menggambarkan Achilles, anak dewi, pertama-tama berbaring
menyamping, kemudian memunggung, dan kemudian di wajahnya; kemudian memulai dan
berlayar di dalam kegilaan menyusuri pantai lautan datar; juga
tidak mengambil debu kotor dengan dua tangannya
dan menumpahkan di kepalanya, atau menangis dan meratap di dalam beragam cara
yang Homer ceritakan. Harus tidak juga ia menggambarkan Priam sang raja
kesayangan para dewa sebagai meminta dan memohon, berguling-guling di tanah memanggil
keras-keras nama setiap orang. Tetap kita lebih memohon kepadanya supaya
sekali-kali jangan memperkenalkan para dewa sebagai meratap dan berkata, Aduhai! kesedihanku! Aduhai! Aku membawa
panen kepada dukaku.
Tetapi jika ia harus memperkenalkan para dewa, bagaimanapun, ia tidak boleh
lancang salah menjelaskan para dewa yang terbesar, seperti membuatnya
mengatakan: Wahai langit!
sungguh dengan mataku aku memandang temanku dikejar berkeliling kota, dan jantungku
sangat sedih. Atau lagi: Kasihan
diriku, Sarpedon terbaik dari antara para laki-laki kepadaku, takluk di tangan
Patroclus anak Menoetius.
Karena jika, temanku
Adeimantus, anak muda kita secara bersungguh-sungguh mendengarkan penggambaran
semacam yang tidak berharga demikian tentang para dewa, sukar ada dari mereka
akan menganggap dirinya sendiri, yang hanya manusia, bisa malu oleh perlakuan
serupa. Tidak juga ia akan menekan kemungkinan apapun yang mungkin tumbuh di
dalam pikirannya untuk mengatakan dan melakukan demikian. Dan bukan memiliki malu
atau kendali-diri, ia akan selalu menangis dan meratapi hal-hal kecil.”
“Ya,” ia
berkata, “itu adalah paling benar.”
“Ya,” aku
menjawab. “Tetapi secara yakin itu harus tidak terjadi, sebagaimana argumen
baru saja membuktikan kepada kita, dan dengan bukti itu kita harus patuh sampai
dibatalkan oleh sebuah yang lebih baik.”
“Ia harus
tidak begitu.”
“Juga tidak
para pengawal kita diberikan tertawaan. Karena tertawa yang berlebihan hampir
selalu merangsang reaksi yang kasar.”
“Demikianlah
aku percaya.”
“Kemudian jika
siapapun menggambarkan orang-orang yang berharga sebagai keterlaluan tertawa,
harus jauh lebih sedikit penampilan semacam demikian dibiarkan kepada para
dewa.”
“Seharusnya memang jauh lebih sedikit.”
“Seharusnya memang jauh lebih sedikit.”
“Kemudian kita harus tidak membiarkan sikap demikian digunakan kepada
para dewa sebagaimana Homer saat ia menggambarkan bagaimana tawa yang
berlebihan bangkit di antara para dewa yang terberkati, saat mereka melihat
Hephaestus sibuk menggembung dan terengah-engah. Menurutku, kita harus tidak
menerima mereka.”
“Menurutku,
jika kamu suka untuk mengarahkan mereka kepadaku; kita memang seharusnya tidak menerima
mereka.”
“Lagi,
kebenaran harus dihargai secara tinggi. Jika, sebagaimana kita katakan, sebuah
kebohongan tidaklah berguna kepada para dewa, dan berguna hanya sebagaimana
obat kepada manusia, kemudian penggunaan obat-obat semacam demikian harus
dibatasi kepada para dokter, diri-diri pribadi tidak berurusan dengan mereka.”
“Secara
jelas tidak,” ia berkata.
“Kemudian
jika siapapun sama sekali memiliki wewenang berbohong, mereka seharusnya para
pemimpin Negara; dan mereka, di dalam berurusan dengan musuh-musuh atau dengan
warga mereka sendiri, mungkin dibiarkan berbohong untuk kebaikan umum. Tetapi
tidak ada orang yang lain, untuk seorang biasa yang membalas berbohong
kepada mereka dianggap sebagai suatu kesalahan yang lebih lancang daripada
pasien atau murid dari sebuah gimnasia yang tidak membicarakan
kebenaran tentang penyakit-penyakit badaniah mereka kepada dokter atau pelatih, atau pelaut yang tidak mengatakan kepada
nahkoda apa yang terjadi di kapal dan keseluruhan awak, dan bagaimana hal-hal
terjadi dengan dirinya sendiri atau teman-temannya para pelaut.”
“Benar,”
katanya.
“Kemudian, jika
penguasa menangkap siapapun selain dirinya sendiri berbohong di dalam Negara, siapapun
dari para pengrajin, pendeta, atau dokter, atau tukang kayu, ia akan
menghukumnya untuk mengenalkan perbuatan yang bersifat menumbangkan dan
menghancurkan kapal ataupun Negara.”
“Paling
secara pasti,” ia berkata, “jika ide Negara kita dilaksanakan.”
“Selanjutnya,
pemuda kita harus bersahaja?”
“Tentu
saja.”
“Bukankah
bagian-bagian penting dari kesahajaan secara umum, kepatuhan kepada para
pemimpin dan menjadi para pemimpin terhadap selera-selera dan kenikmatan-kenikmatan
badaniah dari makanan, minuman, dan lain-lain?”
“Benar.”
“Kemudian kita harus menerima macam bahasa sebagaimana Diomede di dalam
Homer, Teman, duduk dan patuhi
perkataanku; dan ayat-ayat yang mengikuti, Orang-orang Yunani berbaris dengan nafas berani, di dalam kepatuhan
kepada pemimpin-pemimpin mereka, dan ungkapan-ungkapan lain dari macam yang
sama.”
“Kita harus
demikian.”
“Apa dengan
kalimat ini, Wahai yang berat dengan anggur, yang memiliki
mata seekor anjing dan jantung seperti rusa,
dan kata-kata yang mengikuti? Akankah kamu mengatakan bahwa, atau
ketidaksopanan serupa yang orang-orang awam biasa tujukan kepada para pemimpin
mereka, di dalam puisi ataupun prosa, adalah pembicaraan yang baik ataukah
buruk?”
“Mereka kata-kata
yang buruk.”
“Mereka
sangat mungkin memberikan hiburan, tetapi mereka tidak menuntun kepada
kebersahajaan. Mereka sepertinya akan melakukan keburukan kepada para pemuda
kita, apakah kamu setuju denganku?”
“Ya.”
“Dan
kemudian, lagi, kepada membuat orang-orang yang paling bijaksana mengatakan
bahwa tidak ada apapun di dalam pendapatnya lebih megah daripada ketika
meja-meja berdiri Penuh oleh roti dan daging, dan pembawa piala
mengedarkan berkeliling anggur yang ia ambil dari mangkuk dan tuangkan ke dalam
piala-piala, apakah cocok atau
mendukung kesahajaan seorang pemuda mendengarkan kata-kata demikian? Atau ayat,
Nasib yang paling sedih adalah mati dan bertemu dengan takdir di dalam
lapar? Apakah menurutmu
mendengar hal-hal semacam ini akan menuntun pemuda kepada kesahajaan dan
pengendalian diri? Atau, kisah Zeus yang di dalam sekejap melupakan semua rencananya,
sementara orang-orang dan para dewa yang lainnya tertidur, karena birahinya,
dan sangat terkuasai di pemandangan kepada Hera sehingga ia bahkan tidak pergi
ke dalam gubuk, tetapi ingin berbaring dengannya di tanah, menyatakan bahwa ia belum pernah di dalam keadaan terpesona
demikian sebelumnya, bahkan ketika mereka dahulu bertemu pertama kali satu sama
lain, menipu orang-tua mereka; atau kisah bagaimana Hephaestus, karena hal serupa, memasangkan rantai
melingkari Ares dan Aphrodite?”
“Tidak,
demi Zeus,” ia berkata; “menurutku akan tidak.”
“Tetapi
sikap ketahanan apapun yang dilakukan atau dikatakan oleh orang-orang yang
terkenal, hal-hal ini mereka harus lihat dan dengar. Seperti, misalnya yang dikatakan di dalam ayat-ayat, Ia memukul dadanya, dan demikian menyapa
jantungnya, Bertahanlah, jantungku; jauh lebih buruk pernah engkau tanggung!”
“Tentu
saja,” ia berkata.
“Selanjutnya, kita harus tidak membiarkan mereka menjadi para penerima atau para
pemberi atau para pecinta uang.”
“Tentu saja
tidak.”
“Juga harus
tidak kita menyanyikan kepada mereka, pemberian-pemberian merayu para dewa, dan merayu raja-raja.
Juga tidak Phoenix, guru Achilles, diterima atau dianggap telah memberikan
muridnya ajaran yang baik ketika memberitahukannya bahwa ia harus menerima
pemberian orang-orang Yunani dan membantu mereka, tetapi pemberian ia
harus tidak menyampingkan amarahnya. Juga tidak akan kita percaya atau menerima
bahwa Achilles sendiri telah menjadi seorang pecinta uang sehingga menerima
milik Agamemnon atau bahwa ketika ia menerima pembayaran ia mengembalikan mayat
Hector, tetapi tanpa pembayaran ia akan tidak ingin melakukan demikian.”
“Tanpa ragu,” ia berkata, “hal-hal ini bukanlah pernyataan-pernyataan yang bisa
diterima.”
“Mencintai
Homer sebagaimana aku lakukan, aku secara sukar suka mengatakan bahwa di dalam
mengenakan perasaan-perasaan ini kepada Achilles, atau memercayai mereka benar-benar kepadanya, ia bersalah dengan ketidaksalehan. Sekecil aku
bisa memercayai cerita tentang kelancangannya kepada Apollo, saat ia
mengatakan, Engkau bersalah kepadaku, wahai pemanah-jauh
paling buruk dari para dewa. Pastilah aku mengingini ia bahkan dengan engkau, jika
saja aku memiliki kekuatan. Atau ketidakpatuhannya kepada dewa-sungai, yang ia siap menjatuhkan tangan kepadanya. Atau persembahannya kepada
Patroclus yang telah mati dari rambutmya sendiri, yang sebelumnya telah
diberikan kepada dewa-sungai lain Spercheius, dan bahwa ia benar-benar menampilkan
sumpah ini. Atau bahwa ia menyeret Hector mengelilingi kubur Patroclus, dan
membunuh sang tahanan di tumpukan kayu api. Atas semua ini aku tidak bisa
percaya bahwa ia bersalah, lebih daripada aku bisa membiarkan warga-warga
kita percaya bahwa ia, murid dari Cheiron yang bijaksana, anak dari dewi dan
Peleus yang adalah laki-laki yang paling berbudi di antara manusia dan
keturunan ke tiga dari Zeus, sangat tidak terkendali di dalam sikapnya sebagai
di satu waktu menjadi budak dari dua gairah yang tidak tetap, kekejaman, tidak
tak ternoda oleh ketamakan, bersama-sama dengan celaan yang keterlaluan kepada
para dewa dan manusia.”
“Kamu cukup
benar,” ia berkata.
“Dan biarkan kita juga menolak percaya atau membiarkan diulangi, kisah
Theseus anak Poseidon, atau Peirithous anak Zeus, melakukan pemerkosaan yang
mengerikan, atau siapapun pahlawan atau anak dewa
berani melakukan hal-hal semacam yang tidak-saleh dan mengerikan sebagaimana
mereka secara salah menggambarkan mereka di masa kita. Dan biarkan kita lebih
jauh memaksa para penyair menyatakan bahwa tindakan-tindakan ini tidak
dilakukan oleh mereka, atau bahwa mereka bukanlah anak-anak para dewa, mereka
harus tidak diizinkan membenarkan kedua-duanya. Kita akan tidak membiarkan
mereka mencoba membuat yakin para pemuda kita bahwa para dewa adalah para
pengajar keburukan, dan bahwa para pahlawan tidak lebih baik daripada manusia
yang buruk, sebagaimana kita katakan, tidak saleh juga tidak benar, untuk kita
telah membuktikan bahwa keburukan tidak bisa datang dari para dewa.”
“Secara
yakin tidak.”
“Dan lebih
jauh mereka seperti memiliki sebuah pengaruh buruk kepada mereka yang mendengar
mereka. Karena setiap orang akan mulai mengizinkan keburukan diri mereka sendiri
ketika ia teryakinkan bahwa kelemahan-kelemahan yang sama selalu dilakukan oleh
kerabat para dewa, kerabat Zeus, yang altar
pendahulunya, altar Zeus, tinggi di udara di puncak Ida, dan yang memiliki Darah
para dewa mengalir di dalam urat-urat mereka. Dan karena itu biarkan kita mengakhiri kisah-kisah semacam demikian,
supaya tidak menimbulkan kelemahan moral di antara para pemuda.
“Dengan
senang hati, ia menjawab.”
“Tetapi
sekarang bahwa kita menentukan tingkatan-tingkatan apa dari hal-hal yang tidak untuk
diucapkan, biarkan kita melihat jika apapun terabaikan oleh kita. Sikap yang di
dalamnya para dewa dan para demigod
dan para pahlawan dan dunia bawah harus diperlakukan telah diletakkan.”
“Sangat
benar.”
“Dan apa
yang harus kita katakan tentang manusia? Itu secara jelas adalah bagian yang
tersisa dari pokok bahasan kita.”
“Secara
jelas demikian.”
“Tetapi
kita tidak di dalam keadaan bisa menjawab pertanyaan tersebut, temanku.”
“Mengapa
tidak?”
“Karena,
jika aku tidak salah, kita harus mengatakan bahwa tentang manusia para penyair
dan penulis prosa bersalah membuat pernyataan-pernyataan salah yang paling
suram, ketika mereka memberitahukan kita bahwa orang-orang yang lemah sering
berbahagia, dan yang baik menderita, dan bahwa menguntungkan saat tidak
terlacak, tetapi bahwa keadilan adalah kerugian seseorang dan perolehan yang
lainnya. Hal-hal ini kita harus melarang mereka lantunkan, dan memerintahkan
mereka menyanyikan dan mengatakan yang sebaliknya.”
“Yakin kita
harus,” ia menjawab.
“Tetapi
jika kamu menerima bahwa aku benar di dalam ini, kemudian aku harus
menyimpulkan bahwa kamu telah menunjukkan ajaran yang untuknya kita telah
selama ini rundingkan.”
“Aku
menghargai kebenaran dari pendapatmu.”
“Bahwa
hal-hal yang demikian adalah ataukah bukanlah untuk dikatakan tentang manusia
adalah sebuah pertanyaan yang kita tidak bisa menentukan sampai kita menemukan
apakah keadilan, dan bagaimana secara alamiah menguntungkan kepada pemiliknya,
jika ia adil ataukah tidak.”
“Paling
benar,” ia berkata.
“Cukup
tentang puisi. Biarkan kita sekarang membicarakan gaya, ketika ini telah
ditimbangkan, kedua-duanya hal dan sikap akan secara lengkap diperlakukan.”
Dan
Adeimantus berkata, “Aku tidak memahami maksudmu.”
“Kemudian
aku harus membuatmu mengerti; dan aku mungkin lebih bisa dimengerti jika aku
meletakkan persoalan ini di dalam jalan ini. Kamu memahami, aku menyangka,
bahwa semua mitologi dan puisi adalah penuturan kejadian-kejadian, yang lalu,
sekarang, atau yang akan datang?”
“Tentu
saja,” ia menjawab.
“Dan
penuturan mungkin penuturan sederhana, atau peniruan, atau sebuah gabungan dari
dua tersebut?”
“Itu lagi,”
ia berkata, “aku tidak cukup mengerti.”
“Aku
khawatir bahwa aku harus menjadi seorang guru yang konyol ketika aku sangat sukar
membuat diriku bisa dimengerti. Seperti seorang pembicara yang buruk, karena
itu, aku akan tidak mengambil keseluruhan pokok pembicaraan tersebut, tetapi
akan mengambil sebuah pecahan di dalam penggambaran maksud diriku. Apakah kamu
mengetahui baris-baris
pertama dari Iliad, yang di dalamnya sang penyair mengatakan bahwa Chryses
memohon Agamemnon supaya melepaskan puterinya, dan bahwa Agamemnon menjadi
marah kepadanya, sedangkan Chryses yang permintaannya tidak
terpenuhi, mengundang
kemarahan dewa terhadap orang-orang Achaea?”
“Ya.”
“Sekarang
di sepanjang baris-baris ini, ia memohon kepada semua orang-orang Achaea,
tetapi terutama dua anak Atreus, dua kembar para pemimpin masyarakat, sang
penyair membicarakan dirinya sendiri, ia tidak pernah menuntun kita kepada
menganggap bahwa ia adalah siapapun yang lain. Tetapi di dalam apa yang
selanjutnya ia mengambil diri Chryses, dan kemudian ia melakukan semua yang ia
bisa untuk membuat kita memercayai bahwa sang pembicara bukanlah Homer, tetapi
sang pendeta tua itu sendiri. Dan di dalam bentuk ganda ini ia menceritakan
keseluruhan penuturan kisah-kisah di Troy dan di Ithaca dan keseluruhan Odyssey.”
“Benar.”
“Dan sebuah
penuturan, tinggal kedua-duanya di dalam perkataan-perkataan yang sang penyair
ucapkan dari waktu ke waktu dan di dalam pertengahan jalan?”
“Cukup
benar.”
“Tetapi
ketika sang penyair berbicara seolah-olah di dalam diri yang lain, mungkinkah
kita tidak mengatakan bahwa ia menyesuaikan gayanya kepada orang yang,
sebagaimana ia memberitahukan-mu, sedang berbicara?”
“Tentu
saja.”
“Dan
penyesuaian dirinya sendiri kepada yang lain ini, menggunakan suara ataupun
gerakan, adalah peniruan orang yang dirinya ia anggap?”
“Tentu
saja.”
“Kemudian
di dalam kejadian ini penuturan penyair mungkin dikatakan terjadi oleh jalan
peniruan?”
“Benar.”
“Atau, jika penyair di manapun tampak dan tidak pernah menyembunyikan dirinya sendiri, kemudian lagi peniruan terjatuh, dan puisinya menjadi penuturan sederhana. Bagaimanapun, di dalam tujuan bahwa aku mungkin membuat maksud diriku cukup jelas, dan supaya kamu mungkin tidak lagi mengatakan, ‘Aku tidak mengerti,’ aku akan menunjukkan bagaimana perubahan tersebut mungkin berpengaruh. Jika Homer mengatakan, ‘Sang pendeta datang, memiliki barang-barang anak-perempuan-nya di dalam tangannya, memohon orang-orang Achaea, dan di atas semua raja;’ dan kemudian jika, melain dari berbicara di dalam diri Chryses, ia melanjutkan di dalam dirinya sendiri, kata-kata tersebut akan menjadi, bukan peniruan, tetapi penuturan sederhana. Baris tersebut akan tertulis sebagai berikut (Aku bukan penyair, dan karena itu aku menjatuhkan matra), ‘Sang pendeta datang dan memohon kepada para dewa atas nama orang-orang Yunani supaya mereka mungkin menaklukkan Troy dan kembali pulang secara aman, tetapi meminta bahwa mereka akan memberikannya anak-perempuan-nya, dan mengambil barang-barang yang ia bawa, dan menghormati sang dewa. Demikian ia berbicara, dn orang-orang Yunani yang lainnya bertakzim kepada sang pendeta dan setuju. Tetapi Agamemnon marah, dan memintanya pergi dan jangan datang kembali, jika tidak tongkat dan garland dewa akan tidak berguna untuknya. Katanya, anak-perempuan Chryses harus tidak dilepaskan, ia harus menua bersamanya di Argos. Dan kemudian ia mengatakan kepadanya supaya pergi dan tidak membuat marah dirinya lagi, jika ia berniat pulang tanpa terluka. Dan orang tua tersebut pergi khawatir dan diam, dan saat ia telah meninggalkan tenda, ia memanggil Apollo dengan namanya yang banyak, mengingatkannya setiap hal yang ia telah lakukan untuk menyenangkannya, di dalam membangun kuil-kuilnya, ataupun di dalam persembahan pengorbanan, dan berdoa bahwa perbuatan baiknya mungkin dibalaskan kepadanya, dan bahwa orang-orang Achaea mungkin menghapus air-matanya dengan panah-panah sang dewa,’ dan demikian selanjutnya. Di dalam jalan ini, tanpa peniruan keseluruhan menjadi penuturan sederhana.”
“Aku
mengerti,” ia berkata.
“Atau kamu
mungkin menganggap hal yang berlawanan bahwa baris-baris pertengahan
dihilangkan, dan perbincangan saja yang tersisa.”
“Itu juga,”
ia berkata, “aku mengerti; maksudmu, contohnya sebagaimana di dalam tragedi.”
“Kamu telah
memahami maksudku secara sempurna; dan jika aku tidak salah, apa yag kamu gagal
pahami sebelumnya sekarang jelas kepadamu, bahwa puisi dan mitologi adalah, di dalam
beberapa kejadian, secara keseluruhan tiruan. Contoh dari ini disediakan oleh
tragedi dan komedi; ada juga gaya yang berlawanan, yang di dalamnya penyair
adalah satu-satunya pembicara, ditiramb contoh yang terbaik untuk ini; dan gabungan
dari keduanya ditemukan di dalam epik, dan di dalam beberapa gaya yang lainnya
dari puisi. Apakah aku membawamu bersamaku?”
“Ya,” ia
berkata, “sekarang aku mengerti maksudmu.”
“Aku akan
memintamu mengingat juga hal yang aku mulai dengan mengatakan, bahwa kita telah
selesai dengan pokok pembicaraan tersebut dan mungkin melanjutkan kepada gaya.”
“Ya, aku
ingat.”
“Maksudku
adalah apakah para penyair, di dalam menuturkan kisah-kisah mereka, dibiarkan
oleh kita untuk meniru, dan jika demikian, secara keseluruhan ataukah sebagian,
dan jika yang terakhir, di dalam bagian-bagian apa; ataukah semua peniruan
harus dilarang?”
“Maksudmu, kamu
menanyakan apakah tragedi dan komedi diterima ke dalam Negara kita?”
“Ya,” aku berkata; “tetapi
mungkin ada yang lebih daripada ini. aku benar-benar belum tahu, tetapi ke manapun argumen bertiup, ke sanalah kita pergi.”
“Dan kita akan pergi,” ia berkata.
“Kemudian,
Adeimantus, biarkan aku menanyaimu jika para pengawal kita harus menjadi para
peniru; atau lebih, bukankah pertanyaan ini telah ditentukan oleh peraturan
yang telah diletakkan bahwa satu orang hanya bisa melakukan baik satu hal, dan
bukan banyak; dan jika ia mencoba banyak, ia akan segera gagal di dalam
memeroleh nama baik di manapun?”
“Tentu saja.”
“Dan ini seperti
peniruan. Tidak ada orang yang bisa meniru banyak hal sebagaimana ia meniru
satu hal?”
“Ia tidak
bisa.”
“Kemudian
orang yang sama tersebut akan secara sukar mampu menggabungkan satu pekerjaan
yang bersungguh-sungguh di dalam hidup, dan di saat yang sama menjadi peniru
dan meniru banyak bagian yang lainnya juga. Karena bahkan ketika dua jenis
peniruan bersekutu secara dekat, orang yang sama tersebut tidak bisa berhasil
di dalam kedua-duanya, sebagaimana, untuk contoh, para penulis tragedi dan
komedi bukankah kamu baru saja menyebut mereka sebagai peniruan?”
“Ya, aku
melakukannya. Dan kamu benar menganggap orang yang sama tersebut tidak bisa
berhasil di dalam kedua-duanya.”
“Lebih
daripada mereka bisa menjadi penyanyi rapsodi dan aktor di saat yang bersamaan?”
“Benar.”
“Tetapi juga
tidak para aktor komik dan tragedi, hal-hal ini hanyalah peniruan.”
“Mereka
demikian.”
“Dan
alamiah manusia, Adeimantus, tampak telah dibagi ke dalam pecahan-pecahan
kecil, dan menjadi tidak mampu meniru banyak hal juga, sebagaimana menampilkan
baik tindakan-tindakan yang kepadanya peniruan-peniruan adalah salinan-salinan.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Jika kita tetap
dengan anggapan mula-mula kita dan mengingat bahwa para pengawal kita, menyampingkan
setiap urusan yang lain, memberikan diri mereka kepada penjagaan kemerdekaan di
dalam Negara, menjadikan ini pekerjaan mereka, dan tidak terlibat di dalam
pekerjaan yang tidak berujung kepada ini, mereka harus tidak mengerjakan atau
meniru apapun yang lain; jika mereka meniru sama sekali, mereka harus meniru
dari sejak masa muda mereka kepada watak-watak yang sesuai dengan pekerjaan
mereka --yang berani, bersahaja, suci, merdeka;
dari peniruan, mereka akan menjadi apa yang mereka tiru. Apakah kamu tidak
pernah mengamati bagaimana peniruan-peniruan, dimulai di awal masa muda dan
berlanjut jauh ke dalam hidup, akhirnya tumbuh ke dalam kebiasaan-kebiasaan dan
menjadi alamiah ke dua, memengaruhi badan, suara, dan pikiran?”
“Ya, tentu
saja,” ia berkata.
“Kemudian,”
kataku, “kita akan tidak membiarkan mereka yang kita jaga dan yang kita katakan
akan menjadi orang-orang yang baik, dari meniru perempuan, tua ataupun muda,
bertengkar dengan suaminya, menantang langit, berkata-kata melebih-lebihkan,
menyombongkan keberuntungannya, atau di dalam kemalangan dan dikuasai oleh
kesedihan dan tangisan; dan tentu saja bukan seorang
yang sakit, cinta, ataupun perburuhan.”
“Sangat
benar,” katanya.
“Mereka
juga harus tidak menirukan para budak, laki-laki ataupun perempuan, dan melakukan
urusan-urusan para budak?”
“Mereka
harus tidak.”
“Dan secara
yakin bukan orang-orang buruk, pengecut atau apapun yang lainnya, yang
melakukan kebalikan dari apa yang kita telah gambarkan, mencaci dan mengejek
satu sama lain, mengucapkan kata-kata buruk di dalam minum ataupun tidak di
dalam minum, atau yang di dalam cara apapun berdosa satu sama lain melawan diri
mereka sendiri dan tetangga-tetangga mereka di dalam perkataan dan perbuatan.
Juga tidak mereka dilatih meniru tindakan ataupun perkataan para laki-laki dan
para perempuan yang gila atau buruk; untuk kegilaan, seperti kejahatan, untuk
diketahui tetapi bukan untuk dilakukan atau ditiru.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Bagaimana
dengan ini?” aku berkata, “apakah mereka akan meniru pandai besi dan para
pengrajin yang lain atau para pendayung perahu dan semua yang menguras waktu
mereka atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ini?”
“Bagaimana
mereka bisa,” ia berkata, “sementara mereka tidak dibiarkan memikirkan apapun
dari hal-hal ini?”
“Juga tidak
mereka menirukan ringkik kuda, lenguhan kerbau, riak sungai dan ombak lautan,
guruh, dan semua hal semacam itu?”
“Tidak,” katanya, “jika kegilaan dilarang, juga tidak salinan dari tingkah orang-orang gila.”
“Maksudmu,”
aku berkata, “jika aku benar memahamimu, bahwa ada satu macam gaya penuturan
yang mungkin dikerjakan oleh orang yang benar-benar baik saat ia memiliki
apapun untuk dikatakan, dan bahwa macam yang lainnya akan digunakan oleh orang
dan pendidikan yang berlawanan.”
“Dan apa dua macam ini?” ia bertanya.
“Anggap,”
aku menjawab, “bahwa orang yang adil dan baik di dalam hal penuturan tiba di
suatu perkataan atau tindakan orang baik yang lain, aku harus membayangkan
bahwa ia akan menjelmakannya, dan akan tidak malu kepada peniruan semacam ini:
ia akan paling bersedia memainkan peranan orang baik tersebut ketika ia
bersikap secara tangguh dan secara bijaksana; di dalam sebuah derajat yang
lebih rendah ketika ia ditemui penyakit atau cinta atau minuman, atau bertemu
dengan kecelakaan lain manapun. Tetapi ketika ia tiba di pribadi yang tidak
bernilai kepadanya, ia akan tidak membuat mempelajari itu; ia akan menganggap
hina orang yang demikian, dan akan melakukan keserupaannya, jika sama sekali,
untuk hanya sebentar saat ia melakukan suatu tindakan yang baik; di saat yang
lain ia akan malu memainkan sebuah bagian yang ia tidak pernah lakukan, juga
tidak akan ia menyukai untuk menyerupakan dan membentuk dirinya sendiri
berdasarkan contoh-contoh yang hina; ia merasa pekerjaan seni semacam demikian,
kecuali di dalam melucu, berada di bawahnya, dan pikirannya memberontak
kepadanya.”
“Demikianlah
kuharapkan,” ia menjawab.
“Kemudian
ia akan mengambil cara penuturan semacam yang kita telah gambarkan keluar dari
Homer, yaitu, gayanya akan kedua-duanya peniruan dan penuturan; tetapi akan ada
sangat sedikit dari yang terdahulu, dan banyak dari yang terkemudian. Apakah
kamu setuju?”
“Tentu
saja,” ia berkata; “itu adalah contoh yang pembicara semacam demikian harus
ambil secara perlu.”
“Kemudian,”
aku berkata; “ada macam pribadi yang lain yang akan menuturkan apapun, dan,
semakin buruk kebohongan, semakin ia akan menjadi tidak beradab; tidak ada yang
akan terlalu buruk untuknya: dan ia akan bersedia meniru apapun, bukan sebagai
melucu, tetapi di dalam cara yang baik, dan di hadapan teman yang banyak.
Sebagaimana aku baru saja katakan, ia akan berusaha menghadirkan suara guruh,
suara ribut dari angin dan aula, atau derik roda-roda, dan takal, dan
bermacam-macam suara suling; pipa-pipa, terompet, dan semua macam alat musik
yang lain: ia akan menggonggong seperti anjing, mengembik seperti domba, atau
berkokok seperti ayam jantan; keseluruhan seni dirinya akan terdiri dari peniruan
suara dan sikap, dan akan ada sangat sedikit penuturan.”
“Itu,” ia
berkata, “akan menjadi caranya berbicara.”
“Ini,
kemudian, adalah dua macam gaya?”
“Ya.”
“Dan kamu
akan setuju denganku di dalam mengatakan bahwa satu dari mereka adalah
sederhana dan hanya memiliki sedikit perubahan; dan jika harmoni dan ritme juga
dipilih untuk kesederhanaan mereka, hasilnya adalah bahwa pembicara tersebut,
jika ia berbicara secara benar, adalah selalu lebih di dalam gaya yang sama,
dan ia akan tetap di dalam batas-batas harmoni tunggal, karena perubahannya
tidak besar, dan di dalam cara yang sama ia akan menggunakan hampir ritme yang
sama?”
“Itu cukup
benar,” ia berkata.
“Sementara
yang lainnya membutuhkan semua macam harmoni dan semua macam ritme, jika musik
dan gaya adalah berhubungan, karena gaya memiliki semua macam perubahan.”
“Itu juga
secara sempurna benar,” ia menjawab.
“Dan bukankah kedua gaya
tersebut, atau gabungan dari keduanya, mewakili semua puisi, dan setiap bentuk
pengungkapan di dalam kata-kata? Tidak seorangpun bisa mengatakan kecuali di
dalam satu atau yang lainnya dari mereka atau di dalam kedua-duanya
bersama-sama.”
“Mereka
termasuk semua,” ia berkata.
“Dan
haruskah kita menerima ke dalam Negara kita semua tiga gaya tersebut, ataukah
hanya satu dari dua yang bukan tercampur? Atau akankah kamu memasukkan yang
tercampur?”
“Aku harus
memilih hanya menerima peniruan yang murni kepada kebaikan.”
“Ya, Adeimantus,” aku
berkata, “tetapi gaya campuran juga sangat memesona. Dan memang pantomimik, kebalikan dari yang terpilih olehmu, adalah
gaya yang paling terkenal dengan anak-anak
dan teman-teman mereka, dan dengan dunia di dalam keseluruhan.”
“Aku tidak
menyangkalnya.”
“Tetapi aku
menyangka kamu akan berpendapat bahwa gaya semacam itu tidak sesuai untuk
Negara kita, yang di dalamnya alamiah manusia bukan dua sifat atau banyak
sifat, untuk satu orang memainkan satu bagian saja?”
“Ya, cukup
tidak sesuai.”
“Dan inilah alasan mengapa di dalam Negara kita, dan hanya di dalam Negara kita,
kita harus menemukan seorang pembuat sepatu menjadi pembuat sepatu dan bukan
menjadi nahkoda juga, dan seorang peternak menjadi seorang petani dan bukan
seorang hakim juga, dan seorang tentara menjadi tentara dan bukan seorang
pedagang juga, dan sama keseluruhan?”
“Benar,” ia
berkata.
“Dan karena
itu saat siapapun dari orang-orang yang sangat pintar sehingga mereka bisa
menirukan apapun, datang kepada kita, dan membuat sebuah lamaran untuk
memamerkan dirinya sendiri dan puisinya, kita akan terjatuh dan menyembahnya
sebagai hal yang suci dan indah; tetapi kita harus memberitakannya bahwa di
dalam Negara kita orang semacam ia tidak diizinkan ada, hukum akan tidak
membiarkan mereka. Dan sehingga saat kita meminyakinya dengan harum-haruman, dan memasangkan sebuah garland wol di kepalanya, kita akan mengirimnya pergi kepada kota lain. Untuk kita demi
kesehatan jiwa-jiwa kita bermaksud mengerjakan penyair atau penutur-kisah yang
lebih kasar dan sederhana, yang akan hanya menirukan gaya yang baik saja, dan
akan mengikuti contoh-contoh yang kita telah gambarkan di saat pertama ketika
kita memulai pendidikan tentara-tentara kita.”
“Kita tentu
saja akan demikian,” ia berkata, “jika kita memiliki kekuatan.”
“Kemudian
sekarang, temanku,” aku berkata, “bagian musik dan kesusasteraan yang terhubung
kepada pengisahan atau mitos itu mungkin dianggap telah selesai; karena persoalan
dan cara telah kedua-duanya telah dibicarakan.”
“Menurutku demikian juga,”
ia berkata.
“Berikutnya
akan mengikuti melodi dan lagu.”
“Itu jelas.”
“Setiap
orang telah bisa melihat apa yang akan kita katakan tentang mereka, jika kita
akan bertetapan dengan diri kita sendiri.”
“Aku
khawatir,” kata Glaucon, tertawa, “bahwa kata-kata ‘setiap orang’ secara sukar
men-termasuk-kan aku, karena aku tidak bisa di saat ini mengatakan mereka harus
menjadi apa, walau aku mungkin menebak.”
“Kamu tentu
saja, menurutku,” aku berkata; “memiliki pemahaman yang cukup bahwa lagu
memiliki tiga bagian, kata-kata, melodi, dan ritme. Tingkatan pengetahuan
tersebut aku kira?”
“Ya,” ia
berkata; “sebanyak itu.”
“Dan
sepanjang untuk kata-kata, tentu saja tidak ada perbedaan kata-kata di atntara
kata-kata yang dan yang bukan terpasang kepada musik. Kedua-duanya akan
mematuhi hukum-hukum yang sama, dan ini telah ditentukan oleh kita?”
“Ya.”
“Dan melodi
dan ritme akan tergantung kata-kata?”
“Tentu
saja.”
“Kita
mengatakan, ketika kita membicarakan pokok-bahasan-persoalan, bahwa kita tidak
membutuhkan ratapan dan ketegangan-ketegangan dari kesedihan?”
“Benar.”
“Kemudian
apa harmoni yang menggambarkan kesedihan? Kamu musikal, dan bisa memberitahukan-ku.”
“Harmoni
yang kamu maksudkan adalah campuran atau tenor Lydia, dan full-tone atau bass Lydia, dan sebagainya.”
“Ini
kemudian,” aku berkata, “harus dihilangkan; bahkan kepada para perempuan yang
memiliki pribadi, mereka tidaklah berguna, dan jauh lebih rendah kepada para
laki-laki.”
“Tentu
saja.”
“Di dalam
tempat yang lebih lanjut, mabuk dan kelembutan dan kelambanan adalah sukar
menjadi pribadi para pengawal kita.”
“Sukar
menjadi.”
“Dan yang
manakah harmoni-harmoni minum dan kelembutan?”
“Ionia,” ia
menjawab, “dan Lydia. Mereka dianggap menenangkan.”
“Baik, dan
apakah ini dari penggunaan ketentaraan?”
“Sebaliknya,”
ia menjawab, “dan jika demikian hanya Doria dan Phyrgia yang kamu sisakan.”
Aku
menjawab: “Dari harmoni-harmoni aku tidak mengetahui apapun, tetapi aku
mengingini satu yang bersifat perang, untuk menyuarakan nada atau logat yang
seorang laki-laki pemberani suarakan di saat bahaya dan perubahan keras, atau
ketika dirinya gagal, dan ia akan terluka atau mati atau terkena suatu keburukan
yang lain, dan di setiap kegentingan bertemu dengan hembusan keberuntungan
dengan langkah kokoh dan tujuan bertahan; dan yang lainnya untuk digunakan
olehnya di saat-saat damai dan kemerdekaan bertindak, saat tidak ada tekanan
dari keperluan, dan ia berusaha membujuk dewa dengan bersembahyang, atau
manusia dengan perintah dan teguran. Atau di lain pihak, saat ia menunjukkan
kesediaannya untuk mematuhi bujukan atau perintah atau teguran, dan yang
mewakilinya saat oleh sikap berhati-hati ia menemui akhirnya, tidak terbawa
oleh keberhasilannya, tetapi bersikap secara bersahaja dan secara bijaksana di
bawah keadaan-keadaan tersebut, dan tenang menghadapi hasil. Dua harmoni ini
aku memintamu membiarkan, tegangan keperluan dan tegangan kemerdekaan, tegangan
kemalangan dan tegangan keberuntungan, tegangan keberanian, dan tegangan
kesahajaan; ini, aku katakan, biarkan.”
“Dan ini,”
ia menjawab, “adalah harmoni Doria dan Phyrgia yang baru saja aku bucarakan.”
“Kemudian,
aku berkata, jika dua ini saja yang akan digunakan di dalam lagu-lagu dan
melodi-melodi kita, kita harus tidak mengingini kejamakan nada atau panharmonic?”
“Aku kira
tidak.”
“Kemudian
kita harus tidak menerima para pengrajin lyre dengan
tiga sudut dan nada-nada yang rumit, atau para pembuat peralatan-peralatan
musik dari senar-banyak berharmoni-aneh yang lain manapun?”
“Tentu saja
tidak.”
“Tetapi apa
yang kamu katakan kepada para pembuat flute dan para pemain flute? Akankah kamu
menerima mereka ke dalam Negara kita ketika kamu mengungkapkan bahwa penggunaan
harmoni padat dari flute adalah lebih buruk daripada semua peralatan musik
bersenar dikumpulkan bersama-sama, bahkan musik panharmonic hanyalah peniruan dari flute?”
“Secara
jelas tidak.”
“Ada
tersisa kemudian hanya lyre dan harpa
untuk digunakan di dalam kota kita, dan para penggembala mungkin memiliki pipa
di desa.”
“Itu secara yakin adalah
kesimpulan yang ditarik dari argumen tersebut.”
“Pengutamaan
Apollo dan peralatan-peralatan musiknya daripada Marsyas dan
peralatan-peralatan musiknya tidaklah aneh,” kataku.
“Sama
sekali tidak, ia menjawab.”
“Dengan
demikian, demi anjing Mesir, kita telah secara tidak sadar membersihkan Negara, yang tidak
berapa lama yang lalu dianggap mewah.”
“Dan kita
telah melakukan secara bijaksana.”
“Kemudian
biarkan kita sekarang menyelesaikan pembersihan tersebut,” aku berkata. “Selanjutnya
di dalam mengatur harmoni-harmoni, ritme-ritme akan secara alamiah mengikuti,
dan mereka harus dikerjakan oleh aturan-aturan yang sama untuk kita harus tidak
mencari sistem-sistem yang
rumit dari matra, atau matra-matra dari setiap ragam, tetapi lebih untuk
menemukan ritme-ritme apa yang adalah pengungkapan-pengungkapan dari kehidupan
yang berani dan harmonis. Ketika kita telah menemukan mereka, kita harus
menyesuaikan kaki dan melodi kepada kata-kata supaya memiliki semangat yang
sama, bukan kata-kata kepada kaki dan melodi. Untuk mengatakan apa ritme-ritme
ini adalah akan menjadi tugasmu. Kamu harus mengajariku, seperti kamu
mengajariku harmoni-harmoni.”
“Tetapi,
memang,” ia menjawab, “aku tidak bisa memberitahukanmu. Aku hanya mengetahui
bahwa ada tiga ritme yang darinya sistem matra dibentuk, seperti suara-suara
adalah empat nada yang darinya semua harmoni digubah. Itulah pengamatan yang
aku telah lakukan. Tetapi macam hidup apa yang mereka tiru aku tidak mampu
mengatakan.”
“Kemudian,”
aku berkata, “kita harus memasukkan Damon ke dalam penasihat-penasihat kita; dan
ia akan memberitahukan kita irama-irama yang mengungkapkan kekejaman, atau
kesombongan, atau kemarahan, atau hal-hal lain yang tidak berharga, dan yang
mengungkapkan perasaan-perasaan sebaliknya. Dan menurutku aku mengingat jelas
ia menyebutkan sebuah irama Creta yang rumit; juga daktilik atau heroik, dan ia
menggubah mereka di suatu cara yang aku tidak cukup mengerti, membuat
ritme-ritme setara di dalam pengangkatan dan penurunan kaki, panjang dan pendek
bergantian; dan kecuali aku salah, ia membicarakan irama iambik sebagaimana
juga trochaic, dan memberikan kepada
mereka sejumlah yang panjang dan pendek. Juga didalam beberapa kejadian ia
tampak memuji atau mengecam pergerakan kaki cukup sama sebagaimana ritme; atau
mungkin penggabungan dari dua tersebut; karena aku tidak yakin apa yang ia
maksud. Persoalan-persoalan ini, bagaimanapun, lebih baik ditanyakan ke Damon
sendiri, karena penjelasan pokok bahasan tersebut akan sukar, apakah kamu
berpikir lain?”
“Demi
langit, tidak.”
“Tetapi
tidak ada kesukaran di dalam melihat bahwa berkat atau ketiadaan berkat adalah
pengaruh dari ritme yang baik atau buruk.”
“Sama
sekali tidak.”
“Dan juga
bahwa ritme yang baik dan yang buruk itu berbaur kepada gaya yang baik dan gaya
yang buruk; dan bahwa harmoni dan sumbang di dalam cara yang serupa mengikuti
gaya; untuk aturan kita adalah bahwa ritme dan harmoni diatur oleh kata-kata,
dan bukan kata-kata diatur oleh mereka.”
“Demikianlah,”
ia berkata, “mereka harus mengikuti kata-kata.”
“Dan bukankah
kata-kata dan sifat dari gaya akan tergantung kepada keadaan jiwa?”
“Ya.”
“Dan semua
yang lainnya kepada gaya?”
“Ya.”
“Kemudian
keindahan gaya dan harmoni dan berkat dan ritme yang baik tergantung kepada
kesederhanaan, maksudku kesederhanaan sejati dari satu sifat yang tertuntun
secara benar dan secara terhormat, bukan kesederhanaan yang lainnya yang hanya
perumpamaan untuk yang konyol?”
“Sangat
benar.”
“Dan jika
pemuda kita akan melakukan pekerjaan mereka di dalam kehidupan, bukankah mereka
harus menjadikan berkat-berkat dan harmoni-harmoni ini sebagai tujuan mereka secara
terus-menerus?”
“Mereka
harus.”
“Dan secara
yakin banyak dari mutu-mutu ini di dalam seni melukis dan setiap seni mencipta
dan membangun yang lainnya adalah penuh oleh mereka, menenun, menyulam,
arsitektur, dan setiap macam manufaktur; juga alam, binatang dan tumbuhan, di
dalam semua mereka ada kehadiran berkat atau ketiadaan berkat. Dan kejelekan
dan sumbang dan ketidakharmonisan gerakan adalah bersekutu secara dekat kepada
kata-kata yang jelek dan alamiah yang jelek, sebagaimana berkat dan harmoni
adalah saudara perempuan kembar dari kebaikan dan kehormatan dan membawa
keserupaan mereka.”
“Itu cukup benar,” ia
berkata.
“Tetapi
haruskah pengawasan kita tidak pergi lebih jauh, dan para penyair saja yang
diharuskan oleh kita untuk mengungkapkan gambar yang baik di dalam
pekerjaan-pekerjaan mereka, di rasa sakit, jika mereka melakukan apapun yang
lain, dari pengusiran dari Negara kita? Atau pengendalian yang serupa diluaskan
kepada seniman-seniman yang lain, dan apakah mereka juga dilarang
mempertunjukkan bentuk-bentuk yang berlawanan, kejahatan dan ke-tidak-bersahaja-an
dan kekejaman dan ke-tidak-senonoh-an, di dalam ukiran dan bangunan dan
seni-seni mencipta yang lainnya; dan ia yang tidak bisa mengikuti peraturan
kita ini dicegah mengerjakan seninya di dalam Negara kita, jika tidak cita rasa
warga kita akan terendahkan olehnya? Kita akan tidak memiliki para pengawal
kita tumbuh di tengah-tengah kemerosotan adab, sebagai di suatu padang gembala
yang berbahaya, dan di sana menyantap dan diberi makan semak dan bunga beracun
hari demi hari, sedikit demi sedikit, sampai mereka secara diam-diam
mengumpulkan sebuah kebusukan yang banyak dari perendahan di dalam jiwa mereka
sendiri. Biarkan para seniman kita lebih dari mereka yang dianugerahi
penglihatan alamiah yang sebenarnya dari yang indah dan yang terberkati;
kemudian pemuda kita akan tinggal di tanah yang sehat, di tengah-tengah
pemandangan-pemandangan dan suara-suara yang indah, dan menerima kebaikan di
dalam setiap hal; dan keindahan, pengaruh dari pekerjaan-pekerjaan yang indah,
harus mengalir ke dalam mata dan telinga, seperti hembusan pemberi-kesehatan
dari sebuah daerah yang lebih murni, dan secara tanpa disadari membimbing jiwa
sejak tahun-tahun paling awal ke dalam keserupaan dan simpati dengan keindahan
dari alasan.”
“Tidak bisa
ada latihan yang lebih terhormat daripada itu, ia menjawab.”
“Dan karena
itu,” aku berkata, “Glaucon, pelatihan musik adalah sebuah alat yang lebih
berpotensi daripada apapun yang lain, karena ritme dan harmoni menemukan jalan
mereka ke tempat-tempat terdalam di jiwa, yang kepadanya mereka mungkin
melekat, membagikan berkat, dan membuat jiwa ia yang secara benar terdidik
penuh berkat, atau ia yang terdidik secara buruk tidak-berberkat; dan juga
karena ia yang menerima pendidikan yang benar dari bagian dalam akan tidak
secara cerdas menerima kelalaian atau pelanggaran-pelanggaran di dalam seni dan
alam, dan dengan sebuah rasa yang benar, sementara ia memuji dan bergembira dan
menerima ke dalam jiwanya kebaikan, dan menjadi baik dan terhormat, ia akan
secara adil menyalahkan dan membenci keburukan, sekarang di hari-hari dari masa
mudanya, bahkan sebelum ia mampu mengetahui alasan mengapa; dan ketika alasan
datang ia akan mengenali dan menyambut teman tersebut yang pendidikannya telah
membuatnya akrab.”
“Ya,” ia
berkata, “demikianlah pendidikan musik.”
“Sebagaimana
di dalam belajar membaca,” aku berkata, “kita puas ketika kita mengetahui huruf-huruf,
yang adalah sangat sedikit, di dalam semua ukuran mereka yang berubah-ubah dan
gabungan-gabungannya; dan saat kita tidak meremehkan mereka di dalam hal-hal yang
kecil ataupun besar dan menganggap perlu untuk mengenali mereka, tetapi di
setiap tempat bersemangat membedakan mereka dan tidak menganggap diri kita
sendiri sempurna di dalam seni membaca sampai kita mengenali mereka di manapun
mereka ditemui.”
“Benar.”
“Atau,
sebagaimana kita mengenali pantulan hruf-huruf di dalam air, atau di dalam
sebuah cermin, hanya ketika kita mengetahui huruf-huruf saja seni dan
pembelajaran yang sama memberikan kita pengetahuan dari kedua-duanya.”
“Secara
tepat.”
“Kemudian,
bukankah aku benar di dalam mengatakan bahwa dengan nilai yang sama kita akan
tidak pernah menjadi pemusik sejati, tidak kita juga tidak para pengawal kita
yang kita didik, sampai kita dan mereka mampu mengenali bentuk-bentuk kesadaran
diri, keberanian, kebebasan, dan ketinggian budi dan sebagainya dan yang
berlawanan dengannya, di dalam semua gabungan mereka, dan bisa mengenali
gambar-gambar mereka di manapun mereka ditemukan, bukan meremehkan mereka di
dalam hal-hal kecil ataupun besar, tetapi memercayai mereka ada di dalam
lingkungan seni dan di dalam pembelajaran yang sama?”
“Paling
yakin.”
“Dan ketika
sebuah jiwa yang indah terharmonisasi dengan sebuah bentuk yang indah, dan
keduanya dituang di dalam satu wadah, itu akan menjadi pemandangan yang paling
indah kepada ia yang memiliki mata untuk melihatnya?”
“Yang
paling indah memang.”
“Dan yang
paling indah adalah juga yang paling bisa dicintai?”
“Itu
mungkin diterima.”
“Dan orang
yang memiliki semangat harmoni akan paling mencintai yang paling bisa dicintai;
tetapi ia yang dari jiwa yang tidak berharmoni tidak mencintai?”
“Itu benar,”
ia menjawab, “jika kekurangan tersebut ada di dalam jiwa, tetapi jika hanya
badaniah ia akan bersabar kepadanya, dan akan tetap mencintainya.”
“Aku
mendapati,” aku berkata, “bahwa kamu telah dan pernah memiliki
pengalaman-pengalaman dari macam ini, dan aku setuju. Tetapi biarkan aku mengajukan
pertanyaan lain. Apakah berlebihan kenikmatan memiliki daya tarik kepada
kesahajaan?”
“Bagaimana
bisa,” ia menjawab, “sejak kenikmatan menghindarkan seseorang dari penggunaan
akalnya cukup sebanyak rasa sakit?”
“Atau daya
tarik kepada kebaikan di dalam umum?”
“Tidak ada
apapun.”
“Daya tarik
kepada kecerobohan dan tidak bersahaja?”
“Ya, yang
paling besar.”
“Apakah ada
kenikmatan yang lebih besar atau lebih tajam daripada yang dihubungkan kepada
Aphrodite?”
“Tidak ada,
juga tidak ada yang lebih gila.”
“Sementara
cinta sejati adalah cinta kepada keindahan dan keteraturan, bersahaja dan
harmonis?”
“Cukup
benar,” ia berkata.
“Kemudian, tidak ada ketidaksahajaan ataupun
kegilaan yang dibiarkan mencapai cinta sejati?”
“Tentu saja
tidak.”
“Kemudian
kenikmatan yang gila atau tidak-bersahaja semacam ini harus tidak pernah
mendekati pecinta dan yang dicintainya. Tidak ada dari mereka bisa mengambil
bagian di dalamnya jika cinta mereka adalah dari macam yang benar?”
“Tidak, demi
langit, Socrates, ia harus tidak pernah mendekati mereka.”
“Kemudian aku menyangka bahwa di dalam kota yang kita bangun kamu akan
membuat sebuah hukum untuk memengaruhi bahwa seorang teman harus tidak memberikan
keakraban kepada yang dicintainya melebihi yang seorang ayah berikan kepada
anaknya, dan kemudian hanya untuk sebuah tujuan
yang terhormat, dan ia harus pertama-tama memiliki izin yang lainnya; dan
peraturan ini membatasinya di dalam semua pertemuannya, dan ia akan tidak
pernah terlihat pergi lebih jauh, atau, jika ia melampaui, ia akan dianggap
bersalah atas kekasaran dan selera yang buruk.”
“Aku cukup
setuju,” ia berkata.
“Sebanyak
demikianlah dari musik, yang membuat sebuah akhir yang indah; karena apakah
yang harus menjadi akhir dari musik jika bukan cinta kepada keindahan? Setelah
musik datang senam, yang di dalamnya pemuda kita lebih lanjut dilatih.”
“Tentu
saja.”
“Di dalam
ini mereka harus dilatih secara berhati-hati sedari
tahun-tahun awal dan berlanjut di sepanjang hidup. Sekarang kepercayaanku
adalah, dan ini adalah sebuah persoalan yang aku harus suka memiliki pendapatmu
di dalam penyesuaian denganku, tetapi
kepercayaanku adalah, bukanlah badan yang baik oleh kebaikan badaniah yang
meningkatkan jiwa, tetapi sebaliknya, bahwa jiwa yang baik, oleh kebaikannya,
meningkatkan badan sejauh yang mungkin. Apa yang kamu katakan?”
“Ya,” aku setuju.
“Kemudian, kepada
pemikiran ketika terlatih secara cukup, kita harus benar di dalam memberikan
perawatan yang lebih khusus kepada badan, dan demi menghindari bertele-tele,
kita sekarang akan hanya memberikan garis-garis besar dari pokok bahasan
tersebut.”
“Sangat
baik.”
“Bahwa
mereka harus tidak mabuk telah tertandai oleh kita. Karena dari semua orang,
seorang pengawal harus menjadi yang paling terakhir mabuk dan tidak mengetahui
di mana di dunia ia berada.”
“Ya,” ia
berkata, “seorang pengawal yang membutuhkan pengawal lain untuk menjaganya
memang konyol.”
“Tetapi
selanjutnya, apa yang harus kita katakan tentang makanan mereka; karena mereka
di dalam pelatihan untuk perlombaan yang paling besar. Bukankah demikian?”
“Ya,” ia
berkata.
“Dan apakah kebiasaan badan
dari para atlet kita sesuai kepada mereka?”
“Mungkin
saja.”
“Aku
khawatir,” aku berkata, “kebiasaan badan yang mereka miliki adalah dari macam
mengantuk, dan lebih bersifat membahayakan kesehatan. Tidakkah kamu mengamati
bahwa atlet-atlet ini menidurkan hidup mereka, dan terbuka kepada bahaya sakit
yang paling berbahaya jika mereka berangkat, didalam derajat yang sangat kecil,
dari pasukan mereka yang biasanya?”
“Ya, aku
melakukan.”
“Kemudian,”
aku berkata, “pelatihan semacam yang lebih lembut akan disediakan untuk tentara-tentara
atlet kita, yang akan menjadi sesiaga anjing-anjing, dan melihat dan mendengar
di batas yang paling tajam, yang di
dalam perjalanan perang mengalami banyak perubahan di dalam air minum mereka, makanan mereka, dan juga udara, terik musim panas
dan beku musim dingin, mereka harus tidak bisa jatuh di dalam kesehatan.”
“Itu
pandanganku.”
“Senam yang
benar-benar baik adalah kembar saudara perempuan dari musik sederhana yang baru
saja kita gambarkan.”
“Bagaimana
demikian?”
“Mengapa,
aku melihat bahwa ada sebuah senam yang, seperti musik kita, sederhana dan baik,
dan terutama senam ketentaraan.”
“Apa
maksudmu?”
“Maksudku
mungkin dipelajari
dari Homer. Kamu mengetahui, ia memberi makan para-pahlawan-nya di
perjamuan-perjamuan, ketika mereka berperang. Mereka tidak ada memiliki ikan, walaupun
mereka di pantai Hellespont, dan mereka tidak dibiarkan merebus daging tetapi
hanya memanggang, yang adalah makanan yang
paling sesuai untuk para tentara, hanya mensyaratkan mereka untuk menyalakan
api, dan tidak terlibat di dalam kesukaran membawa kendi-kendi dan panci-panci.”
“Benar.”
“Dan aku
bisa secara sukar salah di dalam mengatakan bahwa saus-saus manis tidak di
manapun disebutkan di dalam Homer. Di dalam menjelaskan mereka, bagaimanapun,
ia tidak sendirian, semua atlet menyadari bahwa seseorang yang ingin di dalam
keadaan yang baik harus tidak mengambil apapun dari macam yang demikian.”
“Mereka
benar,” ia berkata; “di dalam mengetahui ini, dan tidak mengambil mereka.”
“Kemudian
kamu akan tidak menerima makan-malam Syracusa, dan asupan masakan Sicily.”
“Menurutku
tidak.”
“Juga
tidak, jika seseorang akan di dalam keadaan baik, akankah kamu membiarkan ia
memiliki gadis Corinthia sebagai temannya?”
“Juga tidak akan kamu menerima
kelezatan-kelezatan, sebagaimana mereka dianggap, dari gula-gula Attic?”
“Tentu saja
tidak.”
“Semua
makanan dan hidup yang demikian kepada melodi dan lagu yang digubah di dalam
gaya panharmonic, dan di dalam semua ritme, mungkin
dibandingkan secara adil.”
“Secara
tepat.”
“Di sana
kerumitan menimbulkan perizinan, dan di sini penyakit, sementara kesederhanaan
di dalam musik adalah orang-tua dari kesahajaan jiwa, dan kesederhanaan di
dalam senam dari kesehatan badan.”
“Paling
benar,” ia berkata.
“Tetapi
ketika ke-tidak-bersahaja-an dan penyakit mengganda di dalam sebuah Negara,
aula-aula keadilan dan perobatan selalu terbuka; dan seni-seni dari dokter dan pengacara memberi
mereka udara, menemukan betapa tajam ketertarikan yang tidak hanya para budak
tetapi orang-orang merdeka dari sebuah kota mengambil mereka.”
“Tentu
saja.”
“Dan bahkan
apa bukti yang lebih besar bisa ada dari keadaan yang buruk dan tidak-terhormat
daripada ini, bahwa bukan hanya para pengrajin dan macam orang yang lebih
rendah membutuhkan keahlian para dokter dan para hakim tingkat-pertama, tetapi
juga mereka yang akan memiliki sebuah pendidikan yang bebas? Bukankah
tidak-terhormat, dan pertanda yang besar dari peranakan-buruk, bahwa seseorang
harus pergi menyeberang untuk hukum dan fisiknya karena ia tidak ada memiliki sendiri
di rumahnya, dan harus karena itu menyerahkan dirinya sendiri ke tangan
orang-orang yang lain yang ia jadikan tuan dan hakim kepada mereka?”
“Dari semua
hal,” ia berkata, “yang paling tidak-terhormat.”
“Akankah
kamu mengatakan ‘paling,’” aku berkata, “ketika kamu menimbangkan bahwa ada
tahapan keburukan yang lebih lanjut yang di dalamnya seseorang bukan hanya
berperkara seumur-hidup, melewati semua harinya di sidang-sidang, sebagai
penggugat ataupun tergugat, tetapi sebenarnya tertuntun oleh selera-buruknya
kepada membanggakan dirinya sendiri di perkaranya. Ia menyangka dirinya ahli di dalam ketidakjujuran, yang mampu mengambil setiap
belokan, dan menyelinap ke dalam setiap lubang, membungkuk seperti withe dan keluar dari jalur keadilan. Dan
semuanya untuk apa? supaya memeroleh penilaian-penilaian kecil yang tidak
berharga untuk disebutkan, ia tidak mengetahui bahwa untuk menjalani hidupnya
supaya mampu melakukan tanpa seorang hakim yang tidur adalah hal yang jauh
lebih tinggi dan lebih terhormat. Bukankah itu masih lebih tidak-terhormat?”
“Ya,” ia
berkata, “itu masih lebih tidak-terhormat.”
“Baik,” aku
berkata, “dan pertolongan obat, bukan ketika sebuah luka harus disembuhkan,
atau wabah, tetapi hanya karena, oleh kemalasan dan sebuah kebiasaan hidup
semacam yang telah kita jelaskan, manusia mengisi diri mereka sendiri dengan
air dan angin, seolah-olah badan mereka adalah sebuah rawa, memaksa anak-anak yang cerdas dari Ascleipus untuk
menemukan lebih banyak nama untuk penyakit-penyakit,
semacam gas perut dan radang ingus; bukankah ini, juga, sebuah
ke-tidak-terhormat-an?”
“Ya,” ia
berkata, “mereka tentu saja melakukan memberikan nama-nama yang sangat aneh dan
baru kepada penyakit-penyakit.”
“Ya,” aku
berkata, “dan aku tidak percaya bahwa ada semacam penyakit demikian di masa
Ascleipus; dan ini aku duga dari kenyataan bahwa di Troy anak-anak Ascleipus tidak menyalahkan dayang yang
membiarkan Eurypylus yang terluka untuk meminum banyak anggur Pramnia yang
dicampur dengan barley dan keju parut, yang tentu saja bersifat membuat radang,
atau memarahi Patroclus, yang merawatnya.”
“Baik,” ia
berkata, “itu secara yakin adalah minuman yang luar biasa untuk diberikan
kepada seseorang yang di dalam keadaannya.”
“Tidak
terlalu luar biasa,” aku menjawab, “jika kamu mengingat bahwa di masa-masa
sebelumnya, sebagaimana biasa dikatakan, sebelum masa Herodicus, golongan Ascleipus
tidak mengerjakan cara perobatan masa kita, yang mungkin dikatakan mendidik
penyakit-penyakit. Tetapi Herodicus, yang seorang pelatih, dan dirinya sendiri
dari keadaan yang sakit, dan menggabungkan senam dan perobatan menemukan sebuah
jalan untuk menyiksa pertama-tama dan terutama dirinya sendiri, dan kemudian seluruh
dunia.”
“Bagaimana
itu?” ia berkata.
“Oleh
penemuan penundaan kematian. Ia memiliki sebuah penyakit yang mematikan yang
dipelihara secara terus-menerus, dan sebagaimana penemuan tidak ditanyakan, ia
melewati keseluruhan hidupnya sebagai seorang valetudinaria; ia tidak
bisa melakukan apapun kecuali mengurus dirinya sendiri, dan ia di siksaan yang
tetap kapanpun ia berangkat di dalam apapun dari aturannya yang biasa, dan
demikian sukar mati, oleh pertolongan ilmu-pengetahuan ia berjuang sampai usia
tua.”
“Sebuah
hadiah yang terhormat untuk keahliannya.”
“Ya,” aku
berkata; “sebuah hadiah kepada seseorang yang tidak pernah memahami bahwa bukanlah
karena jahil atau tidak berpengalaman di dalam cabang perobatan semacam
demikian sehingga Ascleipus tidak memberikan ini kepada para penerusnya, tetapi
karena ia mengetahui bahwa di dalam Negara-negara yang diperintah secara baik
setiap orang memiliki pekerjaan yang harus ia penuhi, dan karena itu tidak
memiliki waktu luang untuk berlanjutan di dalam sakit. Ini kita tandai di dalam
hal pengrajin, tetapi, cukup secara menggelikan, tidak menerapkan peraturan
yang sama kepada orang-orang yang lebih kaya.”
“Bagaimana
maksudmu?” ia berkata.
“Maksudku
ini, ketika seorang tukang kayu sakit ia meminta dokter untuk sebuah pengobatan
yang kasar dan yang siap, pembuat-muntah atau pencahar atau pembakar atau
pisau, hal-hal ini adalah penyembuhnya. Dan jika seseorang menganjurkan
untuknya susunan makanan, dan memberitahukannya bahwa ia harus menyapu dan
membasuh kepalanya, dan semua hal semacam demikian, ia langsung menjawab bahwa
ia tidak memiliki waktu untuk sakit, dan ia tidak melihat ada kebaikan di
sebuah hidup yang ia habiskan di dalam merawat penyakitnya untuk mengganggu
pejerjaannya yang biasa; dan karena itu mengucapkan selamat tinggal kepada
dokter yang semacam demikian. Ia melanjutkan kebiasaan-kebiasaannya, dan
membaik dan hidup dan mengerjakan urusannya, atau, jika keadaan badannya jatuh,
ia mati dan tidak lagi memiliki masalah.
“Ya,” katanya,
“dan seseorang yang di dalam keadaannya harus menggunakan seni perobatan sampai
sejauh itu saja.”
“Bukankah alasannya,”
aku berkata, “bahwa ia memiliki sebuah pekerjaan. Keuntungan apa yang akan ada
di dalam hidupnya jika ia dihalau dari pekerjaannya?”
“Cukup
benar,” ia menjawab.
“Tetapi
dengan orang kaya ini adalah kebalikannya. Kita tidak mengatakan ia memiliki
pekerjaan khusus yang ia harus laksanakan, jika ia akan hidup.”
“Ia secara
umum dianggap tidak mengerjakan apapun.”
“Kemudian
kamu tidak pernah mendengar perkataan Phocylides, bahwa segera setelah seseorang memiliki penghidupan ia harus
mengerjakan kebaikan?”
“Tidak,” ia
berkata, “menurutku ia lebih baik memulai lebih segera.”
“Biarkan
kita tidak bertengkar dengannya tentang ini,” aku berkata; “tetapi lebih
menanyai diri kita sendiri. Apakah pengerjaan kebaikan adalah wajib untuk orang
kaya, atau bisakah ia hidup tanpanya? Dan jika wajib kepadanya, kemudian
biarkan kita mengajukan pertanyaan yang lebih lanjut, jika memberi makan
penyakit-penyakit ini adalah halangan kepada penerapan seni-seni tukang-kayu
dan perbengkelan, bukankah secara sama berdiri di dalam jalan pikiran
Phocylides?”
“Kepada
itu,” ia menjawab, “tidak bisa ada ragu. Perawatan badan yang keterlaluan
demikian, ketika dibawa melampaui peraturan-peraturan senam, adalah paling
bertentangan kepada pengerjaan kebaikan.”
“Ya,
memang,” aku menjawab, “dan secara sama tidak sesuai dengan pengurusan sebuah
rumah, atau pasukan, atau pejabat Negara, dan yang paling penting dari
semuanya, tidak bisa didamaikan dengan apapun dari pelajaran atau pemikiran
atau penilaian-diri-sendiri. Ada sebuah kecurigaan yang tetap bahwa
sakit-kepala dan kegamangan dihubungkan kepada filsafat, dan karena itu semua
pengerjaan atau percobaan kebaikan di dalam pengertian yang lebih tinggi adalah
sama-sekali dihentikan, karena seseorang selalu meyakini bahwa ia dibuat sakit,
dan di dalam kegelisahan yang tetap tentang keadaan badannya.”
“Ya, cukup
serupa.”
“Bukankah
kita harus mengatakan bahwa karena Ascelipus mengetahui ini, sehingga orang
yang secara umum dari badan dan kebiasaan-kebiasaan yang sehat, tetapi memiliki
sakit yang jelas, ia sembuhkan oleh obat-obatan dan pembedahan-pembedahan, dan
meminta mereka hidup sebagaimana biasa, supaya tidak mengganggu tugas-tugas
kepada Negara; tetapi badan-badan yang penyakit telah menembus masuk dan menyeluruh
ia akan tidak berusaha sembuhkan. Ia tidak ingin memanjangkan hidup yang tidak
berguna, atau membiarkan ayah-ayah yang lemah memeroleh anak-anak yang lebih
lemah; jika seseorang tidak mampu hidup di dalam jalan yang biasa ia tidak
memiliki urusan untuk menyembuhkannya; karena penyembuhan semacam demikian akan
tidak berguna kepada dirinya sendiri, ataupun kepada Negara.”
“Kemudian,”
ia berkata, “kamu menghargai Ascleipus sebagai seorang negarawan.”
“Secara
jelas, itu adalah sifatnya. Dan lebih
jauh digambarkan oleh anak-anaknya, perhatikanlah di Troy bahwa mereka membuktikan
diri mereka sebagai para pahlawan di masa lalu dan mengerjakan perobatan-perobatan
yang aku bicarakan: Kamu akan mengingat bagaimana, ketika Pandarus melukai Menelaus, mereka menghisap
darah dari luka tersebut, dan mereka memercikkan
obat-obatan sederhana yang meredakan, tetapi mereka tidak pernah menjelaskan
apa yang sang pasien setelah saat itu harus makan atau minum di dalam hal
Menelaus, apapun lebih daripada hal Eurypylus; obat-obatnya, sebagaimana mereka
bayangkan, adalah cukup untuk menyembuhkan siapapun yang sebelum ia terluka
berada di dalam kebiasaan-kebiasaan yang sehat dan biasa; dan bahkan walaupun
ia meminum anggur Pramnia, ia mungkin membaik secara sama. Tetapi mereka akan
tidak melakukan apa-apa kepada orang-orang yang tidak bersahaja, yang hidup
mereka tidak memiliki manfaat kepada dirinya sendiri ataupun kepada yang
lainnya; seni perobatan tidak dirancang untuk kebaikan mereka, walaupun mereka
sekaya Midas.”
“Kamu menggambarkan anak-anak Ascleipus
sebagai orang-orang yang sangat
cerdas.”
“Secara alamiah demikian,” aku menjawab. “Walaupun demikian, para
penyair tragedi dan Pindar tidak mematuhi ajaran yang kita terima, walaupun
mereka menerima bahwa Ascleipus adalah anak dari Apollo, juga mengatakan bahwa
ia disuap emas untuk menyembuhkan seorang yang sekarat, dan untuk alasan ini ia
dihantam oleh petir. Tetapi kita di dalam
kesesuaian dengan ajaran yang telah disetujui oleh kita, akan tidak memercayai
mereka ketika mereka memberitahukan kita kedua-duanya; jika ia adalah anak
dewa, kita menerima bahwa ia tidak serakah; atau, jika ia serakah ia bukanlah
anak dewa.”
“Semua itu,
Socrates, adalah baik. Tetapi aku harus suka meletakkan sebuah pertanyaan
kepadamu: Tidakkah akan ada dokter-dokter yang baik di dalam Negara kita, dan
bukankah yang terbaik adalah mereka yang mengerjakan sejumlah yang paling besar
dari keadaan badan yang baik dan yang buruk? Dan bukankah hakim-hakim yang
paling baik di dalam cara yang serupa adalah mereka yang telah berhadapan
dengan semua macam adab?”
“Ya,” aku
berkata, “aku juga akan memiliki hakim-hakim yang baik dan dokter-dokter yang
baik. Tetapi apakah kamu mengetahui siapa yang aku pikir baik?”
“Aku akan
mengetahui jika kamu memberitahukan.”
“Aku akan,
jika aku bisa. Biarkan aku bagaimanapun menilai bahwa di dalam pertanyaan yang
sama kamu menggabungkan dua hal yang tidak sama.”
“Mengapa
demikian?” ia bertanya.
“Mengapa?”
aku berkata, “kamu menggabungkan para dokter dan para hakim. Sekarang
dokter-dokter yang paling ahli adalah yang, dari sejak masa muda mereka, telah
menggabungkan dengan pengetahuan mereka pengalaman yang paling banyak dari
badan-badan yang sakit; dan jika mereka telah menderita semua
macam penyakit di dalam diri-diri mereka sendiri dan bukan dari keadaan
kesehatan yang sangat baik. Karena badan, sebagaimana aku kira, bukanlah
peralatan yang dengannya mereka menyembuhkan badan; di dalam kejadian itu kita
tidak bisa membiarkan mereka pernah sakit; tetapi mereka menyembuhkan badan
dengan pikiran, dan pikiran yang menjadi dan sakit tidak bisa menyembuhkan
apa-apa.”
“Itu sangat
benar,” ia berkata.
“Tetapi
dengan hakim, kamu perhatikanlah, temanku, memimpin pikiran dengan pikiran; karena
itu ia harus tidak dilatih di antara pikiran-pikiran yang jahat, dan
berhubungan dengan mereka dari masa muda mereka, dan menelusuri keseluruhan kejahatan,
hanya supaya ia mungkin secara cepat mengenali kejahatan orang-orang yang lain
sebagaimana ia mungkin mengenali sakit-sakit badaniah dari sakitnya sendiri. Pikiran
terhormat yang akan membentuk penilaian yang sehat harus tidak memiliki
pengalaman atau tercemar kebiasaan-kebiasaan yang jahat ketika muda. Dan ini
alasan mengapa di masa muda, orang-orang yang baik sering tampak sederhana, dan
secara mudah dikenai ke-tidak-jujur-an, karena mereka tidak memiliki
contoh-contoh keburukan di dalam jiwa mereka sendiri.”
“Ya,” ia
berkata, “mereka sangat terlalu mudah ditipu.”
“Karena
itu,” aku berkata, “hakim harus bukan seorang muda tetapi yang tua; seorang pembelajar
lambat kepada alamiah dari ketidakadilan, bukan dari jiwanya sendiri, tetapi seseorang
yang bertahun-tahun melatih dirinya sendiri untuk memahami ketidakadilan
sebagai hal yang asing di dalam jiwa-jiwa yang asing, dan untuk memahami betapa
ia adalah sebuah keburukan yang besar. Dengan alat pengetahuan,
bukan pengalaman pribadi.”
“Ya,” ia
berkata, “itu tampak sebagai hakim yang paling terhormat.”
“Ya,” aku
menjawab, “dan ia akan menjadi orang yang baik, karena orang yang baik memiliki
jiwa yang baik. Tetapi alamiah yang licik dan penuh curiga yang kita bicarakan,
ia adalah yang telah melakukan banyak kejahatan, dan meyakini dirinya sendiri
sebagai ahli di dalam keburukan, ketika ia di antara teman-temannya, ia luar
biasa di dalam pencegahan-pencegahan, karena ia menilai mereka dengan dirinya
sendiri. Tetapi ketika ia masuk ke dalam kumpulan orang-orang terhormat, yang
memiliki pengalaman dan umur, ia tampak sebagai bodoh lagi, karena kecurigaan-kecurigaannya
yang tidak sesuai; ia tidak bisa mengenali orang yang jujur, karena ia tidak
memiliki pola kejujuran di dalam dirinya sendiri; di saat yang sama karena yang
buruk lebih banyak daripada yang baik, dan ia bertemu dengan mereka secara
lebih sering, ia menyangka dirinya sendiri dan orang-orang yang lain
menyangkanya sebagai lebih bijaksana daripada bodoh.”
“Cukup
benar,” ia berkata.
“Kemudian
hakim yang baik dan bijaksana yang kita cari bukanlah orang ini, tetapi yang
lain; karena kejahatan tidak bisa mengetahui kehormatan, tetapi sebuah alamiah
yang terhormat, terdidik oleh waktu, akan memeroleh sebuah pengetahuan
kedua-duanya kehormatan dan kejahatan: orang yang terhormat, dan bukan yang
jahat, memiliki kebijaksanaan; di dalam pendapatku.”
“Dan di
dalam milikku juga.”
“Inilah
macam perobatan dan macam hukum yang kamu akan terapkan di dalam Negara-mu.
Mereka akan membimbing kepada alamiah-alamiah yang lebih baik kedua-duanya jiwa
dan badan; tetapi mereka yang berpenyakit di dalam badan mereka mereka akan dibiarkan
mati, dan jiwa-jiwa yang terburukkani dan yang tidak-bisa-disembuhkan mereka
akan mengakhiri diri mereka sendiri.”
“Itu secara
jelas hal yang terbaik kedua-duanya untuk para penderita dan untuk Negara.”
“Dan
demikianlah pemuda kita, terdidik hanya di dalam musik sederhana yang
sebagaimana kita katakan, mengilhamkan kesahajaan, akan segan kepada hukum.”
“Secara
jelas.”
“Dan
pemusik, yang, menjaga jalur yang sama, mengerjakan senam yang sederhana, akan
tidak berurusan dengan obat kecuali di dalam beberapa hal yang luar biasa.”
“Itu aku
cukup percaya.”
“Latihan-latihan
dan peraturan-peraturan yang ia lalui, ditujukan untuk merangsang bagian yang
bersemangat dari alamiahnya, dan bukan untuk meningkatkan kekuatannya. Ia akan
tidak seperti para atlet yang biasa, yang menggunakan pelatihan dan peraturan
untuk mengembangkan otot-otot.”
“Benar,” ia
berkata.
“Bukankah
kita mungkin mengatakan, Glaucon,” kataku, “bahwa mereka yang mendirikan
pendidikan di dalam musik dan senam, bukan memiliki tujuan sebagaimana sering disangka, satu untuk pelatihan jiwa, yang lainnya untuk pelatihan badan.”
“Kemudian,
apa sebenarnya dikerjakan oleh mereka?”
“Aku
percaya,” aku berkata, “para guru dari keduanya mengutamakan peningkatan jiwa.”
“Bagaimana
bisa begitu?” ia bertanya.
“Apakah
kamu tidak pernah mengamati, aku berkata, pengaruh di jiwa itu sendiri dari
pengabdian kepada senam, atau pengaruh yang sebaliknya dari pengabdian kepada
musik?”
“Ditunjukkan
di dalam jalan apa?” ia berkata.
“Yang satu
menghasilkan kecenderungan kekerasan dan kegarangan, yang lainnya kelembutan
dan sifat-perempuan,” aku menjawab.
“Ya,” ia
berkata, “aku cukup menyadari bahwa yang semata atlet menjadi terlalu liar, dan
bahwa yang semata pemusik mencair dan terlembutkan melampaui apa yang baik
untuknya.”
“Bahkan
secara yakin,” aku berkata, “keganasan ini hanya datang dari semangat, yang,
jika secara benar dididik, akan memberikan keberanian, tetapi, jika terlalu
diturutkan, menjadi keras dan kasar.”
“Itu aku
cukup pikirkan.”
“Di lain
pihak, bukankah kehalusan adalah sebuah mutu yang harus dimiliki oleh filsuf?
Dan ini juga, ketika terlalu diturutkan, akan berubah kepada kelembutan,
tetapi, jika dididik secara benar, akan menjadi halus dan bersahaja.”
“Benar.”
“Dan di
dalam pendapat kita para pengawal harus memiliki kedua mutu ini?”
“Secara
yakin.”
“Dan
kedua-duanya harus berharmoni?”
“Tidak
perlu ditanyakan.”
“Dan jiwa
yang berharmoni adalah kedua-duanya bersahaja dan berani?”
“Ya.”
“Dan yang
tidak berharmoni pengecut dan tidak sopan?”
“Benar.”
“Dan,
ketika seseorang membiarkan musik dimainkan di hadapannya dan menuangkannya ke
dalam jiwanya melalui corong telinganya udara-udara manis dan lembut dan melankolis yang kita baru saja
bicarakan, dan keseluruhan hidupnya dilalui di dalam nyanyian dan kesenangan-kesenangan
dari lagu. Pertama-tama gairah atau
semangatnya ditempa seperti besi, dan dibuat berguna, bukan rapuh dan tidak
berguna. Tetapi, jika ia melanjutkan pelembutan dan penghembusan, di tingkat
yang selanjutnya ia mulai meleleh dan terbuang, sampai ia membuang jiwanya dan
memotong urat jiwanya; dan ia menjadi tentara yang lemah.”
“Benar.”
“Jika ia
memulai dengan alamiah semangat yang lemah di dalam dirinya perubahan tersebut
secara cepat terselesaikan, tetapi jika ia memiliki yang cukup baik, kemudian
kekuatan musik melemahkan jiwanya membuatnya mudah goyah; di rangsangan yang
kecil ia segera menyala, dan secara cepat musnah; bukan memiliki semangat ia
tumbuh lekas marah dan tidak bisa bekerja.”
“Secara
tepat.”
“Dan
demikian di dalam senam, jika seseorang melakukan latihan yang keras dan makan secara
lahap, dan bukan murid yang besar dari musik dan filsafat, petama-tama tinggi
keadaan badannya mengisinya dengan kebanggaan dan semangat, dan menjadi dua
kali dari orang yang seharusnya.”
“Tentu
saja.”
“Dan apa
yang terjadi? Jika ia tidak melakukan apapun yang lain, dan tidak menjalin
hubungan dengan para Muse, bukankah bahkan semangat cinta kepada pengetahuan
yang mungkin ada di dalam jiwanya, tidak merasakan pembelajaran atau pencarian
atau pemikiran atau kebudayaan, tumbuh lemah dan tumpul dan buta, pikirannya
tidak pernah bangun atau menerima makanan, dan indera-inderanya tidak
dibersihkan dari kabut-kabut mereka?”
“Benar,”
katanya.
“Dan ia
berakhir menjadi pembenci filsafat, tidak beradab, tidak pernah menggunakan
senjata bujukan, tetapi meraih semua tujuannya seperti binatang liar, dengan kekerasan
dan keganasan, dan tidak mengetahui jalan perniagaan lain. Ia tinggal di dalam
semua kejahilan dan keadaan buruk, dan tidak memiliki rasa kesopanan dan
berkat.”
“Itu cukup
benar.”
“Untuk dua hal
inilah, sehingga ada dua seni yang aku harus katakan suatu dewa berikan kepada
manusia, musik dan senam untuk melayani ajaran semangat yang tinggi dan cinta
kepada pengetahuan, dan hanya secara tidak langsung kepada jiwa dan badan, supaya
dua ajaran ini diharmonisasikan, seperti senar-senar dari sebuah alat musik, dengan pengenduran atau penegangan dari masing-masing secara pantas.”
“Itu tampak
sebagai tujuannya.”
“Dan ia
yang menggabungkan musik dengan senam di dalam takaran-takaran yang paling
baik, dan paling baik mengerjakan mereka kepada jiwa, mungkin secara benar
disebut sebagai pemusik dan peharmoni yang sejati di dalam rasa yang jauh lebih
tinggi daripada pengatur senar-senar.”
“Kamu cukup
benar,” Socrates.
“Dan bukankah
kita juga memerlukan di dalam Negara kita, Glaucon, pemimpin yang cerdas semacam
demikian jika pemerintahan hendak dijaga?”
“Ya, ia
akan benar-benar diperlukan.”
“Demikianlah,
kemudian, ajaran-ajaran kita kepada pengasuhan dan pendidikan. Penggunaannya
akan lebih jauh ke dalam detail-detail tentang tari-tarian warga kita, atau
tentang perburuan dan pengejaran bersama anjing-anjing mereka, senam dan pacuan
kuda mereka. Cukup jelas bahwa mereka harus mengikuti ajaran-ajaran ini dan
tidak ada lagi kesukaran di dalam menemukan mereka.”
“Aku berani
mengatakan bahwa akan tidak ada kesukaran.”
“Sangat
baik,” aku berkata; “kemudian apa
pertanyaan yang lebih lanjut? Bukankah kita harus menanyakan siapa di antara
mereka harus menjadi para pemimpin dan yang dipimpin?”
“Tentu
saja.”
“Tidak bisa
ada ragu bahwa yang lebih tua harus mengatur yang lebih muda.”
“Secara
jelas.”
“Dan yang
paling baik dari ini harus memimpin.”
“Itu juga
jelas.”
“Sekarang,
bukankah petani yang paling baik adalah mereka yang paling bersungguh-sungguh
kepada pertanian?”
“Ya.”
“Dan di
dalam hal ini, kita mengingini pengawal yang terbaik, bukankah mereka yang
paling menghargai Negara?”
“Ya.”
“Mereka
harus cerdas di dalam hal-hal ini dan mampu, dan terlebih menjaga
kepentingan-kepentingan Negara?”
“Demikianlah.”
“Seseorang
paling mungkin menjaga hal yang ia cintai.”
“Secara
perlu.”
“Dan ia
akan paling mungkin mencintai apa yang ia anggap memiliki
kepentingan-kepentingan yang sama dengan dirinya sendiri, dan yang saat
mengalami keberuntungan baik atau buruk dianggap olehnya kapanpun paling
memengaruhinya?”
“Sangat
benar,” ia menjawab.
“Kemudian
harus ada pemilihan. Biarkan kita menandai di antara para pengawal, mereka yang
di dalam keseluruhan hidupnya menunjukkan kesungguhan yang paling besar untuk
melakukan apa yang mereka anggap demi kepentingan-kepentingan Negara, dan ketidak-sukaan
yang paling besar untuk melakukan apa yang sebaliknya.”
“Mereka
orang yang tepat.”
“Dan mereka
akan di awasi di setiap usia, supaya kita mungkin melihat jika mereka menjaga
tekad mereka, dan tidak pernah, di bawah pengaruh kekuatan ataupun pikatan,
melupakan atau membuang rasa bertugas mereka kepada Negara.”
“Membuang
bagaimana?” ia berkata.
“Aku akan
menjelaskan kepadamu,” aku menjawab. “Seseorang membuang sebuah kepercayaan dari
pikiran, sesuai kehendaknya ataupun melawan kehendaknya. Sesuai kehendaknya ketika ia membuang kepercayaan yang salah dan belajar
lebih baik, melawan kehendaknya ketika membuang kepercayaan yang benar.”
“Aku
mengerti,” ia berkata, “yang sesuai kehendak. Arti dari melawan kehendak
tersebut aku belum pelajari.”
“Mengapa,”
aku berkata, “tidakkah kamu melihat bahwa orang-orang secara tidak berkehendak membuang
kebaikan, dan secara berkehendak membuang keburukan? Bukankah kehilangan
kebenaran adalah sebuah keburukan, dan memiliki kebenaran adalah sebuah
kebaikan? dan kamu akan setuju bahwa mengenali hal-hal sebagaimana mestinya
adalah memiliki kebenaran?”
“Ya,” ia
menjawab, “aku setuju denganmu di dalam berpikir bahwa manusia terbuang dari
kebenaran melawan kehendak mereka.”
“Dan
bukankah pembuangan secara tidak suka-rela ini disebabkan oleh pencurian, atau
kekuatan, atau pikatan?”
“Aku masih tidak
memahamimu.”
“Aku
khawatir bahwa aku telah berbicara
secara gelap, seperti para penulis tragedi,” aku berkata; “mereka
yang tercuri maksudku
adalah bahwa beberapa orang berubah oleh bujukan dan
beberapa yang lainnya melupakan. Argumen mencuri kepercayaan-kepercayaan dari beberapa
orang, dan waktu dari beberapa yang lainnya. Sekarang kamu memahamiku?”
“Ya.”
“Mereka
yang dipaksa adalah mereka yang oleh kekerasan dan suatu rasa sakit atau
kesedihan terpaksa merubah pendapat mereka.”
“Aku
mengerti,” ia berkata, “dan kamu cukup benar.”
“Dan para
korban pikatan, kamu akan juga mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang
merubah pikiran-pikiran mereka di bawah pengaruh yang lebih lembut dari
kenikmatan, atau yang lebih keras pengaruh dari rasa takut?”
“Ya,” ia
berkata; “setiap hal yang menipu mungkin dikatakan memikat.”
“Karena
itu, sebagaimana aku baru saja katakan, kita harus mencari siapa para pengawal
yang paling baik dari keyakinan mereka sendiri bahwa apa yang mereka pikir
sebagai kepentingan Negara adalah yang akan menjadi peraturan hidup mereka.
Kita harus mengawasi mereka dari sejak masa muda mereka, dan memberikan kepada
mereka tugas-tugas yang di dalamnya seseorang paling mungkin melupakan atau
tertipu, dan ia yang ingatannya kuat dan yang tidak bisa terpedaya kita harus
menerimanya, dan ia yang terjatuh di dalam percobaan tersebut harus ditolak.
Itu akan menjadi jalannya?”
“Ya.”
“Dan harus
ada juga kerja-keras-kerja-keras dan rasa-sakit-rasa-sakit dan
perseteruan-perseteruan ditentukan untuk mereka, yang di dalamnya mereka akan
dibuat memberikan bukti yang lebih lanjut dari mutu-mutu yang sama.”
“Sangat
benar,” ia menjawab.
“Dan
kemudian,” aku berkata, “kita harus mencobai mereka dengan pikatan-pikatan yang
adalah ujian macam ke tiga, dan melihat jika mereka adalah dari alamiah
malu-malu, sehingga kita harus membawa pemuda kita ke tengah
kengerian-kengerian dari beberapa macam, dan lagi melepaskan mereka ke dalam
kenikmatan-kenikmatan, dan membuktikan mereka secara penuh daripada emas yang
dibuktikan di dalam tungku api, sehingga kita mungkin menemukan jika mereka
bersenjata melawan semua pikatan, dan selalu ber-pembawaan terhormat, para
pengawal yang baik dari diri mereka sendiri dan dari musik yang mereka telah
pelajari, dan bertahan di bawah semua keadaan alamiah yang ritmikal dan harmonis,
semacam akan paling bisa melayani kepada diri dan kepada Negara. Dan ia yang di
setiap usia, sebagai anak-anak dan pemuda dan di dalam kehidupan dewasa, melewati
ujian tersebut dan keluar darinya dengan
menang dan murni, harus ditunjuk sebagai pemimpin dan pengawal Negara; ia harus
dihormati di dalam hidup dan mati, dan harus menerima nisan dan
peringatan-peringatan penghormatan yang lain, yang paling besar yang kita bisa
berikan. Tetapi ia yang gagal, kita harus tolak. Aku cenderung berpikir bahwa
ini adalah macam jalan yang di dalamnya para pemimpin dan para pengawal kita
harus dipilih dan ditunjuk. Aku berbicara secara umum, dan bukan dengan maksud
apapun kepada ketepatan.”
“Dan,
berbicara secara umum, aku setuju denganmu,” ia berkata.
“Kemudian
bukankah akan benar-benar pantas untuk ‘pengawal’ di dalam rasa yang paling
penuh terhadap nama tersebut, menjaga kita melawan musuh-musuh asing dan
mencapai kedamaian di antara warga kita di rumah, sehingga yang satu mungkin
tidak memiliki keinginan, atau yang lainnya kekuatan, untuk menyakiti kita.
Para pemuda yang sebelumnya kita sebut sebagai para pengawal mungkin secara
cukup dianggap sebagai pasukan pembantu dan pendukung ajaran-ajaran para
pemimpin?”
“Aku setuju
denganmu,” ia berkata.
“Bagaimana
kemudian kita mungkin menemukan kesalahan yang kita baru saja bicarakan. Satu
saja kebohongan terhormat yang mungkin menipu para penguasa, jika itu mungkin,
dan di tingkat manapun keseluruhan kota?”
“Kebohongan
macam apa?” ia berkata.
“Bukan hal baru,”
aku menjawab; “hanya sebuah
kisah tua Phoenicia yang sering tampak sebelum sekarang dan di tempat-tempat yang lain, sebagaimana para penyair katakan, dan telah membuat dunia
percaya, walaupun bukan di masa kita. Dan aku tidak mengetahui jika kejadian
semacam demikian akan bisa terjadi lagi, atau bisa menjadi mungkin sekarang,
jika ia terjadi.”
“Kata-katamu
tampak sangat ragu di bibirmu.”
“Kamu akan berpikir
bahwa aku memiliki alasan yang baik terhadap keraguanku, ketika aku telah
mengatakannya,” aku berkata.
“Katakanlah,”
ia berkata, “dan jangan khawatir.”
“Baiklah
kemudian, aku akan berbicara, walaupun aku benar-benar tidak mengetahui
bagaimana untuk memandang wajahmu, atau di dalam kata-kata apa mengutarakan
kisah yang berani tersebut, yang aku sarankan untuk dibicarakan secara
bertahap, pertama kepada para pemimpin, kemudian kepada para tentara, dan
terakhir kepada masyarakat. Kepada mereka akan diberitahukan bahwa masa muda
mereka adalah sebuah mimpi, dan pendidikan dan pelatihan yang mereka terima
dari kita, sebuah penampilan saja; di dalam kenyataan di sepanjang seluruh masa
itu mereka dibentuk dan diberi makan di dalam rahim bumi, tempat diri-diri
mereka dan lengan-lengan mereka dibentuk sementara senjata-senjata dan perlengkapan-perlengkapan
mereka dibuat; ketika mereka telah lengkap, bumi, ibu mereka, mengirim mereka
ke atas; dan sehingga, negeri mereka menjadi ibu mereka dan juga pengasuh
mereka, mereka wajib berpikir untuk kebaikannya, dan mempertahankannya melawan
serangan-serangan, dan warga-warganya mereka hargai sebagai anak-anak dari bumi
dan saudara-saudara mereka sendiri.”
“Bukan
tanpa alasan,” katanya, “sehingga kamu ragu dengan kebohonganmu itu.”
“Cukup
alamiah aku harus demikian,” aku berkata. “Tetapi dengarkanlah keseluruhan
kisahnya. ‘Para warga,’ kita harus mengatakan kepada mereka di dalam dongeng
kita, ‘kalian semua bersaudara, walaupun dewa membentuk kalian secara berbeda.
Beberapa dari kalian memiliki kekuatan untuk memerintah, dan di dalam pembentukannya
dewa mencampurkan emas di dalam dirinya, karena itu mereka juga memiliki
kehormatan yang paling besar. Di dalam pasukan pembantu perak, dan besi dan
perunggu di dalam para petani dan pengrajin. Karena kalian semua berkerabat,
walaupun sebagian besar kalian akan menurunkan dari macam kalian sendiri, mungkin terjadi bahwa seorang ayah emas akan menurunkan seorang
anak perak dan anak emas datang dari ayah perak dan di dalam cara yang sama
semuanya melahirkan satu sama lain. Sehingga tugas pertama dan utama yang dewa
berikan kepada para pemimpin adalah tidak ada selain mereka harus menjadi para
pengawal yang menjaga dan pengawas yang berhati-hati kepada penggabungan dari
logam-logam ini di dalam jiwa-jiwa keturunan mereka, dan jika anak-anak mereka
lahir dengan campuran perunggu atau besi mereka harus tidak merasa iba di dalam
perlakuan terhadap mereka, tetapi harus memberikan kedudukan yang sesuai kepada
alamiahnya dan mengeluarkan mereka ke antara para pengrajin atau para petani.
Dan jika dari mereka ini lahir anak emas atau perak mereka harus memberikan
penghormatan dan mengangkat mereka, beberapa sebagai pengawal, beberapa sebagai
pasukan pembantu, memercayai bahwa ada sebuah oracle bahwa Negara harus
terguling ketika manusia besi atau perunggu menjadi pengawal.’ Apakah kamu
melihat jalan supaya mereka memercayai kisah ini?”
“Tidak,
bukan mereka ini,” ia berkata, “tetapi anak-anak mereka dan para penerus mereka
dan seluruh manusia yang datang setelahnya.”
“Baik,”
kataku, “itu akan memberikan pengaruh yang baik, membuat mereka memedulikan
Negara dan satu sama lain. Karena menurutku aku memahami maksudmu. Dan ini
harus datang sebagaimana tuntunan periwayatan. Tetapi biarkan kita
mempersenjatai anak-anak bumi ini dan mengarahkan mereka ke bawah kepemimpinan
para pemimpin mereka. Dan ketika mereka telah tiba mereka harus mencari letak
yang paling baik di dalam kota untuk perkemahan mereka, sebuah letak yang
darinya mereka bisa paling baik memandang turun pemberontakan melawan hukum
dari dalam dan menghalau serangan dari luar seperti serigala terhadap sarang.”
“Ya,” kata
ia.
“Dan ini seharusnya
bersifat menghalau dingin di musim dingin dan memadai di musim panas.”
“Tentu
saja. Karena menurutku kamu sedang membicarakan rumah-rumah mereka.”
“Ya,” aku
berkata, “rumah-rumah para tentara, bukan para pencari uang.”
“Apa
perbedaannya?” ia berkata.
“Aku akan
mencoba memberitahukanmu,” aku berkata. “Hal yang paling mengerikan dan paling
memalukan untuk para penggembala adalah membesarkan anjing-anjing yang akan
membantu menangani kawanan gembalaan mereka, di dalam suatu jalan dan dari suatu
alamiah sehingga dari ketidakdisiplinan atau lapar atau suatu keburukan yang
lain, para anjing tersebut menyerang domba-domba dan melukai mereka dan menjadi
serupa serigala daripada anjing.”
“Sebuah hal
yang mengerikan memang,” ia berkata.
“Bukankah
kita harus benar-benar menjaga dengan segenap kekuatan kita melawan para
penolong kita memperlakukan warga di dalam suatu macam jalan dan, karena mereka
lebih kuat, merubah diri mereka sendiri dari para pembantu yang ramah menjadi para
tuan yang beringas?”
“Kita
harus,” ia berkata.
“Bukankah
mereka dilengkapi dengan perlindungan utama jika pendidikan mereka benar-benar
sebuah pendidikan yang baik?”
“Seharusnya
demikian,” ia menjawab.
“Itu,”
kataku, “Glaucon, kita mungkin tidak secara cukup kukuhkan, tetapi yang
sekarang kita katakan kita mungkin, adalah bahwa mereka harus memiliki
pendidikan yang benar, apapun itu, jika mereka hendak memiliki hal yang akan
paling menjadikan mereka lembut kepada satu sama lain dan kepada bawahan
mereka.”
“Benar,” katanya,
“sebagai tambahan, kepada sebuah pendidikan semacam demikian seorang yang
berpikir akan mengukuhkan rumah-rumah dan harta yang disediakan untuk mereka
harus semacam yang tidak menggangu pelaksanaan yang terbaik dari pekerjaan
mereka sebagai para pengawal dan tidak membuat mereka cenderung untuk berbuat
salah kepada warga lain.”
“Ia akan
mengukuhkan itu secara benar.” Aku berkata. “Kemudian pertimbangkanlah,”
kataku, “jika itu akan menjadi watak mereka, tempat tinggal dan jalan hidup
mereka seharusnya di dalam cara ini. Pertama-tama, tidak seorangpun yang akan
memiliki harta pribadi yang ditimbun. Ke dua, tidak seorangpun memiliki tempat
tinggal atau rumah harta yang tidak bebas dimasuki oleh siapapun. Makanan
mereka sejumlah yang dibutuhkan untuk para atlet perang yang sadar dan berani,
mereka harus menerimanya sebagai pembayaran yang disetujui dari warga lain
sebagai gaji untuk pekerjaan pengawalan mereka, yang terukur sehingga akan
tidak ada kelebihan atau kekurangan di akhir tahun. Tinggal di asrama umum
seperti para tentara di peperangan mereka akan hidup bersama. Kita akan
mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan emas dan perak, karena mereka selalu memiliki mutu ilahiah di dalam
jiwa-jiwa mereka, supaya tidak memaksa mereka untuk mencampurkan dan
mencemarkan harta surgawi tersebut dengan perolehan emas manusia, sejak banyak
sikap tidak saleh telah dilakukan karena koin orang banyak tersebut,
sementara yang tinggal di dalam diri mereka tidak tercela. Mereka saja
dari semua warga kota, yang tidak dibiarkan oleh hukum untuk menangani emas dan
perak dan untuk menyentuh mereka, juga tidak tinggal seatap dengan mereka, juga
tidak menggantungkan mereka sebagai perhiasan di badan mereka, juga tidak minum
dari emas dan perak. Hidup demikian, mereka akan menyelamatkan diri mereka
sendiri dan akan menyelamatkan kota. Tetapi saat mereka memiliki lahan dan
rumah dan koin sendiri, mereka akan menjadi para pemilik rumah dan para petani
dan bukan para pengawal, dan akan terubah dari para penolong warga menjadi para
musuh dan tuan-tuan, sehingga mereka akan melewati hari-hari di dalam membenci
dan dibenci, berkomplot dan bermusuhan, mereka akan lebih takut kepada warga
kota daripada warga asing, dan kemudian bahkan meletakkan jalan dekat kepada
kapal karam untuk diri mereka sendiri dan untuk Negara. Untuk semua alasan ini,
aku katakan, biarkan kita menyatakan demikianlah seharusnya perlengkapan untuk
para pengawal kita di dalam hal tempat tinggal dan pertimbangan-pertimbangan
yang lain. Bukankah kita harus demikian?”
“Tentu
saja,” katanya.
Akhir Republik Buku 3.
No comments:
Post a Comment