Oleh Plato
Dengan
kata-kata ini aku menyangka telah mengakhiri perbincangan tersebut, tetapi
akhir tersebut terbukti sebagai hanya sebuah permulaan. Karena Glaucon, yang
selalu paling suka bertarung dari antara orang-orang, tidak puas terhadap pengunduran
diri Thrasymachus, ia ingin bertarung. Sehingga ia berkata kepadaku: “Socrates,
apakah kamu berharap tampak telah membuat kami percaya, ataukah benar-benar ingin membuat kami percaya bahwa menjadi adil
selalu lebih baik daripada menjadi tidak adil?”
“Kemudian kamu benar-benar
belum sampai. Biarkan aku menanyaimu sekarang. Bagaimana kamu mengatur
kebaikan-kebaikan? bukankah beberapa yang kita sambut demi mereka, dan tidak
tergantung kepada akibat-akibat mereka, yaitu kenikmatan-kenikmatan dan
kesenangan-kesenangan yang tidak menyakiti, yang menyenangkan kita, walau tidak
ada apapun yang mengikuti dari mereka?”
“Aku setuju
di dalam berpikir bahwa ada tingkatan semacam demikian,” aku menjawab.
“Bukankah ada
juga tingkatan ke dua dari kebaikan-kebaikan, semacam pengetahuan, penglihatan,
kesehatan, yang diingini bukan hanya demi diri mereka sendiri, tetapi juga
untuk hasil-hasil mereka?”
“Tentu
saja,” aku menjawab.
“Dan
akankah kamu mengenali sebuah tingkatan ke tiga, semacam senam, dan perawatan
orang sakit, dan seni para dokter, dan juga berbagai macam jalan membuat uang
yang lainnya. Hal-hal ini melakukan kebaikan kepada kita tetapi kita anggap tidak
menyenangkan, dan tidak seorangpun yang akan memilih mereka demi diri mereka
sendiri, tetapi hanya demi suatu hadiah atau hasil yang mengalir dari mereka?”
“Ada,” aku
berkata, “tingkatan ke tiga ini juga. Tetapi mengapa kamu bertanya?”
“Karena aku
ingin mengetahui di dalam yang mana dari tiga tingkatan tersebut kamu
menempatkan keadilan?”
“Di dalam
tingkatan yang paling tinggi,” aku menjawab, “di antara kebaikan-kebaikan yang
ia yang akan berbahagia mengharapkan kedua-duanya diri mereka dan hasil-hasil
mereka.”
“Kemudian
banyak yang beranggapan lain. Mereka berpikir bahwa keadilan diperhitungkan di
dalam tingkatan yang meresahkan, di antara kebaikan-kebaikan yang dikejar demi
hadiah-hadiah dan nama baik, tetapi di dalam dirinya sendiri tidak menyenangkan
dan lebih untuk dihindari.”
“Aku
mengetahui,” aku berkata, “bahwa ini adalah cara berpikir mereka, dan inilah
yang Thrasymachus baru saja berikan, ketika ia mencela keadilan
dan memuji ketidakadilan. Tetapi aku terlalu bodoh untuk teryakinkan olehnya.”
“Sekarang,”
katanya, “dengarkanlah apa yang aku juga akan katakan dan lihatlah jika kamu
setuju denganku ataukah tidak. Karena Thrasymachus tampak kepadaku seperti
seekor ular, yang terpesona oleh suaramu lebih segera daripada yang seharusnya;
tetapi menurutku alamiah keadilan dan ke-tidak-adil-an belum dibuat jelas.
Menyampingkan hadiah-hadiah dan hasil-hasil mereka, aku ingin mengetahui apa
mereka di dalam diri mereka sendiri, dan bagaimana mereka bekerja di dalam
jiwa. Jika kamu suka, kemudian, aku akan membangkitkan argumen Thrasymachus. Pertama-tama
aku akan membicarakan alamiah dan asal dari keadilan berdasarkan pandangan yang
umum kepada mereka. Ke dua, aku akan menunjukkan bahwa semua orang yang
mengerjakan keadilan melakukan demikian melawan kehendak mereka, dari
keperluan, dan bukan sebagai sebuah kebaikan. Dan ke tiga, aku akan
mengutarakan bahwa ada alasan di dalam pandangan ini, karena kehidupan orang
yang tidak adil bagaimanapun jauh lebih baik daripada orang yang adil, jika
yang mereka katakan adalah benar, Socrates, sejak aku sendiri bukan dari
pendapat mereka. Tetapi tetap aku mengakui bahwa aku terkejut ketika mendengar
suara Thrasymachus dan sangat banyak yang lainnya riuh-rendah di dalam
telingaku. Keadilan di lain pihak, untuk membuktikannya lebih
tinggi daripada ketidakadilan, aku belum pernah mendengar ini dilakukan oleh
siapapun di dalam jalan yang memuaskan. Aku ingin mendengar keadilan dipuji menimbangkan
dirinya sendiri; kemudian aku akan puas, dan kamu adalah orang yang darinya aku
berpikir bahwa aku paling mungkin mendengar ini. Dan karena itu aku akan memuji
kehidupan orang yang tidak adil sampai di batas kekuatanku, dan caraku
berbicara akan menandakan cara yang di dalamnya aku mengharapkan mendengarmu
juga memuji keadilan dan mencela ketidakadilan. Apakah kamu akan mengatakan
jika kamu menerima usulku?”
“Memang aku
menerimanya,” kataku, “juga tidak aku bisa membayangkan pembahasan apapun yang
tentangnya seseorang yang sadar akan lebih sering mengharapkan membincangkan.”
“Aku senang,”
ia menjawab, “mendengarmu mengatakan demikian, dan harus memulai dengan
membicarakan, sebagaimana aku usulkan, alamiah dan asal keadilan. Mereka mengatakan bahwa untuk melakukan ketidakadilan adalah baik,
sementara untuk menderita ketidakadilan, buruk, tetapi keburukan yang dialami
dari menderita ketidakadilan lebih besar daripada kebaikan yang diterima dari
melakukan ketidakadilan. Dan sehingga ketika manusia telah kedua-duanya
melakukan dan menderita ketidakadilan dan telah memiliki pengalaman dari
kedua-duanya, mereka yang tidak memiliki kekuatan untuk menghindari yang satu
dan memeroleh yang lainnya, mereka berpikir bahwa mereka lebih baik bersepakat
di antara diri mereka sendiri untuk tidak memiliki manapun. Dari sana bangkit
hukum-hukum dan aturan-aturan perhubungan; dan yang ditentukan oleh hukum
dianggap oleh mereka sesuai hukum dan adil. Ini mereka yakini menjadi asal dan
alamiah dari keadilan; ia adalah sebuah pertengahan atau kesepakatan, di antara
yang paling baik dari semuanya, melakukan ketidakadilan dan tidak dihukum, dan
yang paling buruk dari semuanya, menderita ketidakadilan tanpa kekuatan
pembalasan; dan keadilan, berada di titik tengah di antara dua tersebut,
diterima dan disetujui bukan sebagai kebaikan, tetapi keburukan yang lebih
kecil, dan dihargai oleh alasan ketidakmampuan manusia melakukan ketidakadilan.
Karena tidak ada orang yang berharga untuk disebut manusia yang akan pernah
menerima persetujuan semacam demikian jika ia mampu melawan; ia akan marah jika
ia melakukan. Ini adalah kisah yang diterima, Socrates, dari alamiah dan asal
dari keadilan.”
“Sekarang
mereka yang mengerjakan keadilan melakukan demikian secara tidak suka-rela dan
karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menjadi tidak adil, akan paling
baik tampak jika kita membayangkan sesuatu semacam ini: Jika kita
menganugerahkan kepada kedua-duanya yang adil dan yang
tidak adil kekuatan untuk melakukan apapun yang mereka ingini, biarkan kita
mengamati dan melihat ke mana hasrat akan menuntun mereka; kemudian kita akan
menemukan di dalam tindakan yang sama orang yang adil dan yang tidak adil akan
melanjutkan di sepanjang jalan yang sama, mengikuti kepentingan mereka, yang
semua alamiah anggap sebagai kebaikan mereka, dan hanya terhalau ke dalam jalur
keadilan oleh kekuatan hukum.
Kebebasan
yang kita pertimbangkan mungkin secara lengkap diberikan kepada mereka di dalam
bentuk dari semacam kekuatan yang dikatakan dimiliki oleh Gyges pendahulu dari Croesus orang Lydia.
Berdasarkan riwayat, Gyges adalah penggembala
yang mengabdi kepada raja Lydia. Dulu, ada sebuah badai besar, dan sebuah gempa
bumi membuat pembukaan di bumi di tempat ia memberi makan kawanannya. Takjub
kepada pemandangan tersebut, ia turun ke dalam pembukaan tersebut, di sana, di
antara kerikil, ia memandang sebuah gua sebesar kuda, memiliki pintu-pintu,
yang ia singgahi dan memandang ke dalamnya melihat sebentuk jenazah,
sebagaimana tampak kepadanya, lebih daripada manusia, dan tidak mengenakan apa-apa
kecuali sebuah cincin emas, ini ia ambil dari jari sang jenazah dan kembali
naik. Sekarang para penggembala bertemu bersama-sama, berdasarkan adat, supaya
mereka mungkin mengirimkan laporan bulanan mereka tentang kawanan-kawanan
mereka kepada raja. Ke dalam pertemuan mereka ia datang mengenakan cincin
tersebut di jarinya, dan saat ia duduk di antara mereka ia kebetulan memutar
lingkaran cincin tersebut di jarinya, ketika secara segera ia menjadi tidak
terlihat kepada keseluruhan kumpulan dan mereka mulai membicarakannya
seolah-olah ia tidak lagi hadir. Ia heran kepada ini, dan lagi menyentuh cincin
tersebut memutar lingkaran cincin ke arah luar dan kembali tampak. Ia membuat
beberapa percobaan kepada cincin tersebut, dan selalu dengan hasil yang
sama-ketika ia memutar lingkaran ke arah dalam ia menjadi tidak terlihat,
ketika ke arah luar ia kembali tampak. Menyadari ini, ia mengatur sehingga ia terpilih
sebagai salah satu dari para penyampai pesan yang akan dikirim ke istana;
segera setelah ia tiba ia merayu ratu, dan dengan bantuannya bekerja sama
melawan raja dan membunuhnya, dan mengambil kerajaan.”
“Anggap
sekarang bahwa ada dua cincin sihir yang demikian, dan orang yang adil
mengenakan satu dan yang tidak adil yang lainnya; tidak ada orang bisa
dibayangkan dari semacam alamiah besi sehingga ia mungkin berdiri kokoh di
dalam keadilan. Tidak ada orang yang bisa menjauhkan tangannya dari apa yang
bukan miliknya ketika ia bisa secara aman mengambil apa yang ia suka dari
pasar, atau pergi ke dalam rumah dan berbaring dengan siapapun yang
memuaskannya, atau membunuh atau melepaskan dari penjara orang yang ia ingini,
dan benar-benar seperti dewa di antara manusia. Kemudian tindakan-tindakan dari
orang yang adil akan sama dengan orang yang tidak adil, mereka akan
kedua-duanya tiba di titik akhir yang sama. Dan ini kita mungkin secara benar
meyakini sebagai sebuah bukti yang besar bahwa seseorang adalah adil, bukan
secara berkehendak atau karena ia berpikir bahwa keadilan adalah kebaikan
apapun kepadanya secara tersendiri, tetapi dari keperluan, untuk kapanpun siapapun
berpikir bahwa ia bisa secara aman tidak adil, ia akan tidak adil. Karena semua
manusia memercayai di dalam jantung-jantung mereka bahwa ketidakadilan adalah
jauh lebih menguntungkan kepada dirinya daripada keadilan, dan ia yang
mengutarakan sebagaimana aku menduga, akan mengatakan bahwa mereka adalah
benar. Jika kamu bisa membayangkan siapapun memeroleh kekuatan menjadi tidak
terlihat ini, dan tidak pernah melakukan kesalahan atau menyentuh apa yang
milik orang lain, ia akan dianggap oleh para pengamat sebagai orang bodoh yang
malang. Walaupun mereka akan memujinya kepada wajah-wajah satu sama lain, dan
menjaga penampakan dengan satu sama lain dari sebuah kekhawatiran bahwa mereka
mungkin menderita ketidakadilan. Cukup dari ini.”
“Sekarang kita
akan membentuk sebuah penilaian yang benar terhadap kehidupan orang yang adil
dan orang yang tidak adil, dengan memisahkan mereka; tidak ada jalan lain; dan
bagaimana pemisahan tersebut dilakukan? Begini, biarkan orang yang tidak adil
menjadi keseluruhan tidak adil, dan orang yang adil keseluruhan adil, tidak ada
yang akan diambil dari mereka, dan kedua-duanya secara sempurna dilengkapi
untuk bekerja kepada hidup mereka yang sesuai. Pertama, biarkan orang yang
tidak adil menjadi seperti yang lain pekerja ahli; seperti nahkoda atau dokter
yang ahli, yang mengetahui yang boleh dan yang tidak boleh di dalam seninya, dan
menjaga tetap di dalam batas-batasnya, dan jika ia gagal di
titik manapun, ia mampu memulihkan dirinya sendiri. Sehingga biarkan orang yang tidak adil membuat usaha-usahanya
yang tidak adil di dalam jalan yang benar, dan tetap tersembunyi jika ia
bermaksud menjadi besar di dalam ketidakadilan, ia yang ditemukan bukanlah
siapa-siapa. Karena pencapaian yang paling tinggi dari ketidakadilan adalah
dianggap adil ketika kamu tidak adil. Karena itu, aku mengatakan bahwa di dalam
orang yang tidak adil yang sempurna kita harus mengenakan ketidakadilan yang
sempurna. Tetapi kita harus membiarkannya melakukan tindakan-tindakan yang
tidak adil, dan menerima nama yang paling besar untuk keadilan. Jika ia
mengambil sebuah langkah yang salah, ia harus mampu memulihkan dirinya sendiri
dengan kemampuannya untuk berbicara secara berpengaruh ketika tindakan buruknya
terkena cahaya, dan yang bisa memaksakan jalannya saat pemaksaan memerlukan
kekuatan dan keberaniannya dan persediaan uang dan teman-teman. Dan di sisinya
biarkan kita menempatkan orang yang adil di dalam kerhormatan dan
kesederhanaannya, berharap, sebagaimana
Aeschylus katakan, menjadi dan bukan tampak baik. Tidak
boleh ada penampakan, karena jika ia tampak adil ia akan dihormati dan
dihadiahi, sehingga kita tidak bisa mengetahui jika ia adil demi keadilan
ataukah demi kehormatan-kehormatan dan hadiah-hadiah. Karena itu, biarkan ia mengenakan
keadilan saja, dan tidak pakaian yang lain, dan ia harus dibayangkan di dalam
keadaan kehidupan yang berlawanan dari yang terdahulu. Biarkan ia menjadi yang
paling baik dari manusia, dan dianggap sebagai yang paling buruk, kemudian ia
diletakkan kepada pengujian sebagai menghargai keadilan tanpa terpengaruh oleh
kekhawatiran terhadap nama buruk dan akibat-akibatnya. Biarkan ia melanjutkan
demikian sampai saat kematian; adil di keseluruhan hidupnya dan tampak tidak
adil. Ketika kedua-duanya telah mencapai batas yang paling jauh, yang satu adil
dan yang lainnya tidak adil, biarkan penilaian diberikan siapa yang lebih
berbahagia dari keduanya.”
“Demi
langit! Glaucon yang baik,” aku berkata, “secara sangat bersemangat kamu
memoles mereka sampai kepada kesimpulan, pertama yang satu kemudian yang
lainnya, seolah-olah mereka adalah dua patung.”
“Aku melakukan yang terbaik,”
ia bekata. “sekarang kita mengetahui seperti apa mereka, sehingga tidak ada
kesukaran di dalam menemukan macam kehidupan yang menunggu masing-masing
mereka. Aku akan melanjutkan menggambarkannya, tetapi jika penggambaran
tersebut agak kasar, aku memintamu untuk menganggap, Socrates, bahwa bukan aku
yang berkata-kata demikian. Biarkan aku meletakkan mereka ke dalam mulut-mulut
para pemuji ketidakadilan. Mereka akan memberitahukanmu bahwa orang yang adil
yang disangka tidak adil akan ditakut-takuti, disiksa, diikat, matanya akan
dibakar sehingga keluar, dan, akhirnya, setelah menderita setiap macam
keburukan, ia akan dihukum pancang, kemudian ia akan memahami bahwa ia
seharusnya hanya tampak, dan bukan menjadi adil. Kata-kata Aeschylus mungkin
lebih secara benar membicarakan orang yang tidak adil daripada orang yang adil,
karena orang yang tidak adil mengejar sebuah kenyataan, ia tidak hidup dengan
memandang penampilan ia ingin benar-benar menjadi tidak adil dan bukan penampilan,
mengerjakan lekuk pikiran yang dalam, darinya tumbuh buah pendapat-pendapat
yang berhati-hati. Pertama-tama ia dianggap adil, sehingga ia
memerintah di dalam kota; ia bisa menikahi dan menikahkan siapapun yang ia
ingini; juga ia bisa berdagang dan berniaga di manapun yang ia suka, dan selalu
untuk keuntungan dirinya, karena ia tidak memiliki pengertian yang salah
tentang ketidakadilan, dan di setiap perkara hukum, di dalam umum maupun
pribadi, ia lebih baik daripada lawan-lawannya, dan karena ia menang, ia kaya,
dan dari perolehannya ia bisa memberikan keberuntungan kepada teman-temannya,
dan melukai musuh-musuhnya; terlebih, ia bisa memberikan
pengorbanan-pengorbanan, dan pemberian-pemberian kepada para dewa secara
berlimpah dan secara megah, dan bisa menghormati para dewa atau manusia manapun
yang ia ingin hormati di dalam gaya yang jauh lebih baik daripada orang yang
adil, dan karena itu ia mungkin lebih tersayang daripada mereka kepada para dewa.
Dan demikianlah, Socrates, para dewa dan manusia dikatakan bersatu di dalam
membuat kehidupan orang yang tidak adil lebih baik daripada kehidupan orang
yang adil.”
Ketika
Glaucon telah berbicara demikian, aku hendak menjawabnya, tetapi Adeimantus,
saudaranya, menyela: “Socrates,” ia berkata, “kamu tidak berpikir bahwa tidak
ada apa-apa lagi yang akan dikemukakan?”
“Mengapa,
apa yang lain di sana?” Aku menjawab.
“Titik yang
paling kuat dari semuanya belum disebutkan,” ia menjawab.
“Baik,
kemudian, seperti peri-bahasa, ‘Biarkan saudara menolong saudara’ jika ia
gagal di dalam bagian apapun, kamu lakukanlah membantunya. Walaupun aku harus
mengakui bahwa Glaucon telah cukup mengatakan untuk membaringkanku di dalam
debu, dan mengambil dariku kekuatan untuk menolong keadilan.”
“Tidak
masuk akal,” ia menjawab. “Tetapi biarkan aku menambahkan sesuatu yang lebih.
Ada sisi lain dari argumen Glaucon tentang memuji dan mencela keadilan dan
ketidakadilan, yang juga dibutuhkan supaya mengeluarkan apa yang aku percayai
sebagai maksudnya. Para orang-tua, ketika mereka memberikan nasihat-nasihat
kepada anak-anak mereka, dan semua yang berwenang kepada yang lain memberitahukan
bahwa mereka harus menjadi adil. Tetapi mengapa? bukan demi keadilan, tetapi
demi sifat dan nama baik; supaya memeroleh untuknya yang dianggap adil beberapa
dari jabatan-jabatan, pernikahan-pernikahan, dan yang sebagainya yang Glaucon
telah sebutkan di antara keuntungan-keuntungan yang terjadi kepada orang yang
tidak adil dari nama-baik keadilan. Lagi, bagaimanapun, membuat penampilan oleh
tingkatan dari orang-orang ini daripada yang lainnya; untuk mereka memanggil
pendapat baik dari para dewa, dan akan memberitahukanmu curahan
keberuntungan-keberuntungan yang langit, sebagaimana mereka katakan, hujankan
kepada orang saleh. Ini sesuai dengan pernyataan Hesiod dan Homer yang
terhormat, yang pertama mengatakan, bahwa para dewa membuat pohon-pohon oak orang yang adil,
berbuah di ranting-ranting di puncaknya, dan kawanan lebah di tengah batangnya, dan di bawahnya domba membungkuk dengan bulu-bulu mereka. Dan
banyak berkat yang lain sebagainya disediakan untuk mereka. Dan Homer memiliki
pandangan yang sama; untuk ia membicarakan seseorang yang kemasyhurannya, sebagai
raja yang memerintah dengan patuh kepada dewa-dewa yang tinggi, yang memegang
teguh keadilan dan kebenaran, tanah hitam membawakannya gandum dan barley, pepohonan-nya bungkuk oleh buah,
dan dombanya tidak pernah gagal melahirkan, dan lautan memberikannya ikan.
Masih lebih besar pemberian-pemberian dari langit yang Musaeus dan anaknya
berikan kepada yang adil. Mereka membawa mereka ke dalam dunia bawah, di sana
mereka berbaring di dipan-dipan di perjamuan-perjamuan, mabuk selama-lamanya,
dimahkotai dengan garland; mereka
tampak menganggap bahwa mabuk abadi sebagai hadiah yang paling tinggi dari
kebaikan. Beberapa memanjangkan hadiah-hadiah mereka lebih jauh; kesejahteraan,
sebagaimana mereka katakan, dari yang setia dan adil harus bertahan kepada
keturunan ke tiga dan ke empat. Ini adalah gaya yang di dalamnya mereka memuji
keadilan. Tetapi tentang orang yang buruk mereka memiliki pandangan yang lain.
Mereka menguburkan mereka di dalam Hades yang ber-rawa, dan membuat mereka
membawa air di dalam saringan; juga sementara mereka masih hidup mereka membawa
mereka kepada nama buruk, dan menjatuhkan kepada mereka hukuman-hukuman yang
Glaucon jelaskan sebagai takaran orang yang adil yang dianggap tidak adil, ini
mereka ucapkan tentang yang tidak adil, tetapi tidak ada yang lain. Demikianlah
cara mereka memuji yang satu dan mencela yang lainnya.”
“Sekali
lagi, Socrates, aku akan memintamu untuk menimbangkan jalan berbicara yang lain
tentang keadilan dan ketidakadilan, yang bukan dicipatakan para penyair, tetapi
ditemukan di dalam penulis prosa. Suara seluruh manusia selalu menyatakan bahwa
keadilan dan kebaikan adalah terhormat, tetapi menyedihkan dan sukar; dan bahwa
kenikmatan-kenikmatan dari keburukan dan ketidakadilan adalah mudah diraih, dan
hanya dihalangi oleh hukum dan pendapat. Mereka mengatakan juga bahwa kejujuran
untuk sebagian besar lebih kurang menguntungkan daripada ketidakjujuran; dan
mereka cukup bersedia menyebut orang yang jahat berbahagia, dan untuk
menghormati mereka kedua-duanya di dalam umum dan pribadi ketika mereka kaya
atau di dalam jalan lain berpengaruh, sementara mereka menghina dan memandang
rendah mereka yang mungkin lemah dan miskin, walaupun mereka menerima mereka
sebagai lebih baik daripada yang lainnya. Hal yang paling luar biasa dari
semuanya adalah cara berbicara mereka tentang kebaikan dan para dewa. Mereka
mengatakan bahwa para dewa menyediakan kemalangan dan kesedihan kepada banyak
orang yang baik, dan kebaikan dan kebahagiaan kepada yang buruk. Dan para pengemis
peramal pergi kepada pintu-pintu orang-orang yang kaya dan membuat mereka yakin
bahwa mereka memiliki kekuatan yang dianugerahkan kepada mereka oleh para dewa
dari membuat sebuah pertobatan oleh pengorbanan-pengorbanan atau jimat-jimat,
dengan perayaan-perayaan dan perjamuan-perjamuan, untuk dosa-dosa
seseorang atau para pendahulunya; dan mereka berjanji melukai musuh, adil
ataupun tidak adil, di seharga yang kecil; dengan seni-seni sihir dan
jampi-jampi memohon kepada langit, sebagaimana mereka katakan, untuk
melaksanakan keinginan mereka. Dan para penyair adalah orang-orang yang
berwenang yang kepadanya mereka menyeru, sekarang menghaluskan jalan kejahatan
dengan kata-kata dari Hesiod, ‘Keburukan mungkin
memiliki kelimpahan tanpa kesukaran; jalannya halus dan tempat-tinggal-nya
dekat. Tetapi di hadapan kebaikan para dewa memasang kerja keras, dan keringat
di langkah pertama.’ Kemudian mengutip Homer sebagai saksi bahwa para dewa mungkin terpengaruh oleh manusia, karena ia juga mengatakan, ‘Para dewa dipalingkan dengan doa, dan
manusia dengan pengorbanan dan pengucapan sumpah-sumpah, dan dupa dan
persembahan memalingkan kehendak-kehendak mereka, berdoa ketika mereka berdosa
dan menyimpang.’ Dan mereka menghasilkan sebuah kumpulan buku yang ditulis oleh Musaeus dan Orpheus, yang adalah anak-anak dari bulan
dan para Muse, itulah yang mereka katakan, berdasarkan kepadanya mereka
melaksanakan ritual mereka, dan membuat yakin bukan hanya perseorangan, tetapi
keseluruhan kota, bahwa pengampunan dan pertobatan dosa mungkin dilakukan
dengan pengorbanan-pengorbanan dan perayaan-perayaan yang mengisi sebuah waktu
luang, dan adalah secara sama di pelayanan untuk orang yang masih hidup dan utuk
orang yang telah mati. Macam yang terakhir mereka namai sebagai misteri-misteri,
dan mereka meredakan kita dari rasa sakit neraka, tetapi jika kita mengabaikan
mereka tidak seorangpun yang mengetahui apa yang menanti kita.”
Ia
melanjtkan: “Dan sekarang ketika orang muda mendengar semua ini yang mereka
katakan tentang kebaikan dan keburukan, dan jalan yang di dalamnya para dewa
dan manusia menghargai mereka, bagaimana pikiran-pikiran mereka mungkin
terpengaruh, Socrates yang baik. Mereka, maksudku, yang cepat mengerti, dan,
seperti lebah yang terbang, hinggap di setiap bunga, dan dari semua yang mereka
dengar mudah menarik kesimpulan-kesimpulan untuk mereka akan menjadi
orang-orang macam apa dan di dalam jalan apa mereka harus berjalan jika mereka
akan membuat kehidupan yang terbaik? Mungkin pemuda tersebut akan mangatakan
kepada dirinya sendiri di dalam kata-kata Pindar, ‘Bisakah aku oleh keadilan atau oleh jalan
penipuan yang berliku menaiki menara yang lebih tinggi yang mungkin
membentengiku di seluruh hari-hariku?’ Akibat dari aku menjadi adil, kecuali aku juga tampak demikian, bukanlah harta, tetapi kerja
keras dan sakit dan kehilangan. Tetapi
jika walaupun tidak adil, aku menerima nama keadilan, kehidupan surgawi
dijanjikan untukku. Sejak kemudian, sebagaimana para filsuf membuktikan,
penampilan membudakkan kebenaran dan tuan dari kebijaksanaan, kepada penampilan
aku harus mengerjakan diriku. Aku akan menggambarkan di sekitarku gambar dan
bayangan kebaikan sebagai ruang depan dan hiasan luar dari rumahku; di belakang
aku akan menjadi rubah yang licik dan jahat, sebagaimana Archilohus, yang paling besar dari para
cendekia, sarankan. Tetapi aku mendengar seseorang berteriak bahwa
penyembunyian keburukan seringkali sukar, ‘tidak ada hal besar yang mudah,’ aku
menjawabnya. Walaupun
demikian, argumen tersebut menandakan ini, jika kita akan berbahagia, menjadi
jalur yang harus kita telusuri. Dengan memandang penyembunyian, kita akan
mendirikan persaudaraan rahasia dan perkumpulan-perkumpulan politik. Dan ada
para guru besar retorika yang mengajarkan seni membuat yakin sidang-sidang dan
pertemuan-pertemuan; dan sehingga sebagian oleh bujukan dan sebagian oleh
kekuatan aku haruslah membuat perolehan-perolehan yang tidak sesuai hukum dan
tidak dihukum. Masih aku mendengar sebuah suara mengatakan bahwa para dewa
tidak bisa ditipu, juga tidak mereka bias dipaksa. Tetapi bagaimana jika tidak
ada para dewa? atau, anggap mereka tidak memiliki kepedulian kepada manusia,
untuk apa memikirkan penyembunyian? Dan bahkan jika memang ada para dewa, dan
mereka peduli tentang kita, tetapi kita mengetahui mereka hanya dari riwayat
dan genealogi-genealogi dari para penyair; dan para penyair ini jugalah yang
mengatakan bahwa mereka mungkin terpengaruh dan terubah oleh
pengorbanan-pengorbanan dan memanjatkan permohonan-permohonan dan oleh
persembahan-persembahan.’ Kita harus memercayai kedua-duanya atau tidak ada sama
sekali. Jika para penyair berbicara secara benar, kita lebih baik menjadi tidak
adil, dan memberikan pengorbanan-pengorbanan dari buah-buah ketidakadilan. Karena jika
kita adil, walaupun kita mungkin melepaskan diri dari pembalasan langit, kita
harus kehilangan perolehan-perolehan dari ketidakadilan; tetapi, jika kita
tidak adil kita harus menyimpan perolehan-perolehan tersebut, dan oleh
perbuatan dosa dan doa, dan doa dan perbuatan dosa, para dewa akan berbaik
hati, dan kita akan tidak dihukum. ‘Tetapi ada dunia bawah yang di dalamnya
kita atau keturunan kita akan menderita untuk sikap-sikap buruk kita.’ Ya,
temanku, akan menjadi pertimbangan, tetapi ada misteri-misteri dan dewa-dewa
pengampun, dan ini memiliki kekuatan yang besar. Itu adalah apa yang dinyatakan
oleh kota-kota besar; dan anak-anak para dewa, yang adalah para penyair dan
nabi-nabi mereka, membawa sebuah pernyataan yang serupa.”
“Kemudian, berdasarkan apa lagi kita harus memilih keadilan daripada
ketidakadilan? Jika saja kita menyatukan yang terakhir dengan sebuah
penghargaan yang menipu kepada penampilan, kita memeroleh keinginan kita kita
kedua-duanya dengan para dewa dan manusia, di dalam kehidupan dan kematian,
sebagaimana paling banyak dan yang paling tinggi dari pihak yang berwenang katakan
kepada kita. Mengetahui semua ini, Socrates, bagaimana bisa seseorang yang memiliki keunggulan apapun dari pikiran
ataupun diri atau peringkat atau harta, berkeinginan menghormati keadilan; atau
memang menahan diri dari tertawa ketika ia mendengar keadilan dipuji? Dan
bahkan jika ada seseorang yang mampu membatalkan kebenaran kata-kataku, dan
yang puas bahwa keadilan adalah yang terbaik, tetap ia tidak marah dengan yang
tidak adil, tetapi sangat bersedia memaafkan mereka, karena ia juga mengetahui
bahwa manusia bukan adil dari kehendak mereka sendiri; kecuali, di suatu
kejadian, ada seseorang yang sifat ilahiah di dalam dirinya mungkin terilhami
dengan kebencian kepada ketidakadilan, atau yang telah memeroleh pengetahuan
kebenaran, tetapi tidak ada orang yang lain. Ia saja yang menyalahkan
ketidakadilan, yang karena kepengecutan atau usia atau suatu kelemahan, tidak
memiliki kekuatan untuk menjadi tidak adil. Ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa
ketika ia mendapatkan kekuatan, ia secara segera menjadi tidak adil sejauh yang
ia bisa.”
“Penyebab dari semua ini, Socrates, tertandai oleh kita di permulaan argumen, ketika saudaraku dan aku memberitahukanmu
bagaimana kami heran menemukan semua kamu sendiri membela keadilan;
karena sedari para pahlawan kuna yang monumen manapun telah jaga untuk kita, sehingga
orang-orang di masa kita, tidak seorangpun pernah menyalahkan ketidakadilan
atau memuji keadilan kecuali memandang kemenangan-kemenangan,
kehormatan-kehormatan, dan keuntungan-keuntungan yang mengalir dari mereka. Tetapi
masing-masing mereka di dalam dirinya sendiri, dengan kekuatan yang lekat di
dalamnya, ketika di dalam jiwa pemiliknya dan tidak terlihat kepada mata
manusia ataupun dewa, tidak seorangpun pernah menggambarkan secara cukup di
dalam syair ataupun prosa, bukti bahwa keadilan adalah kebaikan yang paling
besar, dan ketidakadilan keburukan terbesar. Andai kamu mampu di
dalam jalan ini dari permulaan dan membuat yakin kami dari sejak masa muda
kami, kami harus tidak saling mengawasi satu sama lain dari melakukan
kesalahan, tetapi setiap orang akan memiliki pengawasnya sendiri, karena
khawatir, jika ia melakukan kesalahan, mengerjakan kepada dirinya sendiri
keburukan yang paling besar. Aku berani mengatakan bahwa Thrasymachus dan yang
lainnya akan meminta secara bersungguh-sungguh, pembalikan kadilan dan
ketidakadilan ini, sebagaimana aku pahami. Tetapi aku berbicara di dalam cara
yang bersemangat ini, aku harus secara terbuka mengaku kepadamu, karena aku
ingin mendengarmu dari sisi yang berlawanan. Dan aku akan memintamu untuk menunjukkan
bukan hanya keunggulan yang keadilan miliki kepada ketidakadilan, tetapi apa
pengaruh yang mereka miliki di pemilik mereka yang membuat satu menjadi sebuah
kebaikan dan yang lainnya sebuah keburukan kepadanya. Dan silakan, sebagaimana
Glaucon memintamu, untuk tidak memasukkan nama baik, karena kecuali kamu
mengambil dari masing-masing mereka nama-baik-nya yang benar dan menambahkannya
kepada yang salah, kita harus mengatakan bahwa kamu tidak memuji keadilan,
tetapi penampilannya; kita harus berpikir bahwa kamu hanya memaksa kami untuk
membiarkan ketidakadilan supaya gelap, dan bahwa kamu benar-benar setuju dengan
Thrasymachus di dalam berpikir bahwa keadilan adalah kebaikan orang lain dan
kepentingan dari yang lebih kuat, dan bahwa ketidakadilan adalah keuntungan dan
kepentingan seseorang itu sendiri, walaupun melukai kepada yang lebih lemah.
Sekarang sebagaimana kamu telah terima bahwa keadilan adalah satu dari
kebaikan-kebaikan di tingkatan yang tertinggi yang diharapkan memang demi
hasil-hasil mereka, tetapi di dalam derajat yang lebih tinggi demi diri mereka
sendiri, seperti penglihatan atau pendengaran atau pengetahuan atau kesehatan,
atau apapun yang nyata dan alamiah dan bukan hanya sekedar kebaikan yang biasa.
Aku akan memintamu di dalam pujianmu kepada keadilan supaya menghargai satu
titik saja, maksudku kebaikan dan keburukan yang dikerjakan oleh keadilan dan
ketidakadilan di dalam para pemilik mereka. Biarkan yang lain memuji keadilan
dan mencela ketidakadilan, mengagungkan hadiah-hadiah dan
penghormatan-penghormatan dari yang satu dan mengasari yang lainnya; itu adalah
sebuah cara mengutarakan yang, jika datang dari mereka, aku bersedia
membiarkan, tetapi aku ingin mendengarkan kebalikannya dari bibirmu sendiri, aku
mengharapkan sesuatu yang lebih baik darimu yang menghabiskan seluruh hidupmu
di dalam mempertimbangkan pertanyaan ini. Dan karena itu, aku katakan, bukan
hanya membuktikan kepada kami bahwa keadilan adalah lebih baik daripada
ketidakadilan, tetapi menunjukkan yang masing-masing mereka lakukan kepada para
pemilik mereka, yang membuat yang satu menjadi baik dan yang lainnya buruk,
terlihat ataupun tidak terlihat oleh para dewa dan manusia.”
Aku selalu
mengagumi kecerdasan dari Glaucon dan Adeimantus, aku terutama senang saat
mendengar kata-kata ini, dan berkata: “Anak-anak dari ayah yang termasyhur,
bukanlah sebuah awal yang buruk dari syair-syair elegi yang para pengagum
Glaucon buat di dalam menghormatimu setelah kamu membuktikan dirimu di
peperangan Megara: 'Anak-anak Ariston, ' ia bernyanyi, 'keturunan suci dari pahlawan yang
termasyhur.' Epitet
tersebut sangat sesuai, untuk ada sesuatu yang benar-benar suci di dalam mampu
mengutarakan sebagaimana kamu telah melakukan untuk keunggulan dari ketidakadilan,
dan tetap tidak yakin oleh argumenmu sendiri. Dan aku percaya bahwa kamu tidak
yakin, ini aku ketahui dari sifatmu, andai aku menilai hanya dari
pembicaraan-pembicaraanmu aku harus salah memercayaimu. Tetapi sekarang, semakin
besar keyakinanku kepadamu, semakin besar kesukaranku di dalam mengetahui apa
untuk dikatakan. Aku ada di dalam sebuah selat di antara dua. Di satu pihak aku
merasa bahwa aku tidak setara kepada tugas tersebut; dan ketidakmampuan-ku
dibawa pulang kepadaku oleh kenyataan bahwa kamu tidak puas dengan jawaban yang
aku buat kepada Thrasymachus, membuktikan, sebagaimana kupikir, keunggulan,
yang dimiliki oleh keadilan kepada ketidakadilan. Dan bahkan aku tidak berdaya,
sementara nafas dan bicara masih tinggal kepadaku, aku khawatir bahwa akan ada
ketidaksalehan di dalam hadir saat keadilan dibicarakan buruk dan tidak
mengangkat lengan di dalam pertahanannya. Dan karena itu aku lebih baik
memberikan pertolongan semacam yang aku bisa.”
Glaucon dan
keseluruhan memintaku dengan bersungguh-sungguh tidak untuk membiarkan
pertanyaan tersebut jatuh, tetapi melanjutkan di dalam penyelidikan. Mereka
ingin tiba di kebenaran, pertama, tentang alamiah keadilan dan ketidakadilan,
dan ke dua, tentang keuntungan-keuntungan yang berhubungan dengan mereka. Aku
memberitahukan mereka, apa yang aku benar-benar pikirkan, bahwa pencarian
tersebut bukanlah mudah, dan akan memerlukan mata yang sangat bagus. “Melihat
kemudian,” aku berkata, “bahwa kita bukan orang-orang yang cerdas, aku berpikir bahwa kita lebih baik
mengambil sebuah cara yang aku mungkin gambarkan demikian. Anggap bahwa seseorang
yang ber-penglihatan pendek telah diminta oleh seseorang untuk melihat
huruf-huruf yang kecil dari jauh. Tampak kepada seseorang yang lain bahwa
mereka mungkin ditemukan di dalam tempat yang lain dan yang di dalamnya
huruf-huruf tersebut lebih besar. Jika mereka sama dan ia bisa membaca
huruf-huruf yang lebih besar tersebut pertama-tama, dan kemudian melanjutkan
kepada yang lebih kecil, ini akan dianggap sebagai sebuah kepingan kecil dari
keberuntungan.”
“Sangat
benar,” kata Adeimantus; “tetapi bagaimana penggambaran tersebut diterapkan
kepada pencarian kita?”
“Aku akan
memberitahukanmu,” aku menjawab, “keadilan, hal yang kita cari, sebagaimana
kamu mengetahui, kadang-kadang dibicarakan sebagai kebaikan dari seseorang, dan
kadang-kadang sebagai kebaikan dari sebuah Negara.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Dan
bukankah sebuah Negara lebih besar daripada satu orang?”
“Kemudian
di dalam jumlah yang lebih besar dari keadilan sepertinya lebih besar dan lebih
secara mudah terlihat. Jika kamu suka, biarkan kita mencari ke dalam alamiah
keadilan dan ketidakadilan, pertama sebagaimana mereka tampak di dalam Negara,
dan ke dua di dalam perseorangan. Dari yang lebih besar kepada yang lebih kecil
dan membandingkan mereka.”
“Jika
argumen kita mengamati asal sebuah Negara, kita harus melihat juga asal keadilan
dan ketidakadilan di dalamnya.”
“Aku berani
mengatakan.”
“Ketika
Negara terlengkapi mungkin ada sebuah harapan bahwa hal yang kita cari akan
lebih secara mudah ditemukan.”
“Tetapi
bukankah kita harus berusaha menyusun satu?” Aku berkata, “untuk melakukan
demikian, sebagaimana aku cenderung pikirkan, akan menjadi sebuah tugas yang
sangat bersungguh-sungguh. Pertimbangkanlah.”
“Sebuah
Negara,” aku berkata, “bangkit, sebagaimana aku pahami, dari kebutuhan-kebutuhan
manusia. Tidak seorangpun yang mampu memenuhi sendiri kebutuhannya, tetapi
semua kita memiliki banyak keinginan. Bisakah ada alasan lain dari sebuah
Negara yang bisa dibayangkan?”
“Kemudian,
kita memiliki banyak keinginan, dan banyak orang dibutuhkan untuk memenuhi
mereka, seseorang mengambil seorang penolong untuk satu tujuan dan yang lainnya
untuk yang lainnya. Ketika pasangan-pasangan dan para penolong ini berkumpul
bersama-sama di dalam satu tempat, badan dari para penghuni tersebut dianggap
sebagai Negara.”
“Benar,”
katanya.
“Dan mereka
menukar dengan satu sama lain, dan yang satu memberikan, dan yang lainnya
menerima, dengan anggapan bahwa pertukaran tersebut demi kebaikan mereka.”
“Sangat
benar.”
“Kemudian,”
aku berkata, “biarkan kita memulai dan menciptakan di dalam pemikiran sebuah
Negara. Pencipta sejati adalah keperluan, ibu dari penemuan kita.”
“Tentu
saja,” ia berkata.
“Sekarang
keperluan yang pertama dan yang terbesar adalah makanan, syarat kehidupan dan
keberadaan.”
“Tentu
saja.”
“Yang ke
dua adalah tempat tinggal, dan yang ke tiga adalah pakaian dan sebagainya.”
“Benar.”
“Dan
sekarang biarkan kita melihat bagaimana kota kita mampu menyediakan permintaan
yang besar ini. Kita mungkin menganggap bahwa seseorang adalah petani, yang
lainnya tukang, seseorang yang lainnya penenun, haruskah kita menambahkan
kepada mereka pembuat sepatu, atau mungkin seorang pembuat kebutuhan-kebutuhan
badaniah kita?”
“Cukup
benar.”
“Penggambaran
yang paling kasar dari sebuah Negara harus dari empat atau lima orang.”
“Secara
jelas.”
“Dan
bagaimana mereka akan melanjutkan? Akankah masing-masing membawa hasil kerja
mereka ke dalam sebuah lumbung umum? Satu petani, misalnya, menghasilkan untuk
empat, dan bekerja empat kali lebih lama dan lebih banyak dari yang ia butuhkan yang dengannya ia menyediakan orang-orang yang lain dan juga
dirinya sendiri; atau akankah ia tidak berurusan dengan yang lainnya dan tidak
bersusah-susah menghasilkan untuk mereka, tetapi menyediakan makanan untuk
dirinya sendiri di seperempat waktu, dan di tigaperempat sisa waktunya bekerja
membuat rumah atau jubah atau sepasang sepatu, tidak bermitra dengan yang
lainnya, tetapi menyediakan dirinya sendiri semua keinginannya?”
Adeimantus
berpikir bahwa ia harus bekerja menghasilkan makanan saja dan tidak
menghasilkan semua hal.
“Mungkin,”
aku menjawab, “itu akan menjadi jalan yang lebih baik. Ketika aku mendengarmu
mengatakan ini, aku sendiri teringat bahwa kita tidak semua serupa. Ada
perbedaan-perbedaan alamiah di antara kita yang sesuai kepada
pekerjaan-pekerjaan yang berbeda.”
“Dan apakah
menurutmu sebuah pekerjaan dilakukan secara lebih baik ketika pekerja tersebut
memiliki banyak pekerjaan, ataukah ketika ia hanya memiliki satu?”
“Ketika ia
hanya memiliki satu.”
“Lebih
jauh, tidak bisa ada ragu bahwa sebuah pekerjaan akan terbengkalai saat tidak
dikerjakan di saat yang tepat?”
“Tidak ada
ragu.”
“Karena
urusan tidak akan menunggu sampai pelaku urusan tersebut luang. Sang pelaku
harus mengikuti apa yang ia lakukan, dan menjadikan urusannya sebagai hal yang
utama.”
“Dan jika
demikian, kita harus menyimpulkan bahwa semua hal dihasilkan secara lebih
banyak dan secara lebih mudah dan dengan mutu yang lebih baik ketika satu orang
melakukan satu hal yang alamiah kepadanya dan melakukannya di saat yang tepat,
dan meninggalkan hal-hal yang lain.”
“Kemudian
lebih dari empat warga akan diperlukan. Karena petani akan tidak membuat bajaknya
sendiri jika mengingininya baik, juga tidak beliung-nya,
atau alat-alat pertanian yang lain. Juga tidak tukang akan membuat alat-alatnya,
dan ia juga membutuhkan banyak; dan di dalam cara yang sama penenun dan pembuat
sepatu.”
“Benar.”
“Para
tukang kayu, dan para pandai besi, dan banyak pengrajin yang lain, akan berbagi
di dalam Negara kecil kita, yang kini mulai tumbuh?”
“Benar.”
“Bahkan
jika kita menambahkan para penggembala sapi, para penggembala domba, dan para
penggembala yang lainnya, supaya para petani kita mungkin memiliki kerbau untuk
membajak, dan para tukang sebagaimana para petani mungkin menghasilkan ternak,
dan para pengantar dan para tukang tenun bulu-domba dan kulit, tetap Negara
kita tidak terlalu besar.”
“Benar. Juga
tidak ia akan menjadi sebuah Negara yang sangat kecil yang berisi semua ini.”
“Kemudian,
lagi, adakah suatu letak kota yang sangat baik sehingga tidak perlu ada yang dibawa
dari luar?”
“Kemudian
harus ada tingkatan lain dari warga yang akan membawa asupan-asupan yang diperlukan
dari kota lain?”
“Harus ada.”
“Tetapi
jika sang pedagang pergi dengan tangan hampa, tanpa membawa apa-apa yang diperlukan
oleh mereka yang akan memenuhi kebutuhannya, ia akan kembali dengan tangan yang
hampa.”
“Dan karena
itu, apa yang mereka hasilkan di rumah harus tidak hanya cukup untuk diri
mereka sendiri, tetapi semacam kedua-duanya di dalam jumlah dan mutu untuk
mengatasi mereka yang darinya keinginan-keinginan mereka dipenuhi.”
“Sangat
benar.”
“Kemudian
lebih banyak petani dan lebih banyak pengrajin akan diperlukan?”
“Mereka
akan demikian.”
“Juga para
pengimpor dan para pengekspor, yang disebut sebagai pedagang?”
“Ya.”
“Kemudian
kita harus mengingini para pedagang?”
“Dan jika
barang-barang hendak dibawa menyeberang lautan, para pelaut yang handal akan
juga dibutuhkan, dan di dalam jumlah yang cukup?”
“Kemudian,
lagi, di dalam kota, bagaimana mereka akan saling menukarkan hasil-hasil
mereka? Membentuk semacam pertukaran demikian adalah, sebagaimana kamu akan
ingat, satu dari hal-hal mendasar kita ketika kita membentuk mereka ke dalam
sebuah masyarakat dan menyusun sebuah Negara.”
“Kemudian
mereka akan membutuhkan sebuah pasar, dan sebuah mata uang untuk tujuan
pertukaran.”
“Anggap
sekarang bahwa seorang petani, atau seorang pengrajin, membawa suatu hasil ke
pasar, dan ia datang di saat tidak ada seorangpun yang akan bertukar dengannya,
apakah ia meninggalkan panggilannya dan duduk menganggur di dalam pasar?”
“Sama
sekali tidak. Ia akan menemukan orang di sana yang, melihat kebutuhan tersebut,
mengambil urusan para penjual. Di dalam Negara-Negara yang diatur-baik mereka
biasanya adalah yang paling lemah di dalam kekuatan badaniah, dan karena itu
bermanfaat kecil untuk tujuan lain. Tugas mereka adalah berada di sana di dalam
agora dan memberikan uang di dalam
pertukaran untuk barang-barang kepada mereka yang berkeinginan menjual dan
mengambil uang dari mereka yang berkeinginan membeli.”
“Kebutuhan
ini, kemudian, menciptakan sebuah tingkatan para pedagang pasar di dalam Negara
kita. Bukankah penjaga toko adalah istilah yang digunakan kepada mereka yang duduk di dalam
pasar bekerja di dalam membeli dan menjual, sementara mereka yang bepergian
dari satu kota ke kota yang lain disebut sebagai para pedagang?”
“Dan ada
tingkatan-tingkatan yang lain dari para pelayan, yang secara kecerdasan sukar
di jenjang perusahaan. Mereka memiliki sedikit kekuatan badaniah untuk bekerja
kasar, yang juga mereka jual, dan adalah disebut sebagai, jika aku tidak salah,
para pekerja sewa, ‘sewa’ menjadi nama yang diberikan kepada harga pekerjaan
mereka.”
“Kemudian
para pekerja sewa akan membantu membangun jumlah penduduk kita?”
“Ya.”
“Dan
sekarang, Adeimantus, apakah Negara kita telah dewasa dan sempurna?”
“Di mana,
kemudian, keadilan, dan di mana ketidakadilan, dan di dalam bagian apa dari
Negara mereka muncul?”
“Mungkin di
dalam perniagaan-perniagaan dari para warga ini satu sama lain, aku tidak bisa
membayangkan mereka bisa ditemukan di tempat yang lain manapun.”
“Aku berani
berkata bahwa kamu benar di dalam saranmu, kita lebih baik memikirkan persoalan
tersebut, dan tidak menghentikan pencarian. Biarkan kita
kemudian menimbangkan, pertama-tama, apa yang akan menjadi jalan kehidupan
mereka, sekarang bahwa kita telah secara demikian mendirikan mereka. Akankah
mereka tidak menghasilkan jagung, dan anggur, dan pakaian-pakaian, dan
sepatu-sepatu, dan membangun rumah-rumah untuk diri mereka sendiri? Dan ketika
mereka terumahkan, mereka akan bekerja, di musim panas, biasanya, tanpa baju
dan bertelanjang kaki, tetapi di musim dingin membutuhkan berpakaian dan bersepatu.
Mereka akan memakan masakan-barley dan terigu dari gandum,
memanggang dan merebus mereka, membuat penganan-penganan dan roti-roti; ini
mereka akan sajikan di atas alang-alang atau daun-daun yang bersih, diri mereka
sendiri berbaring di atas ranjang yang ditaburi yew atau myrtle. Dan
mereka dan anak-anak mereka akan membuat perjamuan, meminum anggur yang mereka
buat, mengenakan garland di
kepala-kepala mereka, dan bernyanyi memuji para dewa, di dalam perbincangan
yang berbahagia satu sama lain. Dan mereka akan menjaga supaya
keluarga-keluarga mereka tidak melampaui kebutuhan-kebutuhan mereka supaya
tidak terjatuh ke dalam kemiskinan dan peperangan.”
“Tetapi,” kata Glaucon menyela, “kamu belum memberikan mereka bumbu untuk
makanan mereka.”
“Benar,” aku menjawab, “aku lupa. Tentu saja mereka harus memiliki
bumbu-garam, dan zaitun, dan keju, dan bawang, dan mereka akan merebus
akar-akar dan tumbuh-tumbuhan semacam yang orang desa persiapkan. Untuk makanan
pembuka, kita harus memberi mereka figs,
dan biji-bijian, dan kacang-kacangan; dan mereka akan memanggang myrtle-berries dan buah oak di api,
minum tidak berlebihan. Dengan makanan semacam demikian mereka mungkin
diharapkan hidup di dalam kedamaian dan kesehatan sampai kepada usia tua, dan
berbagi kehidupan yang serupa kepada anak-anak mereka setelah mereka.”
“Ya,
Socrates,” ia berkata, “dan jika kamu akan menyediakan kota para babi,
bagaimana yang lainnya kamu akan memberi makan binatang-binatang tersebut?”
“Tetapi apa
yang kamu miliki, Glaucon?” Aku menjawab.
“Mengapa,”
ia berkata, “kamu harus memberikan kepada mereka kenyamanan-kenyamanan yang
biasa dari kehidupan. Orang-orang akan nyaman berbaring di sofa-sofa, dan makan
di meja-meja, dan mereka harus memiliki saus dan manisan di dalam gaya yang
terkini.”
“Ya,” aku berkata, “sekarang
aku mengerti. Pertanyaan yang kamu ingin aku pertimbangkan adalah, bukan hanya
bagaimana sebuah Negara, tetapi bagaimana sebuah Negara yang mewah diciptakan;
dan mungkin tidak ada perlakuan yang menyakiti di dalam ini, karena di dalam
semacam Negara yang demikian kita harus lebih bisa melihat bagaimana keadilan
dan ketidakadilan dimunculkan. Menurutku, bentuk Negara yang benar dan sehat
adalah satu yang aku telah gambarkan. Tetapi jika kamu mengharapkan juga untuk
melihat sebuah Negara yang demam panas, aku tidak ber-keberatan. Karena aku
menduga banyak yang akan tidak puas dengan jalan yang lebih sederhana. Mereka
akan menambahkan sofa-sofa, dan meja-meja, dan perabotan yang lain; juga riasan,
dan harum-haruman, dan perhiasan-perhiasan, dan para gadis, dan kue-kue, dan
semua ini bukan hanya di dalam satu macam saja, tetapi di dalam setiap ragam. Kita
harus pergi melampaui kebutuhan-kebutuhan yang aku telah pertama-tama
gambarkan, semacam rumah-rumah, dan pakaian-pakaian, dan sepatu-sepatu:
seni-seni para pelukis dan penyulam akan digerakkan, dan emas dan gading dan
semua benda semacam demikian harus disediakan.”
“Benar,” ia
berkata.
“Kemudian
kita harus meluaskan perbatasan-perbatasan kita, karena Negara sehat yang asli
tidak lagi mencukupi. Sekarang akankah kota harus diisi dan dilanda sebuah
gelombang panggilan yang bukan kebutuhan alamiah; semacam keseluruhan suku
pemburu dan para peniru, yang darinya satu tingkatan yang besar akan bekerja
dengan bentuk-bentuk dan warna-warna. Yang lainnya akan menjadi para pemusik,
para penyair dan pembantu mereka akan melatih para penyanyi, pemain-pemain,
para penari, para pembangun; juga para pembuat bermacam-macam benda, termasuk
gaun-gaun perempuan. Dan kita harus mengingini lebih banyak pelayan. Bukankah
guru-guru juga diperlukan, dan para perawat basah dan kering, gadis-gadis
cantik penjaga toko dan para tukang cukur, sebagaimana juga para penjahit dan
juru masak; dan peternak babi, juga, yang dulu tidak dibutuhkan sehingga tidak
memiliki tempat di dalam Negara bentukan kita yang terdahulu, tetapi sekarang
diperlukan? Mereka harus tidak dilupakan, dan akan ada banyak binatang dari
banyak jenis yang lain jika orang-orang akan memakan mereka, bukankah kita
harus demikian?”
“Dan hidup
di dalam cara ini, mereka harus memiliki kebutuhan yang lebih besar kepada
dokter-dokter daripada sebelumnya?”
“Dan negeri
yang dulu cukup untuk para penghuni asal, akan menjadi terlalu kecil sekarang,
dan tidak cukup?”
“Kemudian
sepotong tanah tetangga kita akan diingini oleh kita untuk padang-padang
gembala dan lahan pertanian, dan mereka akan mengingini sepotong tanah kita,
jika, seperti diri kita sendiri, mereka menyerahkan diri mereka sendiri kepada
pengumpulan harta yang tidak terbatas, melampaui batas keperluan kita?”
“Itu,
Socrates, akan tidak bisa dihindari.”
“Kemudian
tanpa menimbangkan terlebih dahulu jika perang melakukan kebaikan atau
keburukan, sedemikian kita mungkin meyakini, bahwa sekarang kita telah
menemukan perang diantarkan dari penyebab-penyebab yang juga adalah
penyebab-penyebab dari semua keburukan di dalam Negara-Negara, pribadi ataupun
umum.”
“Dan Negara
kita harus sekali lagi meluas, dengan membayar bukan sedikit, tetapi kepada keseluruhan pasukan, yang akan pergi bertarung menghadapi para penyerang untuk membela semua
kekayaan dan kemewahan yang kita telah gambarkan di atas.”
“Mengapa?”
ia berkata; “tidakkah mereka mampu mempertahankan diri mereka sendiri?”
“Tidak,”
aku berkata, “jika kita benar di dalam ajaran kita yang diterima oleh semua
kita saat kita membingkai Negara. Ajaran tersebut, sebagaimana kamu akan ingat,
adalah bahwa satu orang tidak bisa mengerjakan banyak seni dengan keberhasilan.”
“Baik,
kemudian,” kataku; “bukankah perang adalah sebuah seni?”
“Tentu
saja.”
“Dan sebuah
seni yang memerlukan banyak perhatian sebagaimana pembuatan sepatu?”
“Dan
pembuat sepatu tidak dibiarkan oleh kita menjadi petani, atau penenun, atau
tukang, supaya kita mungkin memiliki sepatu yang dibuat secara baik; tetapi
kepadanya dan setiap pekerja yang lain kita menugaskan satu pekerjaan yang sesuai
dengan alamiahnya, dan kepada itu ia melanjutkan bekerja di sepanjang hidupnya
dan tidak yang lain. Ia akan tidak membiarkan dirinya tergelincir, dan kemudian
ia akan menjadi seorang pekerja yang baik. Sekarang tidak ada yang bisa lebih
penting daripada pekerjaan seorang tentara yang harus dilakukan secara baik.
Tetapi apakah perang adalah sebuah seni yang sangat secara mudah sehingga seseorang
mungkin mejadi tentara yang juga seorang petani, atau pembuat sepatu, atau
pengrajin yang lain; walau tidak seorangpun di dunia akan menjadi pemain dadu
atau catur yang baik yang hanya mengambil permainan tersebut sebagai
bersenang-senang, dan tidak dari tahun-tahun paling awal mengerjakan dirinya
sendiri kepada ini dan tidak kepada yang lain? Bagaimana
kemudian ia yang akan mengangkat sebuah perisai atau perlengkapan perang yang
lain menjadi keseluruhan seorang petarung yang baik di dalam satu hari, dengan
pasukan tentara berperlangkapan berat ataupun jenis pasukan yang lain,
sementara tidak ada peralatan yang dengan memegangnya akan membuat seseorang
menjadi pekerja yang handal, atau ahli pertahanan, juga tidak ada manfaat
kepadanya yang tidak pernah mempelajari bagaimana menggunakan mereka, dan tidak
pernah mencurahkan perhatian kepada mereka?”
“Ya,” kata ia,
“peralatan yang akan mengajarkan sendiri penggunaan mereka kepada manusia akan
tidak ternilai.”
“Dan,”
kataku, “semakin tinggi tugas-tugas para pengawal, semakin banyak waktu, dan
seni, dan penerapan akan diperlukan olehnya?”
“Tidakkah
ia akan juga memerlukan kecerdasan alamiah untuk pekerjaannya?”
“Tentu
saja.”
“Kemudian
tugas kita untuk memilih, jika kita bisa, alamiah-alamiah yang pantas untuk
tugas mengawal kota?”
“Tugas kita.”
“Dan
pemilihan tersebut akan tidak menjadi persoalan yang mudah,” aku berkata, “tetapi
kita harus berani dan melakukan yang terbaik.”
“Kita
harus.”
“Bukankah
pemuda terhormat sangat serupa dengan anjing dari peranakan yang baik di dalam hal
pengawalan dan pengawasan?”
“Maksudku bahwa
kedua-duanya mereka harus cepat melihat, dan lincah mengejar musuh saat mereka
melihatnya, dan juga kuat jika, ketika mereka menangkapnya, mereka harus
bertarung dengannya.”
“Semua mutu
ini,” ia menjawab, “akan tentu saja diperlukan oleh mereka.”
“Baik, dan
pengawalmu harus berani jika ia hendak bertarung baik?”
“Dan apakah
akan berani ia yang tidak memiliki semangat, kuda ataupun anjing atau apapun yang
lain? Tidakkah kamu memperhatikan betapa tidak terkalahkan semangat dan betapa
kehadirannya membuat jiwa makhluk apapun menjadi benar-benar tanpa takut dan tidak
bisa ditaklukkan?”
“Aku mengamatinya.”
“Kemudian
sekarang kita memiliki sebuah gambaran yang jelas dari mutu-mutu badaniah yang
diperlukan di dalam pengawal.”
“Benar.”
“Dan juga
mental. Jiwanya harus penuh oleh semangat?”
“Tetapi
bukankah alamiah-alamiah bersemangat ini akan mengasari satu sama lain, dan
dengan setiap orang yang lain?”
“Demi Zeus,
sebuah kesukaran yang mudah terjadi,” ia menjawab.
“Sementara,
mereka harus berbahaya kepada musuh-musuh mereka, dan lembut kepada teman-teman
mereka. Jika tidak, mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri tanpa
menunggu musuh menghancurkan mereka.”
“Benar,” ia
berkata.
“Apa yang
harus dilakukan kemudian?” Aku berkata, “bagaimana kita harus menemukan sebuah
alamiah yang lembut yang juga memiliki semangat yang besar, karena yang satu
berlawanan dengan yang lain?”
“Ia akan
tidak menjadi pengawal yang baik ia yang mengingini di dalam manapun dari dua
mutu ini, dan bahkan penggabungan mereka tampak tidak mungkin. Dan karena itu
kita harus mengakui bahwa untuk menjadi seorang pengawal yang baik adalah tidak
mungkin.”
Di sini
merasa gusar aku mulai berpikir tentang yang telah terlalui. “Temanku,” aku
berkata, “tidak heran bahwa kita di dalam sebuah kegusaran, untuk kita telah
kehilangan pemandangan dari gambar yang kita miliki di hadapan kita.”
“Apa
maksudmu?” katanya.
“Aku
bermaksud mengatakan bahwa ada alamiah-alamiah yang dianugerahi dengan
mutu-mutu yang berlawanan tersebut.”
“Banyak
binatang, terutama di dalam yang kita serupakan kepada pengawal; teman kita
anjing adalah satu yang sangat baik. Kamu mengetahui bahwa anjing-anjing yang
dipelihara baik benar-benar lembut kepada yang mereka kenali dan
teman-temannya, dan berkebalikan kepada orang-orang asing.”
“Kemudian
tidak ada yang tidak mungkin atau alamiah yang tidak ada di dalam menemukan
seorang pengawal yang memiliki gabungan serupa dari mutu-mutu tersebut?”
“Tentu saja
tidak.”
“Bukankah
ia yang sesuai menjadi pengawal, di samping memiliki alamiah bersemangat, perlu
memiliki mutu-mutu seorang filsuf?”
“Ciri yang
aku bicarakan,” aku menjawab, “mungkin juga ditemukan di dalam anjing, dan
sangat tampak di dalam binatang tersebut.”
“Ciri apa?”
“Mengapa,
seekor anjing, kapanpun ia melihat seorang asing, marah; ketika seorang yang
dikenal, ia menyambutnya, walaupun satu tidak pernah menyakitinya, juga tidak
yang lainnya melakukan kebaikan apapun. Apakah ini tidak pernah mengenaimu
sebagai rasa ingin tahu?”
“Persoalan
tersebut tidak pernah mengenaiku sebelumnya; tetapi aku cukup mengenali kebenaran
dari penandaanmu.”
“Dan secara
yakin, naluri dari anjing-anjing ini sangat memukau. Anjingmu adalah filsuf
sejati.”
“Mengapa?”
“Mengapa,
karena ia membedakan wajah teman dan wajah musuh hanya oleh
syarat mengetahui dan tidak mengetahui. Dan bukankah harus seekor binatang
menjadi pecinta pembelajaran ia yang menentukan apa yang ia suka dan apa yang
ia tidak suka oleh pengujian pengetahuan dan kejahilan?”
“Paling
secara yakin.”
“Dan
bukankah cinta pembelajaran cinta kebijaksanaan, yang adalah filsafat?”
“Bukankah
kita mungkin mengatakan secara yakin kepada manusia juga, bahwa ia yang akan
lembut kepada teman-teman dan kenalannya, harus oleh alam menjadi seorang
pecinta kebijaksanaan dan pengetahuan?”
“Biarkan
kita menganggap demikian.”
“Kemudian
ia yang akan menjadi pengawal yang benar-benar baik dan terhormat dari Negara
akan memerlukan menyatukan di dalam dirinya sendiri filsafat dan kelincahan dan
kekuatan?”
“Kemudian
kita telah menemukan alamiah-alamiah yang diingini; dan sekarang bahwa kita
telah menemukan mereka, bagaimana mereka akan dibesarkan dan dididik? Bukankah pertimbangan
pokok bahasan ini akan mendekatkan kita di dalam jalan apapun
kepada pencarian kita yang lebih besar yang adalah ujung akhir kita, bagaimana
keadilan dan ketidakadilan tumbuh di dalam Negara? Karena kita tidak ingin
menghilangkan apa yang adalah titik perhatian atau menjadikan argumen panjang
secara keterlaluan.”
Adeimantus menganggap
pencarian tersebut sebagai pelayanan yang besar untuk kita.
“Kemudian,
temanku yang baik, tugas tersebut harus tidak dihentikan, bahkan jika panjang bagaimanapun.”
“Datanglah,
kemudian, dan biarkan kita menceritakan kisah-kisah dan melewati waktu luang,
dan kisah kita haruslah pendidikan para pahlawan kita.”
“Dan apa
yang harus menjadi pendidikan mereka? Bisakah kita menemukan sebuah yang lebih
baik daripada macam yang turun-temurun sejak dulu? dan ini memiliki dua
pembagian, senam untuk badan, dan musik untuk jiwa.”
“Haruskah
kita memulai pendidikan kita dengan musik, dan melanjutkan kepada senam
setelahnya?”
“Dengan
senang hati.”
“Dan saat
kamu membicarakan musik, apakah kamu melakukan memasukkan literatur ataukah
tidak?”
“Aku melakukannya.”
“Dan literatur
mungkin benar ataupun salah?”
“Dan pemuda
harus dilatih di dalam kedua-duanya, dan kita memulai dengan yang salah?”
“Aku tidak
memahami maksudmu,” ia berkata.
“Kamu
mengetahui,” aku berkata, “bahwa kita memulai memberitahukan anak-anak
kisah-kisah yang, walaupun tidak keseluruhan tanpa kebenaran, adalah di dalam
sebagian besar karangan. Kisah-kisah ini diberitahukan kepada mereka ketika
mereka belum di usia yang bisa mempelajari senam.”
“Itulah
maksudku ketika aku mengatakan bahwa kita harus mengajarkan musik sebelum
senam.”
“Cukup
benar,” ia berkata.
“Kamu
mengetahui juga bahwa permulaan adalah bagian yang paling
penting dari sebuah pekerjaan, terutama di dalam hal yang muda dan halus,
karena itu adalah waktu ketika sifat dibentuk dan kesan lebih secara mudah
diterima.”
“Dan
haruskah kita hanya secara tanpa perhatian membiarkan anak-anak kita
mendengarkan dongeng-dongeng yang biasa yang mungkin diceritakan oleh
orang-orang yang biasa, dan untuk menerima ke dalam pikiran-pikiran mereka
pemikiran-pemikiran yang sebagian besar berlawanan dengan apa yang kita harus
harapkan mereka memilikinya ketika mereka telah tumbuh?”
“Kemudian
hal pertama akan menjadi mendirikan sebuah pengawasan kepada para penulis
fiksi, dan biarkan pengawasan tersebut menerima fiksi yang baik, dan menolak
yang buruk. Kita akan mengharapkan ibu-ibu dan para pengasuh mereka untuk
memberitahukan hanya yang diizinkan. Biarkan mereka membentuk pikiran dengan
kisah-kisah semacam demikian, bahkan lebih secara mesra daripada mereka
membentuk badan dengan tangan-tangan mereka, tetapi paling banyak dari yang
sekarang diugunakan, harus ditolak.”
“Contoh dari
yang lebih besar,” aku berkata, “akan juga menunjukkan yang lebih kecil; karena
mereka seharusnya dari pola yang sama, dan ada semangat yang sama di dalam
kedua-duanya mereka.”
“Sangat
mungkin,” ia menjawab; “tetapi aku belum mengetahui apa yang kamu anggap lebih
besar.”
“Mereka,”
aku berkata, “yang dikisahkan oleh Homer dan Hesiod, dan keseluruhan penyair,
yang pernah menjadi para pendongeng yang besar dari manusia.”
“Tetapi maksudmu
kisah-kisah yang mana,” ia berkata, “dan kesalahan apa yang kamu temukan dengan
mereka?”
“Kesalahan
yang paling bersungguh-sungguh,” aku berkata, “kesalahan dari memberitahukan
sebuah kebohongan, dan, terlebih, sebuah kebohongan yang buruk.”
“Tetapi
kapan kesalahan ini dilakukan?”
“Kapanpun
sebuah pertunjukan yang salah dibuat kepada alamiah para dewa dan para
pahlawan, seperti ketika seorang pelukis melukiskan sebuah gambar yang tidak
memiliki bayangan kesamaan kepada yang asli.”
“Ya,” ia
berkata, “hal yang semacam itu tentu saja sangat bisa
disalahkan, tetapi maksudmu kisah-kisah apa?”
“Pertama
dari semuanya,” aku berkata, “ada yang paling besar dari semua kebohongan, di
tempat-tempat yang tinggi, yang sang penyair katakan tentang Uranus, dan yang juga adalah sebuah
kebohongan yang buruk, maksudku apa yang Hesiod katakan Uranus melakukan, dan
bagaimana Cronos membalasnya. Perbuatan-perbuatan Cronos, dan
penderitaan-penderitaan yang di dalam pembalasan anaknya melakukan kepadanya, bahkan jika mereka benar, harus tentu saja tidak secara mudah
diceritakan kepada pemuda dan orang-orang yang tidak memiliki pikiran; jika
mungkin, mereka lebih baik dikuburkan di dalam kesenyapan. Tetapi jika ada
sebuah keperluan yang pasti untuk penceritaan mereka, sedikit yang terpilih
mungkin mendengar mereka di dalam sebuah misteri, dan mereka harus mengorbankan
bukan seekor babi biasa, tetapi suatu korban yang besar dan tidak bisa
diperoleh; dan kemudian jumlah para pendengarnya akan menjadi sangat sedikit
saja.”
“Mengapa,
ya,” ia berkata, “kisah-kisah itu sangat tidak bisa disetujui.”
“Ya, mereka
adalah kisah-kisah yang akan tidak diceritakan, Adeimantus, di dalam Negara
kita. Orang muda harus tidak diberitahukan bahwa di dalam melakukan
kejahatan-kejahatan yang paling buruk adalah jauh dari melakukan apapun yang
berbahaya; dan bahkan jika ia membalas ayahnya ketika melakukan kesalahan, di
dalam cara apapun, ia hanya akan mengikuti contoh yang pertama dan yang paling
agung di antara para dewa.”
“Aku secara
keseluruhan setuju denganmu,” ia berkata, “menurutku kisah-kisah tersebut cukup
tidak pantas diceritakan.”
“Juga
tidak, kita menerima tentang peperangan di langit, dan perseteruan dan
perkelahian para dewa satu sama lain, karena mereka tidaklah benar, jika kita
bermaksud para pengawal masa depan kita menganggap perkelahian di antara diri
mereka sendiri sebagai hal-hal yang paling buruk. Tidak, kita harus tidak
pernah menyebutkan peperangan para gigantes,
atau membiarkan mereka tersulam di kain-kain; dan kita harus diam tentang
sangat banyak pertengkaran yang lainnya dari para dewa dan para pahlawan dengan
teman-teman dan kerabat-kerabat mereka. Jika saja mereka akan memercayai kita,
kita akan memberitahukan mereka bahwa pertengkaran itu tidak suci, dan belum
pernah terjadi sampai di masa ini, pertengkaran antar warga. Inilah yang para tetua
laki-laki dan para perempuan harus memulai menceritakan kepada anak-anak, dan ketika mereka telah tumbuh, para penyair
harus juga diberitahukan untuk menggubah untuk mereka di dalam sebuah semangat
yang sama. Tetapi kisah Hephaestus mengikat Hera ibunya, atau bagaimana Zeus
melemparkan Hephaestus dari langit ketika hendak menyelamatkan ibunya dari
dipukuli, dan semua peperangan para dewa di dalam Homer dongeng-dongeng ini
harus tidak diterima ke dalam Negara kita, mereka dianggap memiliki
makna alegoris ataupun tidak. Orang-orang muda tidak bisa menilai apa yang tersirat
dan apa yang tertulis; apapun yang ia terima ke dalam pikirannya di usia
tersebut sangat mungkin menjadi tidak bisa dihilangkan dan tidak bisa dirubah;
dan karena itu paling penting bahwa dongeng-dongeng yang pemuda dengarkan
pertama harus menjadi contoh-contoh pikiran-pikiran yang baik.”
“Di sana
kamu benar,” ia menjawab; “tetapi jika siapapun menanyakan di mana
contoh-contoh yang demikian akan ditemukan dan kisah-kisah apa yang kamu bicarakan,
bagaimana kita harus menjawabnya?”
Aku berkata
kepadanya, “Kamu dan aku, Adeimantus, di saat ini bukanlah penyair, tetapi
pendiri sebuah Negara. Para pendiri sebuah Negara harus mengetahui
bentuk-bentuk umum yang di dalamnya para penyair harus memasangkan kisah-kisah
mereka, dan batas-batas tersebut harus diamati oleh mereka, tetapi membuat
kisah-kisah bukanlah urusan mereka.”
“Sangat
benar,” ia berkata; “tetapi bentuk-bentuk apa dari teologi yang kamu
maksud ini?”
“Sesuatu
dari macam ini,” aku menjawab: “Dewa selalu ditampilkan secara benar
sebagaimana ia adanya, apapun macam puisi tersebut, epik, liris atau tragis,
yang di dalamnya penghadiran diberikan.”
“Dan ia
adalah benar-benar baik? Dan bukankah harus ditampilkan demikian?”
“Tentu saja.”
“Dan tidak
ada hal baik yang bersifat menyakiti?”
“Tidak,
memang.”
“Dan yang
tidak bersifat menyakiti tidak akan menyakiti.”
“Dan yang
tidak menyakiti tidak melakukan keburukan menjadi penyebab keburukan?”
“Dan yang
baik adalah bersifat menguntungkan?”
“Ya.”
“Dan karena
itu menjadi penyebab hal yang
baik?”
“Ya.”
“Seharusnya
kemudian bahwa yang baik bukanlah penyebab semua hal, tetapi yang baik saja?”
“Kemudian
dewa, jika ia baik, bukanlah penulis dari semua hal, sebagaimana banyak
menambahkan, tetapi ia penyebab dari beberapa hal saja, dan bukan paling banyak
hal yang terjadi di manusia. Karena sedikit kebaikan dari kehidupan manusia,
dan banyak yang buruk, dan yang baik akan disematkan kepada dewa saja; yang
buruk penyebab-penyebabnya akan dicari di tempat lain, dan bukan di dalam ia.”
“Kemudian kita harus tidak mendengarkan Homer atau penyair manapun yang
lain yang bersalah kepada perkataan bodoh bahwa dua kendi berbaring di ambang
pintu Zeus, penuh oleh undian, satu dari yang baik, yang lainnya undian-undian
yang buruk, dan ia yang kepadanya Zeus memberikan sebuah campuran dari dua
kadang-kadang bertemu dengan keberuntungan yang buruk, di lain waktu dengan
yang baik; tetapi bahwa ia yang kepadanya diberikan hanya sakit, juga tidak
akan kita menerima perkataan bahwa Zeus, yang adalah pengaduk kebaikan dan
keburukan kepada kita. Dan jika siapapun menambahkan bahwa pelanggaran
sumpah-sumpah dan perjanjian-perjanjian, yang benar-benar pekerjaan Pandarus,
dibawa berkeliling oleh Athena dan Zeus, atau bahwa perselisihan dan
pertarungan para dewa disulut oleh Themis dan Zeus; juga tidak akan kita
membiarkan para pemuda kita kepada mendengar kata-kata Aeschylus, bahwa dewa
menanamkan kesalahan di antara manusia ketika hendak menghancurkan sebuah
keluarga. Dan jika seorang penyair menulis penderitaan-penderitaan Niobe,
tulisan dari tragedi yang di dalamnya syair-syair iambik ini tertulis, atau
keluarga Pelops, atau perang Troy atau di manapun tema yang serupa, juga kita
harus tidak mengijinkan ia untuk mengatakan bahwa ini adalah
pekerjaan-pekerjaan dewa, atau jika mereka adalah
dewa, ia harus memikirkan suatu penjelasan dari mereka semacam yang kita cari;
ia harus mengatakan bahwa dewa melakukan hal yang adil dan benar, dan mereka tidak
dihukum; tetapi bahwa mereka yang dihukum adalah menyedihkan, dan dewa adalah
adalah penulis misteri mereka, penyair akan tidak diizinkan mengatakannya;
walaupun ia mungkin mengatakan bahwa yang jahat adalah menyedihkan karena
mereka pantas dihukum, dan teruntungkan oleh menerima hukuman dari dewa; tetapi
bahwa dewa yang baik adalah penulis keburukan siapapun akan secara kuat
disangkal, dan tidak untuk dikatakan atau dinyanyikan atau didengarkan di dalam
syair ataupun prosa oleh siapapun, tua ataupun muda, di dalam manapun
persemakmuran yang berpemerintah-baik. Sebuah karangan semacam demikian adalah
bersifat membunuh-diri, menghancurkan, tidak saleh.”
“Aku setuju
denganmu,” ia menjawab, “dan bersedia memberikan penerimaanku kepada hukum
tersebut.”
“Biarkan
ini kemudian menjadi satu dari peraturan-peraturan dan ajaran-ajaran kita
tentang para dewa, para penyair dan para pengisah kita akan diharapkan mematuhinya,
bahwa dewa bukanlah penulis semua hal, tetapi hal yang baik saja.”
“Itu akan
dilakukan,” ia berkata.
“Dan apa
yang kamu pikirkan untuk ajaran ke dua? Haruskah aku menanyaimu jika dewa
adalah pesulap, dan dari alamiah yang tampak secara sepihak sekarang di dalam
satu bentuk, dan sekarang di dalam bentuk yang lain kadang-kadang dirinya
berubah dan berlalu ke dalam banyak bentuk, kadang-kadang menipu kita dengan
penampilan dari suatu perubahan. Ataukah, ia satu dan dan secara tetap kukuh di
dalam gambarnya yang pantas?”
“Baik,” aku
berkata; “tetapi jika kita menganggap sebuah perubahan di dalam hal apapun,
perubahan itu harus oleh hal tersebut sendiri, ataupun oleh suatu hal lain?”
“Dan
hal-hal yang di keadaan terbaik juga lebih kurang bisa dikenai untuk menjadi
terubah atau terurai. Misalnya, ketika paling sehat dan paling kuat, badan
manusia lebih kurang bisa terpengaruh oleh makanan dan minuman, dan tanaman
yang di dalam kekuatan yang paling penuh juga menderita lebih kurang dari angin
atau panas atau apapun penyebab yang serupa.”
“Dan
bukankah jiwa yang paling berani dan yang paling bijaksana akan menjadi lebih
kurang terbingungkan atau terkacaukan oleh pengaruh dari luar?”
“Dan ajaran
yang sama, sebagaimana aku harus mengira, terterapkan kepada semua benda padat,
perabotan, rumah-rumah, kain-kain. Ketika baik dan dibuat secara baik, mereka
adalah lebih kurang bisa terubah oleh waktu dan keadaan-keadaan.”
“Kemudian
semua hal yang baik, dibuat oleh alam ataupun seni atau kedua-duanya, adalah
lebih kurang bisa terubah oleh penyebab dari luar?”
“Benar.”
“Tetapi
secara yakin dewa dan hal-hal dewa adalah di dalam setiap jalan sempurna?”
“Tentu saja
mereka demikian.”
“Kemudian
ia bisa secara sukar terpaksa oleh pengaruh luar untuk mengambil banyak bentuk?”
“Tetapi
tidakkah mungkin ia merubah dan mengganti bentuk dirinya sendiri?”
“Secara jelas,”
ia berkata, “itulah yang terjadi jika ia berubah sama sekali.”
“Dan
akankah ia kemudian merubah dirinya sendiri menjadi yang lebih baik dan lebih
indah, atau menjadi lebih buruk dan lebih secara tidak dipandang?”
“Jika ia
berubah sama sekali, ia hanya bisa berubah menjadi yang lebih buruk. Kita tidak
bisa menganggap ia ber-kekurangan di dalam kebaikan ataupun keindahan.”
“Sangat
benar, Adeimantus. Tetapi kemudian, akankah siapapun, dewa ataupun manusia,
ingin membuat dirinya sendiri lebih buruk?”
“Kemudian
mustahil bahwa dewa pernah berkehendak untuk berubah; sebagai, sebagaimana
dianggap, yang paling indah dan yang paling baik, itu tidaklah mungkin. Setiap dewa tetap
sama-sekali dan selama-lamanya di dalam bentuknya sendiri.”
“Itu secara
perlu mengikuti,” ia berkata, “di dalam penilaianku.”
“Kemudian,
tidak ada penyair,” aku berkata; “temanku yang baik, akan dibiarkan memberitahukan
kepada kita bahwa para dewa, menyamar sebagai orang-orang
asing dari negeri-negeri lain, berjalan menaiki dan menuruni kota-kota di dalam
semua macam bentuk. Jangan
satupun menghujat Proteus dan Thetis, juga jangan siapapun, di dalam tragedi
atau di dalam macam puisi apapun, memperkenalkan Hera menyamar menyerupai
seorang pendeta perempuan meminta sedekah untuk
anak-anak-perempuan pemberi-kehidupan dari Inachus sungai Argos, biarkan kita
tidak lagi memiliki kebohongan dari macam itu. Juga tidak kita harus memiliki
ibu-ibu di bawah pengaruh para penyair manakut-nakuti anak-anak mereka dengan
mitos-mitos yang buruk, memberitahukan bagaimana dewa-dewa tertentu,
sebagaimana mereka katakan, ‘Pergi berkeliling saat malam di dalam keserupaan
dari sangat banyak orang asing dan bermacam-macam bentuk’; tetapi biarkan
mereka mematuhi jika tidak mereka membuat anak-anak mereka menjadi pengecut,
dan di saat yang sama membicarakan penghujatan melawan para dewa.”
“Tetapi
walaupun para dewa diri mereka tidak bisa terubah, tetap oleh sihir dan
penipuan mereka mungkin membuat kita berpikir bahwa mereka tampak di dalam
bermacam-macam bentuk?”
“Mungkin,”
ia menjawab.
“Pertimbangkanlah,”
kataku, “apakah dewa akan berkehendak berbohong, di dalam perkataan ataupun
perbuatan, atau meletakkan sebuah hantu bayangan dari dirinya sendiri?”
“Aku tidak
bisa mengatakan,” ia menjawab.
“Apakah
kamu tidak mengetahui,” aku berkata, “bahwa kebohongan yang benar, jika semacam
pengungkapan demikian dibiarkan, dibenci oleh para dewa dan
manusia?”
“Maksudku,
tidak satupun yang secara bersedia tertipu di dalam apa yang adalah bagian yang
paling benar dan paling tinggi dari dirinya sendiri, atau tentang hal-hal yang
paling benar dan paling tinggi. Di sana, di atas semuanya, ia paling khawatir
terhadap sebuah kebohongan memiliki pemilikan darinya.”
“Alasannya
adalah, kamu meletakkan suatu makna yang terlalu dalam kepada kata-kataku;” aku
berkata, “tetapi aku hanya mengatakan bahwa penipuan atau tertipu atau tidak
diberitahukan tentang kenyataan-kenyataan tertinggi di dalam bagian yang paling
tinggi dari diri mereka sendiri, yang adalah jiwa, dan di dalam bagian itu dari
mereka dan untuk menahan kebohongan tersebut, adalah apa yang manusia lebih
kurang sukai. Itu, aku katakan, adalah apa yang mereka benar-benar benci.”
“Dan,
sebagaimana aku baru saja tandai, kejahilan di dalam jiwa dari ia yang tertipu
ini mungkin disebut sebagai kebohongan yang benar; untuk kebohongan di dalam
kata-kata hanya semacam tiruan dari afeksi di dalam jiwa, sebuah gambar yang
datang darinya, dan bukan murni kesalahan yang tidak tercampur. Bukankah aku
benar?”
“Kebohongan
yang benar, dibenci bukan hanya oleh para dewa, tetapi juga manusia?”
“Sementara
kebohongan di dalam kata-kata adalah di dalam beberapa kejadian berguna dan
tidak terbenci, di dalam perniagaan dengan musuh-musuh, itu akan menjadi sebuah
contoh cepat; atau lagi, ketika mereka yang kita sebut sebagai teman kita di
dalam sebuah kegilaan atau kebingungan hendak melakukan suatu kekasaran,
kemudian ia berguna dan sebagai semacam obat atau pencegahan keburukan. Juga di
dalam dongeng-dongeng dan mitologi, yang baru saja kita bicarakan, karena kita
tidak mengetahui kebenaran tentang masa-masa kuno, kita membuat kesalahan
semirip mungkin dengan kebenaran semampu kita, dan kemudian memasukkannya ke
dalam pengisahan.”
“Tetapi
bisakah manapun dari alasan-alasan ini diterapkan kepada dewa? Bisakah kita
menganggap bahwa ia jahil kepada masa kuno, dan karena itu harus kembali kepada
penemuan?”
“Kemudian
tidak ada penyair pembohong di dalam dewa?”
“Aku harus
berkata tidak ada.”
“Itu tidak
bisa dibayangkan.”
“Tetapi ia
mungkin memiliki teman-teman yang tidak waras atau gila?”
“Tetapi
tidak ada orang gila atau tidak waras bisa menjadi teman dewa.”
“Kemudian
tidak ada pola bisa dibayangkan mengapa dewa harus berbohong?”
“Tidak ada
apapun.”
“Kemudian
manusia luar biasa dan ilahiah benar-benar tidak membuat kesalahan?”
“Kemudian
dewa secara sempurna sederhana dan benar kedua-duanya di dalam perkataan dan
perbuatan. Ia tidak berubah, ia tidak menipu, dengan pertanda ataupun kata-kata,
dengan mimpi ataupun penglihatan saat terjaga.”
“Kamu
setuju denganku kemudian,” aku berkata, “bahwa ini adalah ajaran ke dua atau
bentuk yang di dalamnya kita harus menulis dan berbicara tentang hal-hal yang
ilahiah. Para dewa bukanlah para pesulap yang merubah bentuk diri mereka
sendiri, juga tidak mereka menipu manusia di dalam jalan apapun.”
“Aku
menerima itu.”
“Kemudian, walaupun kita pengagum Homer, kita tidak mengagumi mimpi
bohong yang Zeus kirimkan kepada Agamemnon. Tidak juga kita akan memuji
syair-syair dari Aeschylus yang di dalamnya Thetis berkata bahwa Apollo
bernyanyi di upacara pernikahannya, Dipuji di dalam lagu
keturunannya yang indah yang hari-harinya panjang, dan tidak mengenal penyakit.
Dan ketika ia telah membicarakan undianku sebagaimana di dalam semua hal
terberkati langit ia mendirikan sebuah kesan kemenangan dan menggembirakan
jiwaku. Dan aku berpikir bahwa kata dari Phoebus ilahiah dan penuh nubuat, akan
tidak gagal. Dan sekarang ia dirinya sendiri yang mengucapkan pemaksaan, ia
yang hadir di perjamuan, dan yang mengatakan ini, ia yang membantai anakku. Ini adalah anggapan-anggapan tentang para dewa yang akan membangkitkan
marah kita; dan ia yang mengutarakan mereka harus ditolak oleh paduan suara;
juga tidak kita harus membiarkan para guru menggunakan mereka di dalam
pengajaran pemuda, maksudku, sebagaimana kita melakukan, bahwa para pengawal
kita, sejauh yang manusia bisa, harus menjadi penyembah yang benar kepada para
dewa dan menyerupai mereka.”
“Aku secara
keseluruhan setuju,” katanya, “di dalam ajaran-ajaran ini, dan berjanji
menjadikan mereka sebagai hukumku.”
No comments:
Post a Comment