Oleh Plato
“Demikianlah
kota atau Negara yang baik dan benar, dan manusia yang baik juga dari pola yang
sama. Jika ini pola yang baik dan benar, selainnya adalah buruk dan salah. Di
dalam bentuk pemerintahan Negara dan watak jiwa pribadi, mereka terjatuh ke
bawah empat bentuk keburukan.”
“Apa mereka?” katanya.
Aku hendak melanjutkan
memberitahukan aturan yang di dalamnya empat bentuk keburukan tampak kepadaku
mengganti
satu sama lain, ketika Polemarchus, yang duduk agak jauh, di luar
Adeimantus, memulai membisikinya. Ia meluruskan tangannya, memegang bagian atas
bahu dari jubahnya, dan menariknya mendekatinya, mencondongkan badannya sendiri
sehingga cukup dekat dan mengatakan sesuatu di dalam telinganya, yang darinya
aku hanya menangkap kata-kata ini, “Haruskah kita melepaskannya, atau apa yang kita
harus lakukan?”
“Tentu saja
tidak,” kata Adeimantus, meninggikan suaranya.
“Siapa,”
aku berkata, “yang kamu menolak melepaskannya?”
“Kamu,” katanya.
“Untuk
alasan apa?” kataku.
“Mengapa,”
ia berkata, “menurut kami, kamu malas, dan bermaksud mencurangi kami keluar
dari sebuah keseluruhan bab yang merupakan bagian yang sangat penting dari
kisah tersebut. Kamu menyangka kami tidak memperhatikan jalanmu yang lihai dari
melanjutkan, sebagaimana terbukti sendiri kepada setiap orang, bahwa di dalam persoalan para perempuan dan anak-anak
'teman-teman memiliki semua hal yang serupa.'”
“Dan apakah
aku tidak benar, Adeimantus?”
“Ya,” ia
berkata, “tetapi apa yang benar di dalam kejadian khusus ini, seperti setiap
hal yang lain, memerlukan penjelasan, karena masyarakat mungkin dari banyak
macam. Mungkin ada banyak jalan. Silakan, jangan lepaskan satu yang kamu miliki
di dalam kepalamu. Kami telah lama mengharapkan bahwa kamu akan memberitahukan
kami sesuatu tentang keluarga dan kehidupan wargamu. Bagaimana mereka akan
melahirkan anak-anak mereka ke dalam dunia, dan menjaga mereka ketika mereka
telah tiba, dan, di dalam umum, apa alamiah dari masyarakat dari para perempuan
dan anak-anak ini. Karena kami berpendapat bahwa pengaturan yang benar atau
yang salah dari persoalan-persoalan demikian akan memiliki pengaruh yang besar
dan memuncak untuk Negara baik atau buruk. Dan sekarang, sejak pertanyaan
tersebut masih belum terjawab, dan kamu mengambil di dalam tangan Negara yang
lain, kami telah memutuskan, sebagaimana kamu telah dengarkan, akan tidak melepaskanmu
sampai kamu memberikan sebuah cerita dari semua ini.”
“Kepada
kesepakatan itu, kata Glaucon, kamu mungkin menganggapku setuju.”
Aku berkata:
“Kalian tidak mengetahui apa yang kalian lakukan di dalam menyerangku demikian,
argumen apa yang kalian bangkitkan tentang Negara. Saat aku berpikir aku telah
menyelesaikan, dan terlalu senang bahwa aku telah membaringkan pertanyaan ini
untuk tidur, dan membayangkan betapa beruntung aku di dalam penerimaanmu kepada
apa yang aku katakan, kalian memintaku untuk memulai lagi di dasar, kalian tidak menyadari sarang lebah
yang kalian usik, yang aku dahulu lihat dan hindari
supaya kita tidak berujung masalah.”
“Menurutmu
kami datang ke sini,” kata Thrasymachus, “untuk mencari emas, atau untuk
mendengar perbincangan?”
“Ya, tetapi
perbincangan harus memiliki batas.”
“Ya,
Socrates,” kata Glaucon, “dan keseluruhan hidup adalah batas satu-satunya yang
orang-orang bijaksana akan berikan kepada mendengar perbincangan-perbincangan
yang demikian. Tetapi jangan memikirkan kami, dan janganlah lelah di dalam
menjelaskan kepada kami jawaban pertanyaan kami di dalam jalanmu sendiri. Bagaimana
para perempuan dan anak-anak ini diperlakukan di antara para pengawal kita? dan
bagaimana kita harus mengatur rentang antara kelahiran dan pendidikan, yang
tampak memerlukan perhatian yang paling besar? Beritahukan kami bagaimana
jadinya hal-hal ini.”
“Ya,
temanku yang sederhana, tetapi jawabannya ber-kebalikan dengan mudah. Akan lebih
banyak keraguan bangkit tentang ini daripada tentang kesimpulan-kesimpulan kita
yang sebelumnya. Karena seseorang mungkin acuh terhadap kebolehjadiannya; bahkan
tidak yakin jika ia yang terbaik, untuk alasan inilah
seseorang mundur dari menyentuh persoalan tersebut, ia akan dihargai bukan
apa-apa kecuali sebagai sebuah harapan pemikiran, temanku.”
“Janganlah
mundur,” ia menjawab, “pendengarmu akan tidak keras kepadamu. Mereka bukan acuh
ataupun memusuhi.”
Aku
berkata: “Apakah perkataanmu itu untuk memberanikanku?”
“Ya,” katanya.
“Kemudian
biarkan aku memberitahukan bahwa kamu melakukan kebalikannya. Pemberanian yang
kamu tawarkan akan menjadi sangat baik jika aku sendiri memercayai bahwa aku
mengetahui hal yang aku bicarakan. Karena ada keselamatan dan keamanan di dalam
menyatakan kebenaran dengan pengetahuan tentang perhatian-perhatian tertinggi kepada
orang-orang yang bijaksana dan baik. Tetapi untuk membawa argumen ketika kamu
sendiri adalah pencari yang ragu, yang adalah keadaanku, adalah perjalanan yang
licin dan berbahaya; dan bahaya tersebut bukanlah bahwa aku harus tertawa
kepadanya, yang kepadanya rasa takut akan kekanak-kanakan, tetapi bahwa aku
harus kehilangan kebenaran yang aku paling perlukan sebagai pijakanku, dan
menyeret teman-temanku di dalam kejatuhanku. Dan aku berdoa kepada Nemesis, Glaucon, di dalam kata-kata
yang aku akan ucapkan. Karena aku percaya bahwa
menjadi seorang pembunuh-diri secara bukan suka-rela adalah sebuah kejahatan
yang lebih kecil daripada menjadi seorang penipu tentang yang terhormat atau yang
baik atau yang adil. Dan itu adalah bahaya yang aku akan lebih baik berikan kepada
para musuh daripada kepada teman-teman, dan karena itu pemberanianmu bukan
bernilai.”
Glaucon
tertawa dan berkata: “Baik kemudian, Socrates, jika kamu dan argumenmu
melakukan kapada kami luka yang bersungguh-sungguh, kamu harus tidak disalahkan
dan akan tidak dianggap sebagai penipu. Ambillah keberanian dan berbicaralah.”
“Baik,” aku
berkata, “ia yang dilepaskan seperti itu dianggap bebas dari bersalah di dalam
hukum, dan jika di dalam hukum demikian, demikian juga di dalam argumen.”
“Kemudian mengapa
kamu harus segan?”
“Baik,” aku
menjawab, “aku menganggap bahwa aku harus menelusuri kembali langkah-langkahku
dan mengatakan apa yang aku mungkin telah katakan sebelumnya di dalam tempat
yang pantas. Tetapi mungkin jalan ini benar, setelah bagian dari para
laki-lakih dimainkan, dan sekarang cukup pantas datang giliran para perempuan.
Kepada mereka aku akan melanjutkan berbicara, dan secara lebih bersedia sejak
aku diundang olehmu. Untuk para laki-laki lahir dan dididik seperti yang kita
telah gambarkan, di dalam pendapatku, supaya tiba di kesimpulan yang benar
tentang ke-pemilikan dan penggunaan para perempuan dan anak-anak, adalah dengan
bersesuaian dengan permulaan yang kita berikan kepada mereka. Kita mengatakan
bahwa para laki-laki ini akan menjadi para pengawal dan anjing-anjing penjaga
dari kawanan ternak?”
“Benar.”
“Biarkan
kita lebih jauh menggunakan perumpamaan tersebut, dan menambahkan peranakan dan
beranak ke dalamnya, kemudian biarkan kita melihat jika ia sesuai ataukah
tidak.”
“Apa maksudmu?”
“Maksudku
mungkin diletakkan ke dalam bentuk pertanyaan,” aku berkata, “Apakah
anjing-anjing jantan dan anjing-anjing betina kedua-duanya berbagi secara sama
di dalam berburu dan mengawasi dan di dalam tugas-tugas yang lain dari
anjing-anjing? atau apakah kita memercayai para jantan saja untuk penjagaan
ternak, sementara kita meninggalkan para betina di rumah, di bawah pemikiran
bahwa melahirkan dan menyusui anak-anak mereka adalah pekerjaan yang cukup
untuk mereka?”
“Mereka memiliki
semua hal di dalam umum,” ia menjawab; “kecuali bahwa kita memperlakukan betina
sebagai lebih lemah dan para jantan lebih kuat.”
“Tetapi
bisakah kamu mempekerjakan makhluk apapun untuk tujuan yang sama, jika mereka tidak
diberikan pengasuhan dan pendidikan di dalam jalan yang sama?”
“Tidak
bisa.”
“Jika para
perempuan akan melakukan tugas-tugas yang sama sebagaimana para laki-laki,
kemudian mereka harus memiliki pengasuhan dan pendidikan yang sama?”
“Ya.”
“Pendidikan
yang kita berikan kepada para laki-laki adalah musik dan senam.”
“Ya.”
“Kemudian
para perempuan harus diajari musik dan senam dan juga seni perang, yang mereka
harus kerjakan seperti para laki-laki?”
“Itulah
kesimpulannya, menurutku.”
“Aku lebih
harus menduga,” aku berkata, “bahwa adab di saat ini akan membuat beberapa dari
usul-usul kita mungkin tampak konyol, jika akan dikerjakan di dalam kenyataan.”
“Ya,
benar,” ia berkata.
“Ya, dan
hal yang paling konyol dari semuanya adalah pemandangan para perempuan yang
telanjang di palaestra, berlatih
dengan para laki-laki, terutama ketika mereka tidak lagi muda; mereka akan
tidak menjadi sebuah pemandangan indah, seperti para laki-laki tua yang
bersemangat yang di samping keriput-keriput dan kejelekan tetap menghadiri gymnasia.”
“Ya,
memang,” ia berkata, “berdasarkan adab-adab yang sekarang, usulan tersebut akan
tampak konyol.”
“Tetapi
kemudian,” aku berkata, “kita telah menentukan untuk membicarakan
pikiran-pikiran kita, sehingga kita harus tidak khawatir terhadap
gurauan-gurauan dari para pelucu yang akan diarahkan melawan perubahan semacam
ini. Bagaimana mereka akan membicarakan perolehan-perolehan para perempuan
kedua-duanya di dalam senam dan musik, dan di atas semuanya tentang mereka
mengenakan zirah dan berkendara di punggung kuda.”
“Sangat
benar,” ia menjawab.
“Walaupun demikian,
setelah memulai kita harus maju kepada tempat-tempat yang kasar dari hukum
kita, sambil meminta kepada orang-orang terhormat ini untuk sekali di dalam
kehidupan mereka menjadi bersungguh-sungguh. Belum terlalu lampau, sebagaimana
kita harus mengingat mereka, orang-orang Yunani berpendapat, yang masih secara
umum diterima di antara orang-orang barbar, bahwa pemandangan laki-laki yang
telanjang adalah konyol dan tidak pantas. Ketika pertama dimulai oleh orang-orang
Creta dan orang-orang Lacadaemonia, para pelawak dari masa itu mungkin secara
sama telah melucui pengerjaan-pengerjaan ini.”
“Ya.”
“Tetapi
ketika pengalaman telah mempertunjukkan bahwa untuk membiarkan semua hal tidak
tertutup adalah jauh lebih baik daripada untuk menutupinya, dan pengaruh yang
menggelikan mata musnah di hadapan ajaran yang lebih baik yang alasan berikan,
kemudian dianggap bodoh ia yang menganggap konyol apapun yang lain kecuali yang
buruk, dan yang mengarahkan gagang panah kelucuannya kepada pemandangan apapun
yang lain kecuali kepada kebodohan dan keburukan, atau secara
bersungguh-sungguh berusaha menimbang yang indah oleh dasar pertimbangan apapun
yang lain kecuali kepada yang baik.”
“Benar,” ia menjawab.
“Pertama-tama,
kita harus bersetuju jika usulan-usulan ini boleh jadi ataukah tidak? Dan kita
semestinya membuka perdebatan kepada siapapun yang berharap mengajukan
pertanyaan di dalam gurauan ataupun kesungguhan. Apakah perempuan mampu berbagi
secara keseluruhan atau secara sebagian di dalam tindakan-tindakan para
laki-laki, atau tidak sama sekali? Dan
apakah seni perang adalah satu dari seni-seni yang di dalamnya ia bisa atau
tidak bisa berbagi? Itu akan menjadi jalan terbaik dari memulai pencarian, dan
akan mungkin menuntun kepada ujung yang terbaik.”
“Itu akan
menjadi jalan terbaik.”
“Haruskah
kita mengambil sisi musuh pertama-tama dan memulai dengan berpendapat melawan
diri kita sendiri? di dalam cara ini letak musuh akan bukan tidak
dipertahankan.”
“Mengapa
tidak?” katanya.
“Kemudian
biarkan kita meletakkan sebuah pembicaraan ke dalam mulut-mulut dari
lawan-lawan kita. Mereka akan berkata: ‘Socrates dan Glaucon, tidak ada musuh
yang perlu menghukummu, karena kamu sendiri, di dasar pertama dari Negara,
menerima ajaran bahwa setiap orang akan melakukan satu pekerjaan yang sesuai
kepada alamiahnya sendiri.’ Dan tentu saja, jika aku tidak salah, sebuah
pengizinan demikian dibuat oleh kita. ‘Dan bukankah alamiah para laki-laki dan
para perempuan memang sangat berbeda?’ Dan kita harus menjawab: Tentu saja
mereka demikian. Kemudian kita harus ditanyai, ‘Apakah tugas-tugas yang
diberikan kepada para laki-laki dan kepada para perempuan harus tidak berbeda,
dan semacam yang pantas untuk alamiah-alamiah mereka yang berbeda?’ Tentu saja
mereka harus. ‘Tetapi jika demikian, bukankah kamu telah terjatuh ke dalam
sebuah ketidaktetapan yang bersungguh-sungguh di dalam mengatakan bahwa para
laki-laki dan para perempuan, yang alamiahnya sangat berbeda, harus tidak
menampilkan tindakan-tindakan yang sama?’ Pertahanan apa yang kamu akan buat untuk kita, tuan yang baik,
melawan siapapun yang menawarkan sanggahan-sanggahan ini?”
“Itu
bukanlah sebuah pertanyaan yang mudah dijawab ketika diajukan secara tiba-tiba,
dan aku harus melakukan memohon kepadamu untuk menarik kejadian tersebut ke
sisimu.”
“Inilah
sanggahan-sanggahan mereka, dan ada banyak yang serupa ini, Glaucon, yang aku
lihat lama dahulu. Mereka membuatku khawatir dan mundur dari menyentuh hukum
tentang ke-pemilikan dan pengasuhan para perempuan dan anak-anak.”
“Demi Zeus,”
ia berkata, “ia tidak tampak sebagai persoalan yang mudah.”
“Mengapa,
ya,” aku berkata, “tetapi ketika seseorang terjatuh ke dalam kolam mandi yang
kecil ataupun ke dalam lautan, ia tetap harus berenang.”
“Paling
benar.”
“Dan bukankah kita harus merenangi lautan argumen dan berharap
lumba-lumba Arion atau suatu keajaiban yang lain
mungkin menyelamatkan kita?”
“Aku
menganggap demikian,” ia berkata.
“Baiklah
kemudian, biarkan kita melihat jika ada jalan meloloskan diri yang bisa kita
temukan. Kita mengakui bahwa alamiah-alamiah yang berbeda harus memiliki
pengejaran-pengejaran yang berbeda, dan bahwa alamiah para laki-laki dan para
perempuan adalah berbeda. Dan sekarang apa yang kita katakan? Alamiah-alamiah
yang berbeda harus tidak memiliki pengejaran-pengejaran yang sama, inilah
ketidaktetapan yang dituduhkan kepada kita.”
“Secara
tepat.”
“Sangat dahsyat, Glaucon,” aku berkata, “kekuatan dari seni pertentangan.”
“Mengapa
kamu mengatakan demikian?”
“Karena aku
berpikir bahwa banyak orang terjatuh ke dalamnya bahkan melawan kehendaknya. Ia
menyangka dirinya menjelaskan padahal sebenarnya hanya menentangkan, karena ia
tidak mampu mengenali dan memberikan pembagian-pembagian yang pantas kepada
suatu hal. Ia benar-benar mengejar perlawanan kata, eristika, dan bukan
dialektika.”
“Ya,” ia
menjawab, “kejadian yang sangat sering. Tetapi apakah itu terjadi kepada
argumen kita yang sekarang?”
“Cukup
besar. Aku khawatir bahwa kita secara tidak sengaja masuk ke dalam sebuah
perlawanan kata.”
“Di dalam
jalan apa?”
“Mengapa,
kita secara berani dan secara eristika mempertahankan kebenaran kata-kata kita,
bahwa alamiah-alamiah yang berbeda harus memiliki pengejaran-pengejaran yang
berbeda, tetapi kita tidak pernah mempertimbangkan sama sekali apa arti dari
kesamaan atau perbedaan dari alamiah, atau mengapa kita membedakan mereka
ketika kita memberikan pengejaran-pengejaran yang berbeda kepada
alamiah-alamiah yang berbeda dan yang sama kepada alamiah-alamiah yang sama.”
“Tidak,” ia
berkata, “itu tidak pernah kita pertimbangkan.”
Aku
berkata: “Anggap bahwa kita menanyakan pertanyaan apakah orang-orang yang botak
dan orang-orang yang berambut memiliki perlawanan alamiah; dan jika ini
diterima oleh kita, kemudian, jika orang-orang yang botak adalah tukang sepatu,
haruskah kita melarang orang-orang yang berambut untuk menjadi tukang sepatu,
dan sebaliknya?”
“Itu akan
menjadi gurauan,” ia berkata.
“Ya,” aku
berkata, “sebuah gurauan; dan mengapa? Karena kita tidak pernah memaksudkan
bahwa perlawanan dan persamaan dari alamiah-alamiah harus melebar kepada semua hal,
tetapi hanya kepada perlawanan dan persamaan dari hal yang memengaruhi
pengejaran yang di dalamnya pribadi terlibat. Kita harus mengatakan, misalnya, seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang memiliki pemikiran seorang dokter adalah
memiliki alamiah yang sama.”
“Benar.”
“Sementara seorang
dokter dan seorang tukang kayu memiliki alamiah-alamiah yang berbeda?”
“Tentu
saja.”
“Dan jika,”
aku berkata, “jenis kelamin laki-laki dan perempuan akan berbeda di dalam
kesesuaian mereka untuk seni atau pengejaran apapun, kita harus mengatakan
bahwa pengejaran atau seni yang demikian harus diberikan kepada satu atau yang
lain dari mereka; tetapi jika perbedaan hanya bahwa para perempuan melahirkan dan
para laki-laki memiliki anak, ini bukanlah sebuah bukti bahwa seorang perempuan
berbeda dari seorang laki-laki di dalam mempertimbangkan macam pendidikan yang
ia harus terima; dan kita harus karena itu melanjutkan menerima bahwa para
pengawal kita dan isteri-isteri mereka harus memiliki pengejaran-pengejaran
yang sama.”
“Benar,”
katanya.
“Selanjutnya,
kita harus menanyai lawan kita, sebenarnya berkenaan kepada apa dari
pengejaran-pengejaran atau seni-seni dari kehidupan warga, alamiah perempuan
berbeda dari laki-laki?”
“Itu akan
cukup adil.”
“Dan
mungkin ia, sebagaimana kamu tadi, akan menjawab bahwa tidak mudah untuk
memberikan jawaban yang memadai secara tiba-tiba, tetapi setelah sedikit
pemikiran akan tidak ada kesukaran.”
“Ya,
mungkin.”
“Anggap
kemudian bahwa kita mengundangnya untuk mengikuti argumen kita, dan kemudian
kita mungkin berharap untuk memperlihatkan kepadanya bahwa tidak ada hal khusus
di dalam para perempuan yang akan berpengaruh di dalam pengurusan Negara.”
“Dengan
senang hati.”
“Sekarang,
kita akan bertanya kepadanya. Ketika kamu berbicara kepada sebuah alamiah yang
diberikan atau yang tidak diberikan di dalam mempertimbangkan apapun, apakah maksudmu
bahwa satu belajar secara mudah, dan yang lainnya sukar. Sedikit belajar akan menuntun
yang satu kepada hasil yang besar, sementara yang lain, setelah banyak belajar
dan penerapan, belajar kemudian ia segera melupakan? atau bahwa satu memiliki
badan yang baik yang adalah pelayan yang baik kepada pikirannya, sementara
badan dari yang lainnya adalah halangan kepadanya? Adakah perbedaan-perbedaan selain
ini untuk membedakan orang yang berbakat dan yang tidak berbakat?”
“Tidak seorangpun
akan menyebutkan yang lain.”
“Dan
bisakah kamu menyebutkan pengejaran apapun dari manusia yang di dalamnya jenis
kelamin laki-laki memiliki semua mutu ini di dalam derajat yang lebih tinggi
daripada perempuan? Apakah aku perlu membuang waktu di dalam membicarakan seni
menenun, dan membuat kue, dan memasak, yang di dalamnya perempuan benar-benar
tampak besar, dan untuk laki-laki menandinginya adalah hal yang paling konyol?”
“Kamu cukup
benar,” ia menjawab, “di dalam memeroleh kekurangan yang umum dari jenis
kelamin perempuan. Walaupun banyak perempuan di dalam banyak hal mengungguli
banyak laki-laki, bahkan keseluruhan yang kamu katakan adalah benar.”
“Dan jika
demikian, temanku,” aku berkata, “tidak ada bagian pengurusan yang khusus di
dalam sebuah Negara yang seorang perempuan miliki karena ia adalah perempuan,
atau yang laki-laki oleh kebaikan dari jenis kelaminnya, tetapi
pemberian-pemberian alam seperti tergabung di dalam kedua-duanya. Semua
pengejaran laki-laki adalah pengejaran-pengejaran perempuan juga, hanya
perempuan lebih lemah daripada laki-laki.”
“Benar.”
“Kemudian
apakah kita akan memberikan semuanya kepada para laki-laki dan tidak ada kepada
para perempuan?”
“Itu akan
tidak pernah dilakukan.”
“Satu
perempuan memiliki pemberian dari penyembuhan, yang lainnya tidak; satu adalah
pemusik, dan yang lainnya tidak memiliki musik di dalam alamiahnya?”
“Sangat
benar.”
“Dan satu
perempuan secara alamiah atletis dan bersifat tentara, dan yang lainnya tidak
menyukai perang dan membenci senam?”
“Tentu
saja.”
“Dan satu
perempuan adalah seorang pecinta kebijaksanaan, dan yang lainnya adalah pembenci
filsafat, satu memiliki semangat, dan yang lainnya tanpa semangat?”
“Itu juga
benar.”
“Kemudian
satu perempuan akan memiliki alamiah seorang pengawal, dan yang lainnya tidak.
Bukankah pemilihan para pengawal laki-laki ditentukan oleh perbedaan-perbedaan semacam
ini?”
“Ya.”
“Para
laki-laki dan para perempuan serupa memiliki mutu-mutu yang membuat seorang
pengawal. Mereka berbeda hanya di dalam perbandingan kekuatan atau kelemahan
mereka.”
“Secara
jelas.”
“Dan para
perempuan yang memiliki mutu-mutu yang semacam demikian akan dipilih sebagai
teman dan rekan dari para laki-laki yang memiliki mutu-mutu yang serupa; sejak
mereka mampu dan bersifat serupa?”
“Benar.”
“Bukankah
harus alamiah-alamiah yang sama memiliki pengejaran-pengejaran yang sama?”
“Mereka
harus.”
“Kemudian, kita
memutar kepada pernyataan kita yang sebelumnya, dan menyetujui bahwa tidaklah
menentang alam di dalam memberikan musik dan senam kepada isteri-isteri dari
para pengawal.”
“Tentu saja
tidak.”
“Hukum yang
kemudian diberlakukan adalah serasi kepada alamiah, dan karena itu bukanlah
sebuah kemustahilan atau hanya aspirasi; dan penerapan yang berlawanan, yang
terjadi di saat ini, adalah di dalam kenyataan sebuah pelanggaran kepada
alamiah.”
“Itu tampak
benar.”
“Kita harus
mempertimbangkan, pertama, jika usulan-usulan kita adalah mungkin, dan ke dua
jika mereka paling menguntungkan?”
“Ya.”
“Dan
kemungkinan tersebut telah diterima?”
“Ya.”
“Keuntungan
yang sangat besar telah selanjutnya didirikan?”
“Cukup
demikian.”
“Kamu akan
menerima bahwa pendidikan yang sama yang membuat seorang laki-laki seorang
pengawal yang baik akan membuat seorang perempuan seorang pengawal yang baik, karena
alamiah asal mereka adalah sama?”
“Ya.”
“Aku harus
suka mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu.”
“Apa?”
“Apakah
kamu akan mengatakan bahwa semua laki-laki adalah setara di dalam kebaikan,
ataukah satu laki-laki lebih baik daripada yang lainnya?”
“Yang
terakhir.”
“Dan di
dalam persemakmuran yang kita bangun, siapakah yang lebih baik, para pengawal yang
telah dibesarkan menurut aturan kita ataukah para tukang sepatu yang
pendidikannya adalah membuat sepatu?”
“Sebuah
pertanyaan yang konyol!”
“Kamu telah
menjawabku,” aku menjawab, “dan mungkinkah kita mengatakan bahwa para pengawal
adalah yang terbaik dari warga kita?”
“Tentu saja
yang terbaik.”
“Dan para
perempuan ini yang terbaik dari para perempuan?”
“Ya, yang
terbaik.”
“Adakah
yang lebih baik untuk keperluan-keperluan dari Negara daripada bahwa para laki-laki
dan para perempuan dari Negara harus menjadi sebaik yang mungkin?”
“Tidak ada yang
lebih baik.”
“Dan iniah
yang seni-seni dari musik dan senam, ketika hadir di dalam cara yang kita telah
gambarkan, akan selesaikan?”
“Tentu
saja.”
“Kemudian
kita telah membuat sebuah undang-undang bukan hanya mungkin bisa tetapi di
dalam derajat yang paling tinggi menguntungkan kepada Negara?”
“Benar.”
“Kemudian
biarkanlah para isteri dari para pengawal kita bertelanjang, karena kebaikan
mereka akan menjadi jubah mereka, dan biarkan mereka turut di dalam kerja keras
perang dan pertahanan dari negeri mereka. Hanya di dalam pembagian dari
pekerjaan-pekerjaan yang lebih ringan diberikan kepada para perempuan, yang
adalah dari alamiah-alamiah yang lebih lemah, tetapi di dalam
pertimbangan-pertimbangan lain tugas-tugas mereka akan sama. Dan untuk orang
yang tertawa kepada para perempuan yang telanjang melatih badan-badan mereka
dari tujuan-tujuan yang terbaik, di dalam tertawanya ia memetik buah mentah
dari kebijaksanaan, dan dirinya sendiri adalah jahil dari apa yang ia
tertawakan, atau apa yang ia sedang lakukan, hal yang terindah yang pernah
dikatakan adalah, bahwa yang berguna adalah yang terhormat dan yang menyakiti
adalah yang kurang ajar.”
“Benar.”
“Di sini,
kemudian, adalah satu kesukaran di dalam hukum kita tentang para perempuan,
yang kita mungkin mengatakan bahwa kita telah lolos dari gelombang pertentangan,
dan tidak tersapu olehnya di dalam mengundang-undangkan bahwa para pengawal
dari jenis kelamin manapun harus memiliki semua pengejaran mereka di dalam
kesamaan. Kepada keperluan dan kemungkinan dari pengaturan ini, ke-bertetapan
dari argumen dengan dirinya sendiri, menjadi saksi.”
“Ya, itu
adalah gelombang dahsyat yang kamu telah lolos.”
“Kamu akan
tidak menganggapnya sebagai yang besar,” kataku; “saat kamu melihat yang
selanjutnya.”
“Silakan,
biarkan aku melihat.”
“Hukum
tersebut,” aku berkata, “yang adalah lanjutan dari ini dan dari semua yang
telah mendahului.”
“Apa?”
“Para
perempuan akan menjadi umum, tidak seorangpun memiliki secara pribadi, dan
anak-anak mereka menjadi umum, dan tidak ada orang tua yang akan mengetahui
anaknya sendiri, juga tidak ada anak-anak orang-tuanya.”
“Ya,” ia
berkata, “itu jauh lebih besar, dan membangkitkan lebih banyak keraguan tentang
keboleh-jadian dan keperluan dari hukum yang semacam demikian.”
“Aku tidak menganggap,”
aku berkata; “bahwa bisa ada perselisihan tentang keperluan yang sangat besar
dari memiliki isteri-isteri dan anak-anak di dalam umum. Kebolehjadian atau
sebaliknya adalah persoalan lain, yang akan terutama di-per-selisih-kan.”
“Menurutku,
banyak keraguan akan bangkit tentang kedua-duanya.”
“Kamu
menyatakan bahwa dua pertanyaan harus bergabung,” aku menjawab. “Sekarang aku
bermaksud bahwa kamu harus menerima yang keperluan; dan di dalam jalan ini,
sebagaimana aku pikirkan; aku harus meloloskan diri dari satu dari mereka, dan
kemudian akan ada hanya tinggal yang kebolehjadian.”
“Tetapi percobaan
kecil itu terlacak, dan karena itu kamu akan memberikan pertahanan dari
kedua-duanya.”
“Baik,” aku
berkata, “aku menyerah kepada nasibku. Meskipun demikian, anugerahkanlah
kepadaku sebuah kebaikan kecil, biarkan aku memeriahkan pikiranku dengan mimpi
sebagaimana pemimpi siang hari memeriahkan diri mereka sendiri ketika mereka
berjalan sendiri. Karena sebelum mereka menemukan maksud apapun untuk
isteri-isteri mereka, persoalan yang tidak pernah mengganggu mereka, mereka
akan tidak membuat lelah diri mereka sendiri dengan berpikir tentang kebolehjadian.
Tetapi dengan anggapan bahwa hal yang mereka ingini telah diberikan kepada
mereka, mereka melanjutkan dengan rencana mereka, dan bergembira di dalam
merincikan apa yang mereka akan lakukan ketika harapan mereka menjadi nyata. Itu
adalah sebuah jalan yang mereka miliki dari tidak melakukan banyak kebaikan kepada
sebuah kemampuan yang tidak pernah begitu baik. Sekarang aku terjerembab ke
dalam kelemahan ini, dan mengharapkan menunda dan menjelaskan belakangan
pertanyaan kebolehjadian, dan dengan izinmu, melanjutkan untuk mencari
bagaimana para pemimpin akan mengerjakan perombakan-perombakanan ini, dan aku
harus memperlihatkan, jika dilaksanakan, akan menjadi keuntungan yang paling
besar kepada Negara dan kepada para pengawal. Pertama dari semuanya, jika kamu
tidak keberatan, aku akan berusaha dengan bantuanmu untuk mempertimbangkan
keuntungan-keuntungan dari pengukuran tersebut; dan dari sini kemudian
pertanyaan dari kebolehjadian.”
“Aku tidak
keberatan, lanjutkanlah.”
“Pertama,
aku berpikir bahwa jika para pemimpin kita dan pasukan pembantu mereka hendak
menjadi pantas menyandang nama mereka, harus ada kesediaan untuk patuh di dalam
satu dan kekuatan perintah di dalam yang lainnya. Para pengawal harus diri
mereka sendiri mematuhi hukum, dan mereka harus meniru semangat dari mereka di
dalam rincian apapun yang dipercayakan kepada penjagaan mereka.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Kamu,” aku
berkata, “yang adalah pe-legislasi mereka, setelah memilih para laki-laki, akan
sekarang memilih para perempuan dari alamiah yang sama dan memberikan mereka
kepada mereka. Mereka harus hidup di dalam rumah-rumah umum dan bertemu di
hidangan-hidangan umum, tidak satupun dari mereka akan memiliki apapun yang
secara khusus milik laki-laki atau milik perempuan; mereka akan tinggal bersama,
dan akan bertemu di pelatihan-pelatihan senam. Sehingga mereka akan tertarik
oleh sebuah keperluan dari alamiah-alamiah mereka untuk berhubungan badan
dengan satu sama lain. Keperluan bukanlah sebuah kata yang terlalu kuat, aku
pikir?”
“Ya,” ia
berkata; “keperluan, bukan kegeometrikan, tetapi suatu macam lain dari
keperluan yang para pecinta mengetahuinya, dan yang jauh lebih menggoda dan
mendesak manusia.”
“Benar,”
aku berkata; “dan ini, Glaucon, kekacauan dan kejangakan di dalam
persetubuhan-persetubuhan ini ataupun di dalam hal lain di dalam sebuah kota
dari yang terberkati, tidaklah suci dan harus dilarang oleh para pemimpin.”
“Ya,” ia
berkata, “dan harus tidak diizinkan.”
“Kemudian
secara jelas selanjutnya kita harus mengatur pernikahan-pernikahan. Dan
pernikahan yang paling suci adalah pernikahan yang paling menguntungkan.”
“Secara
tepat.”
“Dan
bagaimana bisa pernikahan-pernikahan dijadikan paling menguntungkan? itu adalah
sebuah pertanyaan yang aku letakkan kepadamu, karena aku melihat di dalam
rumahmu anjing-anjing untuk berburu, dan tidak sedikit burung yang dari macam
yang lebih terhormat. Sekarang, aku memohon kepadamu, katakan kepadaku,
pernahkah kamu mempertimbangkan sesuatu tentang perkawinan dan peranakan?”
“Apa?”
“Mengapa,
pertama-tama, walaupun mereka semua dari macam yang baik, bukankah beberapa
lebih baik daripada yang lainnya?”
“Benar.”
“Dan apakah
kamu memberanakkan dari mereka semua secara sembarang, atau apakah kamu menjaga
memberanakkan dari yang terbaik saja?”
“Dari yang
terbaik.”
“Dan apakah
kamu mengambil yang paling tua ataukah yang paling muda, ataukah hanya dari
yang prima?”
“Aku
memilih hanya dari yang prima.”
“Dan jika
penjagaan tidak dilakukan di dalam peranakan, anjing-anjing dan burung-burungmu
akan secara besar terburukkan?”
“Tentu
saja.”
“Dan sama
dari kuda-kuda dan binatang-binatang di dalam umum?”
“Secara
tidak ragu.”
“Langit
yang baik! Temanku yang baik,” aku berkata, “keahlian mengawinkan yang akan
para pemimpin kita butuhkan jika ajaran yang sama ada di jenis manusia!”
“Tentu
saja, ajaran yang sama berlaku. Tetapi mengapa ini membutuhkan suatu keahlian
khusus?”
“Karena,”
aku berkata, “para pemimpin kita akan sering menggunakan obat-obatan terhadap
badan. Sekarang kamu mengetahui bahwa saat obat-obatan tidak digunakan, tetapi
pengaturan makanan dan gaya hidup, dokter yang lebih rendah akan memadai;
tetapi ketika ketika obat-obatan telah diberikan, kemudian dokter harus lebih
daripada seorang manusia.”
“Memang benar,”
ia berkata; “tetapi kepada apa kamu berbicara?”
“Maksudku,”
aku menjawab, “bahwa para pemimpin kita akan menggunakan takaran yang mencukupi
dari kesalahan dan tipuan yang perlu untuk kebaikan rakyat mereka. Kita
mengatakan bahwa penggunaan hal yang demikian dihargai sebagai perobatan.”
“Dan kita
telah sangat benar.”
“Dan
penggunaan mereka ini sepertinya akan banyak diperlukan di dalam pengaturan
pernikahan-pernikahan dan kelahiran-kelahiran.”
“Bagaimana
demikian?”
“Mengapa,”
aku berkata, “ajaran telah diletakkan bahwa yang terbaik dari masing-masing
jenis kelamin harus disatukan sesering mungkin, dan yang lebih rendah dengan
yang lebih rendah, sejarang mungkin; dan keturunan dari yang satu harus dijaga,
tetapi tidak dari yang lain, jika kawanan hendak sebaik mungkin. Sekarang yang
terjadi ini harus menjadi rahasia yang hanya diketahui para pemimpin, jika
kawanan para pengawal hendak sebebas mungkin dari perpecahan dan pemberontakan.”
“Sangat
benar.”
“Bukankah
kita lebih baik mengadakan beberapa perayaan yang di sana kita akan
mengumpulkan bersama-sama para mempelai perempuan dan para mempelai laki-laki,
dan pengorbanan-pengorbanan akan dipersembahkan dan para penyair kita menggubah himne-himne yang pantas? Jumlah pernikahan adalah persoalan yang harus menjadi
rahasia para pemimpin, yang tugasnya akan menjadi menjaga jumlah penduduk yang rata-rata?
Ada banyak hal yang mereka harus mempertimbangkan, semacam pengaruh-pengaruh
dari perang-perang dan penyakit-penyakit dan banyak pembawa yang lain, supaya
ini sejauh mungkin mencegah Negara menjadi terlalu besar atau terlalu kecil.”
“Tentu saja,”
ia menjawab.
“Kita harus
menciptakan suatu macam undian yang tidak biasa supaya yang kurang berharga
akan menuruti kita mengumpulkan mereka bersama-sama, dan kemudian mereka akan
menyalahkan kesialan mereka sendiri dan bukan para pemimpin.”
“Kepada yakin,”
ia menjawab.
“Dan aku
berpikir bahwa pemuda kita yang lebih berani dan lebih baik, di samping
penghormatan-penghormatan dan hadiah-hadiah, dan khususnya, peluang untuk lebih sering
berhubungan badan dengan para perempuan. Keberanian mereka akan menjadi alasannya,
dan ayah-ayah semacam demikian harus memiliki anak sebanyak mungkin.”
“Benar.”
“Dan para
pengurus yang pantas, laki-laki ataupun perempuan ataupun kedua-duanya, karena
kepengurusan akan dijalankan oleh para perempuan sebagaimana oleh para laki-laki.”
“Ya.”
“Keturunan
dari orang tua-orang tua yang baik, menurutku, mereka akan bawa kepada kandang
atau sangkar, dan di sana mereka akan menyerahkan mereka dengan
pengasuh-pengasuh tertentu yang tinggal di sebuah petak di dalam kota; tetapi
keturunan dari yang lebih rendah, atau dari yang lebih baik jika saja mereka
terburukkan, akan dibuang di suatu tempat yang misterius, yang tidak diketahui,
sebagaimana mereka seharusnya.”
“Ya,” ia
berkata, “itu harus dilakukan jika peranakan para pengawal hendak dijaga tetap
murni.”
“Mereka
akan mengawasi pengasuhan anak-anak tersebut, dan akan membawa para ibu ke kandang
ketika mereka penuh oleh susu, tetapi menggunakan setiap peralatan untuk
mencegah siapapun mengenali anaknya sendiri; dan para pengasuh-basah yang lain
mungkin dilibatkan jika lebih banyak yang diperlukan. Penjagaan juga akan
dilakukan supaya penyusuan tidak dibiarkan terlalu lama, dan para ibu akan
tidak terbangun di saat malam atau kesulitan yang lain, tetapi akan menyerahkan
semua hal semacam ini kepada para pengasuh dan para pembantu.”
“Kamu menjadikan
keibuan sebagai pekerjaan yang lunak untuk para perempuan dari para pengawal.”
“Demikianlah
seharusnya,” kataku. “Biarkan kita, bagaimanapun, melanjutkan rancangan kita.
Kita mengatakan bahwa para orang-tua harus di dalam masa prima mereka?”
“Sangat
benar.”
“Dan apakah
masa prima? Mungkinkah ia dijelaskan sebagai masa sekitar dua puluh tahun di
dalam kehidupan seorang perempuan, dan tiga puluh di dalam seorang laki-laki?”
“Bagaimana
kamu menentukannya?”
“Seorang
perempuan,” aku berkata, “di usia dua puluh tahun mungkin memulai melahirkan
anak-anak kepada Negara, dan melanjutkan melahirkan mereka sampai empat puluh;
seorang laki-laki mungkin memulai di dua puluh lima, ketika ia melewati titik
yang di sana denyut kehidupan berdetak paling cepat, dan melanjutkan beranak
sampai ia lima puluh lima.”
“Tentu
saja,” ia berkata, “kedua-duanya di dalam para laki-laki dan para perempuan
tahun-tahun itu adalah masa prima dari kekuatan badan dan kecerdasan.”
“Siapapun
di atas atau di bawah umur-umur tersebut yang ikut serta di dalam pernikahan umum,
harus dikatakan telah melakukan hal yang tidak suci dan tidak terhormat. Anaknya,
jika menyusup ke dalam kehidupan, akan tidak diberikan pengorbanan-pengorbanan
dan doa-doa yang biasa diberikan oleh para pendeta dan perempuan pendeta dan
keseluruhan warga di perkawinan-perkawinan, supaya keturunan yang lebih baik
mungkin datang dari tuan-tuan yang baik dan dari ayah-ayah yang berguna untuk
Negara anak-anak laki-laki tetap lebih berguna. Tetapi anak ini akan tidak lahir di
dalam kegelapan dan dari gairah yang salah.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Dan hukum
yang sama akan diterapkan kepada siapapun yang di dalam umur tersebut yang berhubungan
dengan perempuan manapun yang di dalam masa prima yang pemimpin tidak pasangkan
kepadanya. Kita harus mengatakan bahwa ia membesarkan seorang brengsek kepada
Negara, tidak terdaftar dan tidak suci.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Tetapi
ketika mereka sampai di usia yang disyaratkan, kita akan membiarkan mereka untuk
membentuk hubungan-hubungan demikian dengan siapapun yang mereka suka, kecuali
bahwa seorang laki-laki mungkin tidak menikahi anak-perempuannya atau
anak-perempuan dari anak-perempuannya, atau ibunya atau ibu dari ibunya; dan
para perempuan, di lain pihak, dilarang menikahi anak laki-laki atau ayah
mereka, atau anak laki-laki dari anak laki-lakinya atau ayah dari ayahnya, dan seterusnya.
Dan kita memberikan perintah-perintah yang tegas untuk mencegah janin manapun
yang mungkin jadi dari melihat cahaya; dan jika ada yang tidak bisa dicegah
lahir, para orang-tua harus memahami bahwa kita tidak menerima keturunan dari
penyatuan semacam demikian.”
“Itu juga,”
ia berkata, “adalah sebuah usul yang beralasan. Tetapi bagaimana mereka akan
mengetahui siapa ayah-ayah dan anak-perempuan-anak-perempuan, dan seterusnya?”
“Mereka
akan tidak pernah mengetahui. Begini, pasangan yang kemudian menikah akan
menyebut anak-anak laki-laki yang lahir di dalam bulan ke tujuh dan ke sepuluh
setelahnya sebagai anak-anak laki-lakinya, dan anak-anak perempuan sebagai
anak-anak perempuannya, dan mereka akan menyebutnya ayahnya, dan ia akan
menyebut anak-anak mereka sebagai cucu-cucunya, dan mereka akan menyebut
orang-orang yang lebih tua sebagai kakek-kakek dan nenek-nenek mereka. Semua
yang dilahirkan ketika ayah-ayah dan ibu-ibu mereka menikah akan disebut
sebagai saudara-saudara laki-laki dan saudara-saudara perempuan. Ini akan digunakan di dalam pelarangan penyatuan yang
kita baru saja bicarakan. Tetapi hukum akan membiarkan penyatuan saudara
laki-laki dan saudara perempuan, jika undian mereka naik, dan jika oracle Pythia menerima mereka.”
“Cukup
benar,” ia berkata.
“Demikianlah,”
Glaucon, “berdasarkan kepadanya para pengawal Negara kita akan memiliki
isteri-isteri dan keluarga-keluarga di dalam umum. Ini bertetapan dengan
seluruh aturan kita, dan juga titik selanjutnya yang terbaik kita terima dengan argumen. Bukankah demikian?”
“Ya, tentu
saja.”
“Haruskah
kita mencoba menemukan sebuah dasar umum oleh menanyai diri kita sendiri apa
yang akan menjadi kebaikan terbesar dari pelegislasi di dalam membuat hukum dan
di dalam pengaturan sebuah Negara, dan apa keburukan terbesar, dan kemudian menimbang
jika usulan-usulan yang kita pasang bersesuaian dengan jejak kaki dari yang
baik dan bukan sesuai dengan yang dari yang buruk?”
“Dengan
senang hati.”
“Bisakah
ada keburukan apapun yang lebih besar daripada perpecahan dan keanekaragaman
ketika kesatuan harus berkuasa? Atau kebaikan yang lebih besar daripada ikatan
kesatuan?”
“Tidak bisa
ada.”
“Masyarakat
dari kenikmatan-kenikmatan dan sakit-sakit adalah ikatan yang menyatukan, saat
semua warga bergembira atau bersedih di penyebab-penyebab yang sama dari
kegembiraan dan kesedihan?”
“Tidak ada
ragu.”
“Ya, dan saat
tidak ada perasaan umum tetapi hanya pribadi adalah sebuah pengurai, ketika beberapa
bergembira dan yang lainnya bersedih di kejadian-kejadian yang sama yang
terjadi kepada kota atau warga?”
“Tentu
saja.”
“Perbedaan-perbedaan
demikian biasanya dibangkitkan di dalam ketidaksepakatan tentang penggunaan
istilah ‘milikku’ dan ‘bukan milikku,’ dan juga kata ‘orang asing.’”
“Secara
tepat demikian.”
“Dan
bukankah Negara yang diperintah-terbaik yang di dalamnya paling banyak orang
menerapkan istilah ‘milikku’ dan ‘'bukan milikku’ di dalam jalan yang sama kepada hal yang sama?”
“Cukup
benar.”
“Atau lagi
bahwa yang paling menyerupai keadaan manusia perseorangan. Misalnya, ketika
satu jari saja terluka, keseluruhan bagian, ditarik kepada jiwa sebagai sebuah
pusat dan membentuk satu kerajaan di bawah kekuasaan yang memerintah di dalam
sana, merasakan sakit dan bersimpati semuanya bersama-sama dengan bagian yang
terpengaruh, dan kita mengatakan bawa orang tersebut sakit di jarinya. Ungkapan
yang sama digunakan kepada bagian apapun dari badan, yang memiliki sebuah rasa
dari sakit di penderitaan atau dari kenikmatan di pengurangan dari penderitaan.”
“Benar,” ia
menjawab, “dan aku setuju denganmu bahwa di dalam Negara yang
diperintah-terbaik adalah paling mendekati rasa umum yang kamu gambarkan ini.”
“Begitulah
macam Negara tersebut, kemudian ketika siapapun dari para warga mengalami
kebaikan atau keburukan apapun, penderitaannya akan milik mereka sendiri, dan
akan membagi kenikmatan atau rasa sakit sebagai keseluruhan.”
“Ya,” ia
berkata, “itu adalah apa yang akan terjadi di dalam Negara yang diperintah
baik.”
“Sekarang
saatnya,” aku berkata, “untuk kita kembali kepada Negara kita dan melihat jika
ini atau suatu bentuk lain adalah paling bersesuaian dengan ajara-ajaran yang
mendasar ini.”
“Sangat
baik.”
“Baik. Negara
kita, seperti setiap yang lainnya, juga memiliki para pemimpin dan rakyat?”
“Benar.”
“Semuanya
mereka akan menyebut satu sama lain sebagai warga?”
“Tentu
saja.”
“Tetapi
bukankah ada nama lain yang orang-orang berikan kepada para pemimpin mereka di
Negara-negara yang lain?”
“Secara
umum, mereka menyebut mereka sebagai para tuan, tetapi di dalam Negara-negara
demokratis mereka secara sederhana menyebutnya sebagai para pemimpin.”
“Orang-orang
di dalam Negara kita, warga menyebut para pemimpin sebagai apa?”
“Mereka
menyebutnya sebagai para juru selamat dan para penolong,” ia menjawab.
“Dan apa
yang para pemimpin menyebut warga?”
“Para
pemelihara dan ayah-ayah mereka.”
“Dan apa
yang mereka menyebut mereka di dalam Negara-negara lain?”
“Para
hamba.”
“Dan apa
yang para pemimpin menyebut satu sama lain di dalam Negara-negara yang lain?”
“Rekan
pemimpin.”
“Dan apa di
dalam milik kita?”
“Rekan
pengawal.”
“Pernahkah
kamu mengetahui sebuah contoh di dalam Negara lain seorang pemimpin yang akan
membicarakan rekan-rekannya sebagai temannya dan yang selainnya sebagai bukan
temannya?”
“Ya, sangat
sering.”
“Dan teman
yang ia hargai tersebut dan gambarkan sebagai satu yang di dalamnya ia memiliki
sebuah keperluan, dan yang lainnya sebagai seorang asing yang di dalamnya ia
tidak memiliki keperluan?”
“Secara
tepat.”
“Tetapi
akankah siapapun dari para pengawalmu berpikir atau membicarakan rekannya
pengawal sebagai seorang asing?”
“Tentu saja
ia akan tidak, karena setiap orang yang mereka temui akan dihargai oleh mereka
sebagai saudara laki-laki atau saudara perempuan, atau ayah atau ibu, atau anak
laki-laki atau anak perempuan, atau sebagai anak atau orang tua dari mereka
yang dengan demikian terhubung dengannya.”
“Baik,” aku
berkata, “tetapi biarkan aku menanyaimu lebih jauh. Haruskah mereka keluarga di
dalam nama saja; atau haruskah di dalam semua tindakan sesuai kepada nama
tersebut? Misalnya, di dalam penggunaan kata ‘ayah,’ akankah penjagaan dari seorang
ayah dilaksanakan dan kasih sayang terhadap anak dan tugas dan patuh kepada
yang hukum perintahkan. Pelanggar dari tugas-tugas ini dianggap sebagai orang
yang tidak saleh dan tidak terhormat yang akan tidak menerima banyak kebaikan
di tangan dewa ataupun manusia. Apakah hal-hal menjadi atau tidak untuk menjadi
ini adalah suara-suara yang anak-anak akan dengarkan diulang di dalam
telinga-telinga mereka oleh seluruh warga tentang mereka yang ditunjuk sebagai
para orang tua mereka, dan keseluruhan sebagai kerabat mereka?”
“Hal-hal
ini, dan tidak ada yang lain; karena apa yang bisa lebih konyol daripada untuk
mereka menyebutkan ikatan-ikatan keluarga dengan bibir saja dan tidak bertindak
di dalam semangat dari mereka?”
“Kemudian
di dalam kota kita lebih sering daripada di dalam kota manapun yang lain, sebagaimana
aku gambarkan sebelumnya, terdengar, ketika siapapun adalah baik atau buruk,
kata ‘milkku yang baik’ atau ‘milikku yang buruk.’”
“Paling
benar.”
“Dan sesuai
kepada jalan berpikir dan berbicara ini, bukankah kita mengatakan bahwa mereka
akan memiliki kenikmatan-kenikmatan dan sakit-sakit di dalam umum?”
“Ya, akan demikianlah
mereka.”
“Dan mereka
akan memiliki sebuah keperluan yang umum di dalam hal yang sama yang mereka
akan bersama-sama sebut sebagai milikki, dan memiliki keperluan umum ini mereka
akan memiliki sebuah perasaan yang umum dari kenikmatan dan sakit?”
“Ya, jauh
lebih demikian daripada di dalam Negara-negara yang lain.”
“Dan alasan
dari ini, di sekitar dan di samping pendirian umum dari Negara, adalah
masyarakat dari para perempuan dan anak-anak di antara para pengawal?”
“Itu akan
menjadi alasan utama.”
“Dan
kesatuan perasaan ini kita terima sebagai kebaikan yang paling besar,
sebagaimana kita membandingkan sebuah Negara yang diperintah baik dengan badan
dan anggota-anggotanya, ketika terpengaruh oleh kenikmatan ataupun sakit?”
“Itu kita
mengakui, dan sangat secara benar.”
“Kemudian
masyarakat dari para perempuan dan anak-anak di antara warga kita telah
dipertunjukkan sebagai alasannya yang utama?”
“Tentu
saja.”
“Dan ini
bersesuaian dengan ajaran lain yang kita dirikan, bahwa para pengawal akan
tidak memiliki rumah-rumah atau lahan-lahan atau harta apapun yang lain. Bayaran
mereka adalah makanan mereka, yang mereka akan terima dari warga lain, dan
mereka akan tidak memiliki biaya-biaya pribadi, supaya mereka menjaga sifat
sejati mereka sebagai para pengawal.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Kedua-duanya
ini dan yang sebelumnya, sebagaimana aku katakan, supaya mereka lebih secara
sejati sebagai para pengawal. Mereka akan tidak merobek Negara di dalam
pecahan-pecahan dengan menggunakan kata 'milikku' dan 'bukan milikku' bukan kepada hal yang sama, masing-masing orang menyeret perolehan
yang ia terima ke dalam rumah miliknya yang terpisah dari yang lain, dan yang
lain melakukan hal yang sama kepada rumah yang terpisah, dan memiliki isteri
dan anak-anak dan kenikmatan-keikmatan dan sakit-sakit yang terpisah; dengan
demikian memperkenalkan kepada Negara kenikmatan-kenikmatan dan sakit-sakit perseorangan.
Mereka semua seharusnya memiliki satu keyakinan tentang apa yang milik mereka, untuk
satu tujuan, dan sejauh mungkin memiliki satu pengalaman dari kenikmatan dan
rasa sakit.”
“Tentu
saja,” ia menjawab.
“Dan
sebagaimana tidak ada kecuali diri-diri mereka yang mereka bisa sebut sebagai
milik mereka, gugatan dan keluhan akan tidak ada di antara mereka. Mereka akan
dihantarkan dari semua pertengkaran itu, yang uang atau anak-anak atau kekerabatan
adalah penyebabnya.”
“Tentu
saja.”
“Juga akan tidak
ada percobaan-percobaan untuk penyerangan atau penghinaan terjadi di antara
mereka. Kita harus mengatakan kepada para sebaya bahwa mempertahankan diri
adalah terhormat dan adil, sehingga perlindungan pribadi adalah sebuah
keperluan.”
“Itu baik,”
ia berkata.
“Ya, dan
ada kebaikan yang lebih jauh di dalam hukum tersebut. Yaitu, bahwa jika
seseorang bertengkar dengan yang lainnya, ia akan memuaskan kemarahannya
kemudian dan di sana, dan tidak melanjutkan kepada bahaya yang lebih panjang.”
“Tentu
saja.”
“Kepada
tetua harus diberikan tugas memerintah dan menghakimi yang lebih muda.”
“Secara
jelas.”
“Juga tidak
bisa ada sebuah keraguan bahwa yang lebih muda akan tidak memukul atau
melakukan kekerasan apapun yang lain kepada seorang yang lebih tua, jika para
jaksa tidak memerintahkan kepadanya; juga tidak akan ia melalaikannya di dalam
jalan apapun. Karena ada dua pengawal yang berkuasa mencegahnya, rasa malu dan
kekhawatiran. Rasa malu, yang membuat orang-orang mundur dari menjatuhkan
tangan kepada mereka yang kepada mereka di dalam hubungan para orang-tua;
kekhawatiran, bahwa yang dilukai akan ditolong oleh yang lainnya yang adalah
saudara-saudaranya, anak-anak laki-lakinya, ayah-ayahnya.”
“Itu adalah
benar,” ia menjawab.
“Kemudian
di dalam setiap jalan, hukum akan menolong warga untuk menjaga perdamaian
dengan satu sama lain?”
“Ya, akan
tidak ada keinginan dari perdamaian.”
“Dan
sebagaimana para pengawal akan tidak pernah bertengkar di antara diri mereka
sendiri akan tidak ada bahaya dari keseluruhan kota menjadi terbagi melawan
mereka ataupun melawan satu sama lain.”
“Tidak ada
apapun.”
“Aku secara
sukar suka bahkan untuk menyebutkan kekejaman kecil yang darinya mereka akan
menghindar, karena mereka di bawah perhatian. Misalnya, puji-pujian kepada yang
kaya oleh yang miskin, dan semua sakit dan perih yang orang-orang mengalaminya
di dalam menaikkan sebuah keluarga, dan di dalam mencari uang untuk membeli
keperluan-keperluan untuk rumah tangga mereka, meminjam dan kemudian melunasi,
mendapatkan bagaimana mereka bisa, dan memberikan uang ke dalam tangan-tangan
para perempuan dan para budak untuk dijaga. Keburukan-keburukan yang banyak
dari macam yang sangat banyak yang orang-orang derita di dalam jalan ini adalah
jelas dan kejam, dan tidak berharga dibicarakan.”
“Ya,” ia
berkata, “seseorang tidak memerlukan mata untuk melihatnya.”
“Dan dari
semua keburukan ini mereka akan dihantarkan, dan kehidupan mereka akan
terberkati sebagaimana kehidupan para pemenang olimpiade dan bahkan lebih
terberkati.”
“Bagaimana
demikian?”
“Pemenang
olimpiade,” aku berkata, “dianggap berbahagia di dalam menerima sebuah bagian
saja dari keberkatan yang diakui oleh warga kita, yang telah memenangi sebuah
kemenangan yang lebih megah dan memiliki sebuah perawatan yang lebih lengkap di
biaya umum. Karena kemenangan yang mereka raih adalah penyelamatan keseluruhan
Negara, dan mahkota yang dengannya mereka dan anak-anak mereka dimahkotai
adalah kepenuhan dari semua kebutuhan kehidupan. Mereka menerima hadiah-hadiah
dari Negara selagi mereka hidup, dan setelah kematian memiliki sebuah
penguburan yang terhormat.”
“Ya,” ia
berkata, “hadiah-hadiah yang megah.”
“Apakah
kamu ingat,” aku berkata, “bagaimana di dalam alur dari diskusi yang sebelumnya
seseorang menuduh bahwa kita membuat para pengawal kita tidak berbahagia, mereka
tidak memiliki apa-apa dan mungkin saja memiliki semua hal, yang kepadanya kita
menjawab bahwa ini adalah pertimbangan yang mungkin akan kita batalkan; tetapi
kini, sebagaimana sekarang dinasihatkan, kita akan menjadikan para pengawal
kita sebagai para pengawal yang sejati, dan bahwa kita membentuk Negara dengan
sebuah pandangan kepada kebahagiaan yang terbesar, bukan dari suatu tingkatan
yang khusus, tetapi keseluruhan?”
“Ya, aku
ingat.”
“Dan apa
yang kamu katakan, sekarang bahwa kehidupan para pelindung kita dibuat menjadi
jauh lebih baik dan lebih terhormat daripada para pemenang olimpiade. Apakah
kehidupan para pembuat sepatu, atau pengrajin manapun yang lain, atau para
petani, bisa dibandingakan kepadanya?”
“Tentu saja
tidak.”
“Di saat
yang sama aku harus mengulangi apa yang aku telah katakan di suatu tempat yang
lain, bahwa jika siapapun dari para pengawal kita mencoba untuk berbahagia di
dalam suatu cara yang akan membuatnya berhenti menjadi seorang pengawal, dan
tidak terisi dengan kehidupan yang aman dan berharmoni ini, yang di dalam
penilaian kita, dari semua kehidupan adalah yang terbaik, tetapi tergilakan
oleh suatu kemudaan yang congkak yang naik ke dalam kepalanya harus mencari
untuk menyesuaikan keseluruhan Negara kepada dirinya sendiri, kemudian kita
akan belajar betapa secara bijaksana Hesiod berbicara, ketika ia berkata, ‘separuh adalah lebih daripada
keseluruhan.’”
“Jika kamu
merundingkan denganku, aku harus berkata kepadanya: Tetap di tempatmu berada,
ketika kamu memiliki tawaran dari sebuah kehidupan semacam demikian.”
“Kamu
setuju kemudian,” aku berkata, “bahwa para laki-laki dan para perempuan
memiliki sebuah jalan kehidupan yang umum semacam yang kita telah gambarkan. Pendidikan
yang umum, anak-anak yang umum, dan mereka akan mengawasi warga di dalam umum
jika tinggal di dalam kota ataukah keluar berperang. Mereka akan menjaga
pengawasan bersama-sama, dan akan berburu bersama seperti anjing-anjing; dan
selalu dan di dalam semua hal, sejauh mereka mampu, para perempuan berbagi
dengan para laki-laki? Dan di dalam melakukan demikian mereka akan melakukan
yang terbaik, dan akan tidak melanggar, tetapi menjaga hubungan alamiah dari
jenis-jenis kelamin.”
“Aku setuju
denganmu,” ia menjawab.
“Pencarian
tersebut,” aku berkata, “belum dilakukan, jika masyarakat semacam demikian
mungkin ditemukan. Sebagaimana di antara binatang-binatang, demikian juga di
antara manusia, dan jika mungkin, mungkin di dalam jalan apa?”
“Kamu telah
menjaga pertanyaan yang aku akan berikan.”
“Untuk peperangan
mereka,” aku berkata, “cara yang mereka akan jalankan tampak sangat jelas.”
“Bagaimana?”
“Jelas mereka
akan pergi di perjalanan-perjalanan bersama-sama, dan akan membawa bersama
mereka manapun dari anak-anak mereka yang cukup kuat, supaya, seperti anak
seorang pengrajin, mereka mungkin melihat pekerjaan yang mereka akan lakukan
ketika mereka dewasa; dan di samping melihat, mereka akan membantu dan berguna
di dalam perang, dan untuk menunggui ayah-ayah dan ibu-ibu mereka. Apakah kamu
tidak pernah mengamati di dalam seni-seni bagaimana anak-anak laki-laki dari
para pembuat gerabah melihat dan membantu, jauh sebelum mereka menyentuh roda?”
“Ya, aku
pernah.”
“Dan
haruskah para pembuat gerabah lebih berhati-hati di dalam mendidik anak-anak
mereka di dalam memberikan mereka kesempatan melihat dan mengerjakan
tugas-tugas mereka daripada para pengawal kita akan melakukan?”
“Pemikiran yang
konyol.”
“Ketika
bertarung, semua makhluk lebih bersemangat di hadapan anak-anak mereka?”
“Itu cukup
benar, Socrates; dan jika mereka takluk, yang mungkin sering terjadi di dalam
perang, betapa besar bahayanya! Anak-anak akan hilang bersama para orang-tua
mereka, dan Negara akan tidak pernah pulih.”
“Benar,”
aku berkata, “tetapi apakah maksudmu adalah kamu akan tidak pernah membiarkan
mereka menjalani bahaya apapun?”
“Aku jauh
dari mengatakan itu.”
“Baik, tetapi jika mereka pernah menjalani risiko bukankah mereka
harus melakukan sama di suatu keadaan ketika, jika mereka lepas dari malapetaka,
mereka akan lebih baik?”
“Secara
jelas.”
“Menyaksikan perang di masa muda mereka adalah sebuah persoalan
yang sangat penting, yang deminya suatu bahaya mungkin secara adil dialami.”
“Ya, sangat
penting.”
“Ini
kemudian harus menjadi langkah pertama kita, membuat anak-anak kita sebagai
para penonton perang. Tetapi kita harus juga menjaga supaya mereka aman dari
bahaya, kemudian semuanya akan baik.”
“Benar.”
“Orang tua
mereka mungkin dianggap tidak buta kepada bahaya perang, tetapi mengetahui,
sejauh pandangan manusia, dan menilai perang yang aman dan yang
berbahaya?”
“Itu
mungkin dianggapkan.”
“Dan mereka
akan membawa mereka di perjalanan-perjalanan yang aman dan menghindari yang
lainnya?”
“Benar.”
“Dan mereka
akan menempatkan mereka di bawah perintah dari para veteran yang berpengalaman
yang akan menjadi para penjaga dan guru-guru mereka?”
“Sangat
secara pantas.”
“Tetap,
bahaya-bahaya dari perang tidak bisa selalu diramalkan, ada peluang yang cukup
tentang mereka?”
“Benar.”
“Kemudian
melawan peluang-peluang semacam demikian anak-anak harus dilengkapi dengan
sayap-sayap, supaya di saat yang diperlukan mereka mungkin terbang dan lolos.”
“Apa
maksudmu?” kata ia.
“Maksudku,
kita harus menaikkan mereka di kuda-kuda saat mereka masih sangat muda, dan
ketika mereka telah belajar menunggangi, meletakkan mereka di punggung kuda
untuk melihat perang. Kuda-kuda yang bersemangat dan menyukai perang, tetapi juga
paling penurut dan terlincah yang bisa diperoleh. Di dalam jalan ini mereka
akan mendapatkan pemandangan yang baik dari apa yang sejak saat ini akan
menjadi urusan mereka, dan jika ada bahaya mereka hanya perlu mengikuti para penjaga
mereka yang lebih tua dan meloloskan diri.”
“Aku
percaya bahwa kamu benar,” katanya.
“Selanjutnya,
sebagaimana kepada perang, apa yang akan menjadi hubungan-hubungan para
tentaramu kepada satu sama lain dan kepada musuh-musuh mereka?”
“Katakanlah
pemahamanmu.”
“Aku harus
cenderung mengusulkan bahwa tentara yang meninggalkan gelarnya dan membuang
senjatanya, atau bersalah dari tindakan kepengecutan yang lain, harus
diturunkan ke dalam tingkatan seorang petani atau pengrajin.”
“Dengan
senang hati, aku harus katakan.”
“Dan ia
yang membiarkan dirinya sendiri dimabil sebagai tahanan musuh, kita akan
mejadikannya hadiah kepada para penahannya. Ia adalah mangsa mereka sesuai
hukum, dan kita membiarkan mereka melakukan apapun kepada tangkapan mereka
sesuka mereka.”
“Tentu
saja.”
“Tetapi
pahlawan yang telah membuktikan dirinya sendiri, apa yang harus dilakukan
kepadanya? Pertama-tama, ia harus menerima kehormatan di dalam ketentaraan dari
rekan-rekan mudanya, masing-masing mereka di dalam upacara harus memahkotainya.
Bagaimana menurutmu?”
“Aku
menerima.”
“Dan disalami dengan tangan kanan persahabatan?”
“Itu juga,
aku setuju.”
“Tetapi
kamu akan secara sukar setuju kepada usulanku yang selanjutnya.”
“Apa
usulanmu?”
“Bahwa ia
harus mencium dan dicium oleh mereka.”
“Paling
secara pasti, dan aku harus cenderung pergi lebih jauh, dan mengatakan: Biarkan
di sepanjang perjalanan tersebut berlangsung, tidak satupun yang ia ingin cium
menolak dicium olehnya. Sehingga jika ada seorang pecinta di dalam pasukan,
jika cintanya adalah pemuda atau anak dara, ia mungkin lebih bersemangat
memenangi hadiah keberanian.”
“Sangat
baik,” aku berkata, “telah ditetukan bahwa pemberani seharusnya memiliki lebih
banyak isteri daripada yang lainnya: dan ia juga akan memiliki pilihan-pilihan
pertama di dalam persoalan-persoalan yang semacam demikian lebih daripada yang
lainnya, supaya ia mungkin memiliki anak sebanyak mungkin?”
“Disetujui.”
“Lagi, kita
mungkin mengutip Homer juga untuk keadilan penghormatan di dalam cara demikian
kepada para pemuda pemberani. Ia menceritakan bagaimana Ajax, setelah
membuktikan dirinya di dalam perang, dihadiahi seluruh tenderloin utuh, yang tampak sebagai sebuah pujian yang pantas untuk seorang pahlawan
di dalam bunga dari usianya, bukan hanya sebagai sebuah tanda penghormatan
tetapi juga sebuah hal yang sangat menguatkan.”
“Paling
benar,” katanya.
“Kemudian
di dalam ini,” aku berkata, “Homer harus menjadi guru kita. Kita juga, di
pengorbanan-pengorbanan dan kejadian-kejadian sebagainya, akan menghormati
pemberani berdasarkan ukuran keberanian mereka, para laki-laki ataupun para
perempuan, dengan himne-himne dan penghargaan-penghargaan lain yang kita telah
sebutkan. Juga dengan kursi-kursi kehormatan, dan daging-daging dan piala-piala
yang penuh; dan di dalam menghormati mereka, kita harus memadukan pelatihan
badaniah dengan penghormatan kepada yang baik, kedua-duanya para laki-laki dan
para perempuan.”
“Itu sangat
baik,” ia menjawab.
“Ya,” aku
berkata; “dan ketika seseorang mati secara terhormat di dalam perang bukankah
kita harus mengatakan, di dalam tempat pertama, bahwa ia adalah dari ras emas?”
“Untuk
yakin.”
“Tidak, bukankah kita memiliki kewenangan Hesiod untuk mengukuhkan bahwa
ketika mereka mati mereka menjadi ruh-ruh suci di bumi, para penulis kebaikan, penghalau keburukan, para pengawal dari orang-orang yang
diberkati pembicaraan?”
“Ya, dan
kita menerima kewenangannya.”
“Haruskah
kita belajar dari dewa bagaimana kita melakukan penguburan orang-orang suci
yang pahlawan, dan apa yang akan menjadi ciri khusus mereka dan kita harus
melakukan sebagaimana ia meminta?”
“Dengan
senang hati.”
“Dan di
masa yang akan datang kita akan mengenang mereka dan berlutut di hadapan
kubur-kubur mereka sebagaimana di makam-makam para pahlawan. Dan bukan hanya
mereka tetapi siapapun yang dianggap secara tinggi baik, mereka mati karena
usia, atau di dalam jalan apapun yang lain, harus dimasukkan kepada
penghormatan-penghormatan yang sama.”
“Sangat
benar,” katanya.
“Selanjutnya,
bagaimana para tentara kita memperlakukan musuh-musuh mereka? Bagaimana tentang
ini?”
“Maksudmu
di dalam mempertimbangkan apa?”
“Pertama-tama,
di dalam mempertimbangkan perbudakan. Apakah kamu berpikir ia benar bahwa
orang-orang Yunani membudakkan Negara-negara Yunani, atau membiarkan yang
lainnya untuk membudakkan mereka, jika mereka bisa menolong? Bukankah
seharusnya adab orang-orang Yunani untuk mengampuni orang-orang Yunani,
mempertimbangkan bahaya yang ada bahwa keseluruhan ras mungkin suatu hari jatuh
di bawah orang-orang barbar?”
“Untuk
mengampuni mereka secara jelas lebih baik.”
“Kemudian
tidak ada orang Yunani harus dimiliki oleh mereka sebagai budak. Itu adalah
sebuah aturan yang mereka patuhi dan menasihatkan kepada orang-orang Yunani
yang lain untuk patuhi.”
“Tentu
saja,” ia berkata, “mereka akan di dalam jalan ini tersatukan di dalam melawan
orang-orang barbar dan akan menjauhkan tangan mereka satu sama lain.”
“Selanjutnya
kepada pelucutan; haruskah para penakluk,” aku berkata, “mengambil apapun
kecuali senjata mereka? Bukankah pekerjaan melucuti musuh memberikan sebuah
izin untuk tidak menghadapi perang? Para pengecut bersembunyi di sekitar mayat,
berpura-pura sedang memenuhi sebuah tugas, dan banyak pasukan sebelum sekarang
telah hilang dari cinta kepada perampasan harta ini.”
“Sangat
benar.”
“Dan
bukankah ada ketidaksopanan dan ketamakan di dalam merampok mayat, dan juga
sebuah derajat kekejaman dan keperempuanan di dalam menjadikan mayat sebagai musuh
ketika musuh yang nyata telah pergi dan meletakkan perlengkapan perangnya di
belakangnya, bukankah ini lebih seperti seekor anjing yang tidak bisa
mendapatkan buruannya, kemudian berkelahi dengan batu-batu yang mengenainya?”
“Sangat
seperti seekor anjing.”
“Kemudian
kita harus mengabaikan pelucutan mayat atau penolakan terhadap penguburan
mereka?”
“Ya,” ia
menjawab, “kita memang harus.”
“Juga harus
tidak kita membawa senjata-senjata untuk persembahan di kuil-kuil para dewa, terutama
senjata-senjata dari orang-orang Yunani, jika kita peduli menjaga perasaan baik
dengan orang-orang Yunani yang lain, kita memiliki alasan untuk khawatir bahwa
persembahan dari harta rampasan yang diambil dari para kerabat mungkin menjadi
sebuah pencemaran kecuali diperintahkan oleh sang dewa sendiri?”
“Benar.”
“Lagi, tentang
penghancuran dari wilayah Yunani atau pembakaran rumah-rumah mereka, bagaimana
sikap tentaramu?”
“Aku akan
senang,” ia berkata, “mendengarkan pendapatmu.”
“Menurutku,”
kataku, “kedua-duanya harus dilarang, mereka akan mengambil hasil tahunan dan
tidak lebih. Haruskah aku memberitahukanmu mengapa?”
“Lakukanlah.”
“Mengapa,
kamu melihat, dua bentuk yang kita bicarakan, ‘perselisihan’ dan ‘perang,’
mewakili dua pembedaan, yang satu adalah pernyataan dari apa yang di bagian
dalam dan dalam negeri, yang lainnya adalah bagian luar dan negeri asing, dan
yang pertama dari dua tersebut dinamai perselisihan, dan hanya yang ke dua,
perang.”
“Tidak ada
pemahaman lain,” ia menjawab.
“Pertimbangkanlah,
jika pemahaman ini sesuai. Dan mungkinkah aku tidak mengamati dengan kepantasan
yang setara bahwa ras Yunani adalah semuanya berkerabat dan bersahabat, dan
asing dan aneh kepada orang-orang barbar?”
“Sangat
baik,” katanya.
“Dan karena
itu ketika orang-orang Yunani bertarung dengan orang-orang barbar dan
orang-orang barbar dengan orang-orang Yunani, mereka musuh-musuh alamiah, dan
perlawanan semacam ini harus disebut sebagai perang. Ketika orang-orang Yunani
bertarung dengan satu sama lain kita harus mengatakan bahwa Yunani di dalam
keadaan kacau dan berselisih, mereka oleh alamiah teman-teman, dan permusuhan
semacam demikian akan disebut sebagai perselisihan.”
“Aku
setuju.”
“Pertimbangkan
kemudian,” aku berkata, “ketika hal yang kita terima sebagai perselisihan
terjadi, dan sebuah kota terbelah, jika kedua-duanya belahan menghancurkan
lahan-lahan dan membakar rumah-rumah dari satu sama lain. Tidak ada patriot
sejati akan merobek-robek perawat dan ibunya sendiri. Mungkin ada alasan di
dalam sang penakluk menghalau yang tertaklukkan dari panen mereka, tetapi tetap
mereka memiliki pemikiran perdamaian di dalam jantung-jantung mereka dan akan
tidak bermaksud bertarung selama-lamanya.”
“Ya,” ia
berkata, “itu adalah sebuah sikap yang lebih baik daripada yang lainnya.”
“Dan
bukankah kota, yang kamu bangun, akan menjadi sebuah kota Yunani?”
“Ia
seharusnya demikian,” ia menjawab.
“Dan
bukankah warganya akan baik dan beradab?”
“Ya, sangat
beradab.”
“Dan bukankah
mereka akan menjadi para pecinta Yunani; dan menganggap Yunani sebagai tanah
mereka sendiri, dan berbagi di dalam kuil-kuil yang umum?”
“Paling
secara pasti.”
“Dan
perbedaan apapun yang bangkit dengan orang-orang Yunani akan dihargai oleh
mereka sebagai perselisihan saja. Sebuah pertengkaran di antara teman-teman,
yang tidak akan disebut sebagai sebuah perang?”
“Tentu saja
tidak.”
“Kemudian
mereka akan bertengkar dengan tetap mengharapkan perukunan kembali?”
“Tentu
saja.”
“Mereka
akan meluruskan, tetapi akan tidak membudakkan atau menghancurkan lawan-lawan
mereka;. Mereka akan menjadi para pembenar, bukan musuh-musuh?”
“Demikianlah.”
“Dan karena
mereka adalah orang-orang Yunani, mereka akan tidak menghancurkan Yunani, juga
tidak mereka akan membakar rumah-rumah, tidak bahkan menganggap bahwa seluruh
penduduk dari sebuah kota, para laki-laki, para perempuan, dan anak-anak, sebagai
semuanya musuh. Karena mereka mengetahui bahwa bendera perang selalu mewakili
sedikit orang, yang harus disalahkan untuk perselisihan tersebut. Dan untuk semua alasan ini mereka akan tidak berkeinginan untuk
menghacurkan lahan-lahan mereka dan merobohkan rumah-rumah mereka; permusuhan
mereka kepada mereka akan hanya bertahan sampai para penderita yang tidak
bersalah yang banyak memaksa yang sedikit yang bersalah untuk melakukan
keadilan?”
“Aku
setuju,” ia berkata, “bahwa warga kita harus berurusan secara demikian dengan
musuh-musuh Yunani mereka; dan dengan orang-orang barbar sebagaimana
orang-orang Yunani sekarang dengan satu sama lain.”
“Kemudian
biarkan kita mengudang-undangkan hukum ini untuk para pengawal kita: bahwa
mereka akan tidak menghancurkan lahan-lahan dari orang-orang Yunani juga tidak
membakar rumah-rumah mereka.”
“Disetujui.
Dan kita mungkin setuju juga di dalam berpikir bahwa hal-hal ini, semua
undang-undang kita yang sebelumnya, adalah sangat baik.”
“Tetapi
tetap aku harus mengatakan, Socrates, bahwa jika kamu dibiarkan melannjutkan di
dalam jalan ini kamu akan secara keseluruhan melupakan pertanyaan yang kamu
sampingkan di permulaan diskusi. Apakah perintah semacam demikian adalah boleh
jadi, dan bagaimana jika bisa? Untuk aku cukup siap menerima bahwa rencana yang
kamu ajukan, jika saja bisa dilakukan, akan melakukan semua macam kebaikan
kepada Negara. Aku akan menambahkan, apa yang kamu telah terima, bahwa warga
kita akan menjadi yang paling berani dari semua petarung, dan akan tidak pernah
mengabaikan satu sama lain, untuk mereka akan semuaya saling mengenal, dan
masing-masing akan menyebut yang lainya sebagai ayah, saudara laki-laki, atau
anak-anak laki-laki; dan jika kamu menganggap bahwa para perempuan harus
bergabung kepada pasukan-pasukan mereka, di dalam tingkatan yang sama ataupun
di dalam terbelakang, memberikan kengerian kepada musuh, ataupun sebagai
pasukan pembantu di dalam kejadian dari kebutuhan, aku mengetahui bahwa mereka
akan benar-benar tidak terkalahkan; dan ada banyak keuntungan dalam negeri yang
mungkin juga disebutkan dan aku juga secara penuh menerima. Tetapi, sebagaimana
aku menerima semua keuntungan ini dan bahkan masih banyak lagi yang lain, jika
saja Negara milikmu ini benar-benar ada, kita tidak perlu bersusah-payah
terhadap hal tersebut, biarkan kita berbalik kepada pertanyaan kebolehjadian
dan bagaimana ia bisa terjadi, selainnya mungkin ditinggalkan.”
“Ini adalah
sebuah serangan tiba-tiba kepadaku, tanpa kamu mempertimbangkan keraguanku yang
alamiah. Aku secara sukar meloloskan diri dari gelombang-gelombang yang pertama
dan ke dua, dan kamu seperti tidak menyadari bahwa kamu sekarang membawakan
kepadaku gelombang perlawanan yang ke tiga, dan yang paling besar dan yang
paling berat. Ketika kamu telah melihat dan mendengar gelombang ke tiga, aku
berpikir kamu akan lebih menimbang dan mengakui bahwa kekhawatiran dan
keenggananku adalah alamiah untuk mendiskusikan sebuah pemahaman yang sangat
berlawanan demikian.”
“Semakin
sikap semacam ini yang kamu buat,” ia berkata, “semakin kami menginginimu
memberitahukan kepada kami bagaimana sebuah Negara semacam tersebut mungkin. Bicaralah,
dan sekarang.”
“Biarkan
aku memulai dengan mengingatkanmu bahwa pencarian kepada keadilan dan
ketidakadilan membawa kita ke sini.”
“Benar,” ia
menjawab, “tetapi apa dari itu?”
“Ini, jika
kita telah menemukan mereka, kita akan mensyaratkan bahwa orang adil harus
tidak gagal di dalam jalan apapun, tetapi harus melalui semua jalan keadilan yang mutlak; atau mungkinkah kita puas dengan sebuah
perkiraan, bahwa keadilan di dalam dirinya akan lebih tinggi daripada yang akan
ditemukan di dalam orang-orang yang lain?”
“Perkiraan
tersebut akan mencukupi.”
“Kita
sedang mencari ke dalam alamiah dari keadilan mutlak dan ke dalam diri dari
yang adil secara sempurna, dan ke dalam ketidakadilan dan yang secara sempurna
tidak adil. Kita memandang kepada mereka sebagai kepada sebuah pola, sehingga
kebahagiaan atau sebaliknya yang kita dapati di dalam merela akan diterapkan
kepada diri-diri kita sendiri. Bahwa siapapun yang paling menyerupai
mereka akan paling menyerupai yang mereka miliki, bukan
untuk memperlihatkan bahwa mereka bisa ada di dalam kenyataan.”
“Benar,”
katanya.
“Apakah
menurutmu seorang pelukis menjadi lebih buruk karena, setelah melukis dengan
seni yang sempurna sebuah ideal dari seorang laki-laki yang indah secara
sempurna, ia tidak mampu untuk memperlihatkan bahwa manusia semacam itu bisa
pernah ada?”
“Demi Zeus,
bukan aku.”
“Baik, dan
bukankah kita, sebagaimana kita katakan, mencoba di dalam kata-kata menciptakan
pola dari sebuah Negara yang baik?”
“Untuk
yakin.”
“Dan apakah
kata-kata kita menjadi lebih buruk karena kita tidak mampu membuktikan kebolehjadian
sebuah kota diperintah di dalam cara yang kita gambarkan?”
“Tentu saja
tidak,” ia menjawab.
“Itu adalah
kebenarannya,” aku berkata. “Tetapi jika, di permintaanmu, aku mencoba dan
mempertunjukkan di bawah keadaan-keadaan apa kebolehjadian adalah paling
tinggi, aku harus memintamu, memiliki ini di dalam pandangan, untuk mengulangi
pengizinan-pengizinanmu yang lebih awal.”
“Pengizinan-pengizinan
apa?”
“Mungkinkah
sesuatu dinyatakan di dalam perbuatan sebagaimana di dalam kata-kata, atau
bahwa secara alamiah tindakan lebih kurang tepat daripadi perkataan, bahkan
jika beberapa menyangkalnya? Apakah kamu menerima ini ataukah tidak?”
“Aku
setuju.”
“Kemudian
kamu harus tidak memaksakan bahwa aku harus secara tepat di dalam penyataan
dari hal yang kita capai di dalam kata-kata. Jika kita menemukan bagaimana
sebuah kota mungkin dibangun sedekat mungkin dengan yang kita usulkan, kamu
akan menerima bahwa kita telah menemukan kebolehjadian yang kamu minta, dan
akan puas. Aku yakin bahwa aku harus puas, bukankah kamu akan demikian?”
“Ya, aku juga.”
“Selanjutnya
kita harus berusaha untuk mempertunjukkan kesalahan di dalam Negara-negara yang
adalah penyebab dari salah pengaturan mereka yang sekarang, dan apa perubahan
terkecil yang akan membuat mampu sebuah Negara untuk masuk ke dalam bentuk yang
lebih benar; dan biarkan perubahan tersebut, jika mungkin, menjadi satu hal
saja, atau jika tidak, dua; di tingkat apapun, biarkan perubahan-perubahan
tersebut sesedikit mungkin.”
“Tentu
saja,” ia menjawab.
“Aku
berpikir,” aku berkata, “bahwa mungkin ada sebuah pengubahan Negara jika saja
satu perubahan dibuat, yang bukan sebuah yang sederhana
ataupun mudah walaupun masih mungkin terjadi.”
“Apa?” katanya.
“Sekarang,”
aku berkata, “aku pergi menemui gelombang pertentangan yang terbesar. Tetapi
aku harus mengatakannya, walau seperti ia akan menyapu dan menenggelamkanku di
dalam tertawaan dan cemoohan. Dengarkanlah perkataanku.”
“Lanjutkan.”
Aku
berkata: “Sampai para filsuf
adalah para raja, atau para raja dan para
pangeran dari dunia ini melakukan pengejaran kepada filsafat secara
bersungguh-sungguh, dan kebesaran politik dan kebijaksanaan disatukan, dan
alamiah-alamiah yang lebih umum yang sekarang dikejar dipaksa menyingkir,
keburukan-keburukan akan tidak pernah berhenti, Glaucon, dari kota-kota, juga
tidak dari ras manusia, sebagaimana aku percaya., --juga tidak, sampai ini terjadi, Negara yang
semacam di dalam perkataann kita ini akan memiliki kemungkinan hidup dan
menatap cahaya hari. Semacam demikian pemikiran tersebut, yang lama membuatku
surut dari mengatakannya karena aku melihatnya sebagai perkataan yang terlalu
besar; tidak mudah untuk melihat bahwa tidak ada jalan lain dari kebahagiaan
pribadi ataupun umum.”
“Socrates,
apa maksudmu? Aku akan memintamu mempertimbangkan bahwa perkataan yang kamu
ucapkan adalah satu yang banyak orang, dan juga orang-orang yang sangat
dihormati, di dalam sebuah gambaran menarik lepas jubah-jubah mereka semuanya,
dan menghunuskan senjata apapun yang pertama mereka pegang, akan berlari
kepadamu kuat dan banyak, bermaksud untuk melakukan hal yang langit
mengetahuinya. Jika kamu tidak menyiapkan sebuah jawaban, dan meloloskan diri
dari serangan mereka, maka dicaci dan dicemooh akan benar-benar menjadi
hukumanmu.”
“Kamu
memasukkan aku ke dalam parut,” aku berkata.
“Dan aku
cukup benar. Bagaimanapun, aku akan melakukan semua yang aku bisa untuk
mengeluarkanmu darinya. Tetapi aku hanya bisa memberikan niat baik dan saran
yang baik, dan aku mungkin memberikan jawaban-jawaban kepada
pertanyaan-pertanyaanmu lebih baik daripada yang lain. Dan sekarang, memiliki
pasukan pembantu semacam demikian, kamu harus melakukan yang terbaik untuk
memperlihatkan kepada orang-orang yang tidak percaya, bahwa kamu adalah benar.”
“Aku harus
mencoba,” aku berkata, “sejak kamu menawariku persekutuan yang kuat. Dan aku
berpikir bahwa, jika akan ada sebuah peluang dari kita lolos, kita harus
menjelaskan kepada mereka siapa yang kita maksud ketika kita mengatakan sebagai
para filsuf, yang kita berani katakan harus memerintah di dalam Negara;
kemudian kita akan mampu mempertahankan diri kita sendiri. Akan ada ditemukan
beberapa alamiah yang memperlajari filsafat dan kepemimpinan politik, dan yang
lainnya yang tidak terlahir untuk menjadi para filsuf, dan lebih bermaksud
menjadi para pengikut daripada para pemimpin.”
“Kemudian
sekarang saat yang tepat untukmu memberikan sebuah pengertian,” ia berkata.
“Ikuti aku,”
aku berkata, “dan aku berharap bahwa kita mungkin, di dalam suatu jalan atau
yang lain, mampu memberikan sebuah penjelasan yang memuaskan.”
“Lanjutkan,”
katanya.
“Aku berani
mengatakan bahwa kamu mengingat, dan karena itu aku tidak perlu mengingatkanmu,
bahwa seorang yang mencintai, harus menyukai secara keseluruhan, ia akan tidak
mengatakan bahwa beberapa darinya ia sukai dan beberapa tidak.”
“Menurutku
kamu harus mengingatkanku, karena aku benar-benar tidak mengerti.”
“Jawaban
itu pantas dari orang lain tetapi bukan dari kamu. Seorang pecinta akan tidak
melupakan bahwa semua orang muda membangun perasaan di dalam dada seorang
pecinta, sehingga tampak bernilai olehnya secara keseluruhan. Bukankah ini
jalan yang kamu miliki: seorang yang berhidung pendek dan mancung, kamu memuji
wajahnya memesona; hidung bengkok dari seorang yang lain, kamu katakan berwajah
bangsawan; sementara ia yang hidungnya tidak pendek-mancung juga tidak bengkok sebagai
memiliki keberkatan dari yang biasa; yang berkulit gelap sebagai bersifat
laki-laki, yang putih sebagai anak-anak para dewa; dan pucat-madu, apa nama
tersebut kecuali penemuan dari seorang pecinta yang berbicara di dalam
eufemisme, dan bukankah berlawanan kepada kepucatan jika tampak di pipi dari
orang muda? Di dalam sebuah kata, tidak ada pengizinan yang kamu akan tidak
buat, dan tidak ada dalih yang kamu tidak katakan, supaya tidak menghilangkan
satupun bunga yang mekar di masa muda.”
“Jika kamu
menjadikan aku sebagai pihak yang berwenang di dalam persoalan-persoalan cinta,
demi argumen tersebut, aku menerimanya.”
“Dan apa
yang kamu katakan dari para pecinta anggur? Apakah kamu tidak melihat mereka melakukan
hal yang sama? Mereka menyambut annggur dengan dalih apapun.”
“Sangat
baik.”
“Dan hal
yang sama adalah benar kepada orang-orang yang berambisi; jika mereka tidak
bisa memerintah sebagai jenderal, mereka bersedia memerintah sebuah trittys; dan jika mereka tidak bisa dihormati oleh orang-orang yang
benar-benar besar dan penting, mereka akan senang dihormati oleh orang-orang
yang lebih kecil dan yang lebih buruk, tetapi penghormatan dari macam yang
demikian harus mereka miliki.”
“Secara
tepat.”
“Sekali
lagi biarkan aku menayakan: Apakah ia yang mengharapkan tigkatan apapun dari
kebaikan-kebaikan, mengingini keseluruhan tingkatan ataukah satu bagian saja?”
“Keseluruhan.”
“Dan
bukankah kita mungkin mengatakan kepada filsuf bahwa ia adalah seorang pecinta,
bukan kepada satu bagian saja dari kebijaksanaan, tetapi kepada keseluruhan?”
“Kepada
keseluruhan.”
“Dan ia
yang tidak menyukai pembelajaran-pembelajaran, terutama di dalam masa muda,
ketika ia tidak ada memiliki kekuatan menilai yang baik dan yang tidak baik,
seseorang semacam demikian kita anggap tidak akan menjadi filsuf atau seorang
pecinta kebijaksanaan, sebagaimana orang yang menolak makanannya tidaklah
lapar, dan mungkin dikatakan memiliki selera yang buruk dan bukan satu yang
baik?”
“Benar,”
katanya.
“Sedang ia
yang memiliki selera untuk setiap macam pengetahuan dan ingin tahu belajar dan
tidak pernah puas, mungkin secara adil dianggap sebagai seorang filsuf?
Bukankah aku benar?”
Kepadanya Glaucon
menjawab: “Jika keingintahuan menjadikan seorang filsuf, kamu akan menemukan
banyak makhluk aneh yang akan memiliki gelar tersebut. Semua pecinta
pemandangan memiliki kesenangan di dalam belajar, dan harus karena itu
di-termasuk-kan. Dan mereka yang selalu ingin mendengar hal baru, juga, adalah
sekawanan yang secara aneh bertempat di antara para filsuf, mereka adalah
orang-orang terakhir di dunia yang akan datang kepada sebuah diskusi filsafat,
jika mereka mampu, sementara mereka berlari ke perayaan-perayaan Dionysia
seolah-olah mengeluarkan telinga mereka untuk mendengar setiap paduan suara;
jika penampilan tersebut di dalam kota ataupun di desa, sama saja, mereka hadir
di sana. Sekarang apakah kita akan menerima semua ini dan siapapun yang
memiliki selera-selera yang sama, dan juga para guru besar dari seni-seni yang
kecil, sebagai para filsuf?”
“Tentu saja
tidak,” aku menjawab, “mereka hanya memiliki suatu keserupaan kepada para
filsuf.”
Ia berkata:
“Siapa kemudian para filsuf yang sejati?”
“Mereka,”
aku berkata, “yang menganggap kebenaran sebagai pemandangan yang mereka cintai.”
“Itu juga
baik,” ia berkata; “tetapi aku harus suka untuk mengetahui maksudmu.”
“Kepada orang
lain,” aku menjawab, “aku mungkin sukar menjelaskan, tetapi aku yakin bahwa
kamu akan menerima sebuah dalih yang aku akan berikan.”
“Apa?”
“Bahwa
sejak keindahan adalah lawan dari kejelekan, mereka adalah dua?”
“Tentu
saja.”
“Dan sebagaimana
mereka adalah dua, masing-masing mereka adalah satu?”
“Benar
lagi.”
“Dan kepada
adil dan tidak adil, baik dan buruk, dan kepada semua tingkatan yang lain,
penandaan yang sama berlaku. Mereka tunggal, masing-masing mereka satu, tetapi
dari bermacam-macam pencampuran mereka dengan tindakan-tindakan dan hal-hal dan
dengan satu sama lain, mereka terlihat di dalam semua macam cahaya dan tampak
banyak?”
“Benar.”
“Dan ini
dalah pembedaan yang aku berikan di antara pecinta pemandangan, tingkatan
pekerja dan mereka yang aku sedang bicarakan, dan yang sendiri saja bernilai
kepada nama para filsuf.”
“Bagaimana
kamu membedakan mereka?” ia berkata.
“Para
pecinta suara dan pemandangan,” aku menjawab, “adalah, sebagaimana aku pahami,
menyukai nada-nada yang baik dan bentuk-bentuk dan semua perhasilan buatan yang
diciptakan dari mereka, tetapi pikiran mereka tidak mampu melihat atau
mencintai keindahan yang mutlak.”
“Benar,” ia
menjawab.
“Sedikit
mereka yang mampu sampai kepada pemandangan ini.”
“Benar.”
“Dan ia
yang, memiliki sebuah penginderaan dari hal-hal yang indah tidak memiliki
penginderaan dari keindahan mutlak, atau yang, jika seorang lain menuntunnya
kepada sebuah pengetahuan dari keindahan itu tidak mampu untuk mengikuti. Kepada
seseorang yang demikian aku bertanya kepadamu, apakah ia terjaga ataukah di
dalam mimpi saja? Renungkan: bukankah pemimpi, tidur ataupun terjaga,
menyamakan hal-hal yang tidak serupa, yang meletakkan salinan di tempat dari
yang nyata?”
“Aku harus
mengatakan bahwa seseorang yang demikian, sedang bermimpi.”
“Tetapi sebaliknya,
yang mengenali keindahan mutlak dan mampu membedakan keindahan dari hal-hal
yang mengambil bagian di dalam keindahan, tidak meletakkan keindahan di tempat hal-hal
yang mengambil bagian di dalam keindahan, apakah ia seorang pemimpi, ataukah ia
terjaga?”
“Ia sangat
terjaga.”
“Dan
bukankah kita mungkin mengatakan bahwa keadaan pikiran dari seseorang yang mengetahui,
adalah ilmu, dan orang yang lain itu, yang berpendapat, adalah pendapat.”
“Tentu
saja.”
“Tetapi
anggap bahwa orang yang terakhir harus bertengkar dengan kita dan menentang
pernyataan kita, bisakah kita menawarkan apapun anggur penyegar atau nasihat
kepadanya, tanpa membukakan kepadanya bahwa ada kekacauan yang menyedihkan di
dalam pikirannya?”
“Kita harus
tentu saja menawarkannya suatu nasihat yang baik,” ia menjawab.
“Datanglah,”
kemudian, “dan biarkan kita memikirkan sesuatu untuk dikatakan kepadanya.
Haruskah kita memulai dengan meyakinkannya bahwa ia disambut untuk pengetahuan
apapun yang ia miliki, dan bahwa kita senang karena ia memilikinya? Tetapi kita
harus suka untuk mengajukan kepadanya sebuah pertanyaan: Apakah ia yang
memiliki ilmu mengetahui sesuatu atau tidak ada apapun? Menjawablah untuknya.”
“Aku
menjawab bahwa ia mengetahui sesuatu.”
“Sesuatu
yang ada atau sesuatu yang tidak ada?”
“Sesuatu
yang ada. Bagaimana bisa yang tidak ada, diketahui?”
“Dan apakah
kita yakin, setelah melihat persoalan tersebut dari banyak titik pandang, bahwa
hal yang mutlak mungkin diketahui secara mutlak, tetapi yang benar-benar tidak
ada adalah benar-benar tidak diketahui?”
“Tidak ada
hal yang bisa lebih pasti.”
“Baik, tetapi
jika ada apapun yang dari semacam alamiah yang akan dan tidak akan, itu akan di
pertengahan di antara hal yang murni dan peniadaan mutlak dari hal yang ada?”
“Ya, di
antara.”
“Dan,
sebagaimana ilmu relatif kepada hal yang ada dan kejahilan dari keperluan
kepada hal yang tidak ada, karena pertengahan di antara hal yang ada dan hal
yang tidak ada harus ditemukan sebuah pertengahan yang di antara kejahilan dan ilmu,
jika ada yang demikian?”
“Tentu
saja.”
“Apakah
kita menerima keberadaan dari pendapat?”
“Secara
tidak ragu.”
“Sama
dengan ilmu, ataukah kecakapan yang lain?”
“Kecakapan
yang lain.”
“Kemudian
pendapat dan ilmu berurusan dengan persoalan-persoalan yang berbeda,
berhubungan kepada perbedaan kecakapan-kecakapan ini?”
“Ya.”
“Dan ilmu relatif
kepada hal yang ada dan mengetahui hal yang ada. Tetapi sebelum aku melanjutkan
lebih jauh aku akan membuat sebuah pembagian.”
“Pembagian
apa?”
“Aku akan
memulai dengan menempatkan kecakapan-kecakapan di dalam sebuah tingkatan oleh
diri mereka sendiri. Mereka adalah kekuatan-kekuatan di dalam diri kita, dan di
dalam semua hal yang lain, yang dengannya kita melakukan sebagaimana kita
melakukan. Melihat dan mendengar, misalnya, aku harus sebut sebagai kecakapan-kecakapan.
Apakah aku telah secara jelas menjelaskan tingkatan yang kumaksud?”
“Aku
mengerti.”
“Kemudian
biarkan aku mengatakan pandanganku tentang mereka. Di dalam sebuah kecakapan aku
tidak bisa melihat warna atau bentuk atau penanda lain semacam yang di dalam
banyak kejadian aku menatapkan mataku untuk membedakan di dalam pikiranku satu
hal dari sebuah hal yang lain. Di dalam membicarakan sebuah kecakapan aku memandang
satu hal saja, yaitu yang kepadanya ia berhubungan dan apa
pengaruh-pengaruhnya, dan di dalam jalan ini aku menyebut masing-masing mereka
sebagai sebuah kecakapan, dan yang berhubungan kepada hal yang sama dan
menyelesaikan hal yang sama aku sebut sebagai kecakapan yang sama, tetapi yang kepada
hal yang berbeda aku sebut sebagai berbeda. Apakah itu menjadi jalanmu
berbicara?”
“Ya.”
“Dan
akankah kamu menjadi sangat baik sehingga menjawab satu lagi pertanyaan?
Akankah kamu mengatakan bahwa ilmu adalah sebuah kecakapan, atau di dalam
tingkatan apa kamu menempatkannya?”
“Ilmu
adalah sebuah kecakapan, dan yang paling kuat dari semua kecakapan.”
“Dan apakah
pendapat adalah juga sebuah kecakapan?”
“Tentu
saja,” ia berkata, “karena hal yang dengannya kita mampu untuk berpendapat hanyalah
kecakapan dari pendapat.”
“Tetapi
belum lama yang lalu kamu setuju bahwa ilmu dan pendapat tidaklah sama.”
“Bagaimana
bisa ada orang waras yang mencampurkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak?”
“Sangat
baik,” aku berkata; “dan kita secara sederhana setuju bahwa pendapat adalah
sebuah hal yang berbeda dengan ilmu.”
“Ya,
berbeda.”
“Masing-masing
mereka, kemudian, sejak memiliki kekuatan yang berbeda, relatif kepada hal yang
berbeda.”
“Semestinya.”
“Ilmu, menurutku,
yaitu, untuk mengetahui keadaan dari hal yang ada. Tetapi pendapat, kita
katakan, berpendapat.”
“Ya.”
“Apakah ia
berpendapat tentang hal yang sama yang diketahui oleh ilmu, dan akankah yang
bisa diketahui dan yang bisa dipendapatkan menjadi sama, ataukah tidak mungkin?”
“Mustahil
oleh perizinan-perizinanmu,” ia berkata.
“Jika kecakapan-kecakapan
yang berbeda adalah secara alamiah relatif kepada hal-hal yang berbeda, dan
kedua-duanya pendapat dan ilmu adalah kecakapan, tetapi masing-masing berbeda
dari yang lainnya, sebagaimana kita katakan; perizinan-perizinan ini tidak
meninggalkan tempat untuk identitas dari yang bisa diketahui dan yang bisa
dipendapatkan. Kemudian, yang bisa diketahui, sesuatu yang berbeda dari yang
bisa dipendapatkan.”
“Sesuatu
yang lain.”
“Apakah ia
berpendapat kepada yang adalah bukan, ataukah ia tidak mungkin berpendapat
kepada yang adalah bukan? Pertimbangkan: bukankah ia yang berpendapat membawa
pendapatnya untuk dilekatkan kepada sesuatu atau haruskah kita melawan diri
kita sendiri dan mengatakan bahwa mungkin untuk berpendapat, sambil tidak
berpendapat apa-apa?”
“Mustahil.”
“Kemudian
ia yang berpendapat berpendapat tentang sesuatu hal.”
“Ya.”
“Tetapi
secara yakin hal yang tidak bisa dianggap sebagai sesuatu, tetapi paling secara
benar sebagai sama sekali bukan apa-apa. Kepada yang bukan itu, kita dari
keperluan berikan lawan-ilmu, dan kepada yang ada, ilmu.”
“Secara
benar,” ia berkata.
“Kemudian, bukan
hal yang ada, juga bukan hal yang tidak ada, adalah yang dikerjakan oleh
pendapat.”
“Tampaknya
bukan.”
“Kemudian
pendapat akan menjadi bukan lawan-ilmu juga bukan ilmu.”
“Demikianlah
tampaknya.”
“Apakah ia
sebuah kecakapan di luar dari ini, melampaui ilmu di dalam kejernihan ataupun
kejahilan di dalam keburaman?”
“Bukan
kedua-duanya.”
“Tetapi
apakah kamu menganggap pendapat sebagai sesuatu yang lebih gelap daripada ilmu
tetapi lebih terang daripada kejahilan?”
“Lebih
demikian,” ia berkata.
“Dan apakah
ia terletak di antara perbatasan-perbatasan dari keduanya?”
“Ya.”
“Kemudian
pendapat akan menjadi berada di antara yang dua.”
“Paling
secara yakin.”
“Bukankah
kita mengatakan beberapa saat yang lalu bahwa jika apapun harus berubah semacam
kedua-duanya ada dan tidak ada, hal semacam itu akan terletak di antara yang
murni dan yang mutlak dan yang secara keseluruhan bukan, dan kecakapan yang
berhubungan dengannya akan menjadi bukan ilmu ataupun lawan-ilmu, tetapi hal
yang di antara lawan-ilmu dan ilmu.”
“Benar.”
“Kemudian
sekarang telah ada yang berubah di antara dua ini hal tersebut yang kita sebut
sebagai pendapat.”
“Telah ada.”
“Tersisa, kemudian,
sebagaimana tampak, untuk kita menemukan hal yang mengambil bagian dari
kedua-duannya, dari akan menjadi ada dan tidak akan menjadi ada, dan hal yang
tidak bisa secara adil dirancangkan di dalam kemurnian yang khas masing-masing;
sehingga, jika ia harus ditemukan, kita harus menyatakannya sebagai bisa
dipendapatkan, dengan demikian memasangkan yang keterlaluan kepada yang
keterlaluan dan yang pertengahan kepada yang pertengahan. Bukankah demikian?”
“Ia demikian.”
“Sebanyak ini
dibicarakan, biarkan ia memberitahukanku, aku akan mengatakan, biarkan ia
menjawabku, orang baik itu yang tidak berpikir bahwa ada sebuah keindahan di
dalam dirinya sendiri atau suatu ide keindahan di dalam dirinya sendiri selalu
tetap sama dan tidak berubah, tetapi ia yang memercayai bahwa di dalam banyak
hal yang indah. Pecinta pemandangan, maksudku, yang tidak bisa tahan untuk
mendengarkan siapapun mengatakan bahwa yang indah adalah satu dan yang adil
adalah satu, dan demikian juga hal-hal lain --dan
ini akan menjadi pertanyaan kita: Temanku yang baik, adakah satupun dari banyak
hal yang indah dan terhormat ini yang akan tidak kadang-kadang jelek dan buruk?
Dan dari hal-hal yang adil, yang akan tidak tampak tidak adil? Dan dari hal-hal
yang saleh, yang akan tidak tampak tidak saleh?”
“Tidak, tidak bisa
dihindari,” ia berkata, “bahwa mereka akan tampak menjadi kedua-duanya indah
dan juga jelek, dan demikian juga dengan semua hal lain yang kamu tanyakan.”
“Dan lagi, apakah
hal-hal ganda yang banyak, tampak lebih kurang setengah daripada ganda?”
“Tidak ada yang lebih
kurang.”
“Dan demikian juga dari
hal-hal yang besar dan kecil, hal-hal yang ringan dan yang berat, akankah
mereka menerima sandangan-sandangan ini lebih banyak daripada kebalikan-kebalikan
mereka?”
“Tidak,” ia berkata, “masing-masing
mereka selalu memegang, mengambil bagian dari, kedua-duanya.”
“Kemudian apakah
masing-masing dari kegandaan-kegandaan ini lebih daripada ia adalah bukan yang
seseorang anggap sebagai ia?”
“Mereka seperti para
pelawak dengan sebuah rasa ganda di perjamuan,” ia menjawab, “seperti teka-teki
tentang bentara yang memukul kelelawar dengan apa dan saat ia bertengger di
apa. Karena hal-hal ini juga samar, dan mustahil mengetahui secara tegas apapun
dari mereka, menjadi atau tidak menjadi, atau kedua-duanya, atau bukan
kedua-duanya.”
“Apakah
kamu mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap mereka?” aku berkata, “dan
bisakah kamu menemukan sebuah tempat untuk meletakkan mereka, yang lebih baik
daripada di tengah-tengah di antara keberadaan atau esensi dan yang tidak akan
menjadi? Karena kita benar-benar tidak mungkin menemukan sebuah daerah yang
lebih gelap daripada tidak-menjadi yang lebih tidak menjadi, juga tidak lebih
terang daripada menjadi yang lebih menjadi.”
“Paling benar,” ia
berkata.
“Kita akan tampak telah
menemukan, kemudian, bahwa kaidah-kaidah yang banyak dari orang banyak tentang
hal-hal yang indah dan terhormat dan yang lainnya adalah berputar-putar di
dalam daerah pertengahan di antara yang bukan dan yang adalah di dalam rasa
yang benar dan mutlak.”
“Kita telah demikian
menemukannya.”
“Tetapi kita setuju di
dalam yang terdahulu bahwa, jika apapun yang dari macam itu harus ditemukan, ia
harus dianggap bisa dipendapatkan, bukan bisa diketahui, pengelana antara yang
tertahan oleh kecakapan yang mengantarai dan di antara.”
“Kita melakukannya.”
“Kita harus
mengukuhkan, kemudian, bahwa mereka yang melihat banyak hal yang indah tetapi
tidak melihat keindahan itu sendiri dan tidak mampu mengikuti tuntunan orang
lain kepadanya, dan bayak hal yang adil, tetapi bukan keadilan itu sendiri, dan
demikian juga di dalam semua kejadian. Kita harus mengatakan bahwa orang-orang
semacam itu memiliki pendapat-pendapat tentang semua hal, tetapi tidak
mengetahui apapun dari hal-hal yang mereka pendapatkan.”
“Dari keperluan.”
“Dan, di lain pihak,
apakah kepada orang-orang yang merenungkan hal-hal tersebut sendiri di dalam
setiap kejadian, yang tetap sama dan tidak berubah. Bukankah kita harus
mengatakan bahwa mereka mengetahui dan bukan hanya berpendapat?”
“Itu juga secara perlu
mengikuti.”
“Bukankah kita juga
harus mengatakan bahwa yang satu pikirannya menyambut dan mencintai hal-hal
yang dikerjakan kepada pengetahuan dan yang lainnya kepada pendapat? Apakah
kita tidak mengingat bahwa kita mengatakan bahwa mereka yang menghargai
nada-nada dan warna-warna yang indah dan yang sebagainya, tetapi mereka tidak
bisa menerima penjelasan dari kenyataan dari yang indah itu sendiri?”
“Kita mengingatnya.”
“Apakah kita menyakiti telinga-telinga mereka jika kita menyebut mereka
sebagai para dokosofilis, bukan para filsuf. Apakah mereka akan marah jika kita
berbicara demikian?”
“Tidak jika mereka
menerima nasihatku,” ia berkata; “untuk menjadi marah dengan kebenaran tidaklah
sesuai hukum.”
“Kemudian kepada mereka
yang di dalam masing-masing dan setiap macam menyambut keberadaan yang sejati,
para pecinta kebijaksanaan dan bukan para pecinta pendapat adalah nama yang
kita harus berikan.”
“Dengan senang hati.”
Akhir
Republik Buku 5.
Subhanaalah ,, Izin Copy min
ReplyDelete